BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin canggihnya peralatan dan semakinkurang
invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu
kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat
duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas
sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent
stone).Beberapa kelainan mempengaruhi system bilier dan menggangu drainase
empedu yang normal kedalam duodenum.
Kelainan ini mencakup karsinoma yang menyumbat
percabangan bilier dan infeksi pada system bilier. Namun demikian, penyakit
kandung empedu dengan batu empedu merupakan kelainan yang paling sering
dijumpai pada system bilier. Meskipun tidak semua dari kejadian infeksi pada
kandung empedu (kolesistitis) berhubungan dengan batu empedu (kolelitiasis,
namun lebih dari 90% penderita kolesistitis akut menderita batu empedu. Akan
tetapi, kebanyakan diantara 15 juta orang Amerika yang memiliki batu empedu
tidak merasa nyeri dan tidak menyadari adanya batu tersebut. Untuk pedoman
terminology yang menyertai kelainan bilier dan prodesur penatalaksanaannya.
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di
Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta
wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan
pada 20 % wanita dan 8 % pria.Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum
diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Akan tetapi,
kebanyakan diantara 15 juta orang Amerika yang memiliki batu empedu tidak
merasa nyeri dan tidak menyadari adanya batu tersebut.
Untuk pedoman terminology yang menyertai kelainan
bilier dan prodesur penatalaksanaannya. Banyak penderita batu kandung empedu
tanpa gejala dan di temukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos
abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan
peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu
kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan
terjadinya komplikasi.
B.
Tujuan
- Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami dan mampu mengetahui
cara pembuatan Askep pada klien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
- Tujuan Khusus
a.
Untuk memahami seperti apa asuhan
keperawatan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
b.
Untuk menentukan pengkajian
pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
c.
Untuk menentukan diagnosa
pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
d.
Untuk menentukan rencana
penatalaksanaan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
e.
Untuk menentukan penatalaksanaan
pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
f.
Untuk menentukan hasil
dari penatalaksanaan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
- Manfaat
a.
Untuk masyarakat : sebagai
bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
b.
Untuk Mahasiswa :
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembandingan tugas
serupa.
c.
Untuk Instansi : Agar
tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
d.
Untuk tenaga kesehatan :
Makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuahan
keperawatan pada kasus yang serupa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teori Kolesistitis
1.
Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
Sumber: google.com
Kandung empedu
merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus
kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke
saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil
tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus
bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke
usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh
serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan
memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang
dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum,
akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi
air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam
kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati.
Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum
melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi.
Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus
asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat
untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. Dua
penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan batu
(kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini
biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.
2.
Pengertian Kolelitiasis/koledokolitiasis
Sumber : notarema.blogspot.com
Merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada
saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
(Williams, 2003).
Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu)
biasanya terbentuk dalam kandung empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu; batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.
3.
Etiologi
Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis
atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol
dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa
lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai
membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun
oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan
kalsium.( Williams, 2003).
4.
Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama
tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
a.
Batu Pigmen Kemungkinan akan terbentuk
bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier.
Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
b.
Batu Kolesterol
Kolesterol
yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam
empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan
sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan
ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian
keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu empedu. Getah
empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan
perdangan dalam kandung empedu.
Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan
pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri
dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering
menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada sebab
pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)
5.
Pathway
6.
Tanda Dan Gejala
Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.
Rasa nyeri dan kolik bilier Jika
duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba
massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri
hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat
dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini
disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar
akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan
10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan
atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga
dada.
b.
Ikterus Obstruksi pengaliran getah
empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah
empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan
ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
c.
Perubahan warna urine dan
feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
d.
Defisiensi vitamin Obstruksi aliran
empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena
itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika
obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
7.
Pemeriksaan
Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.
Radiologi Pemeriksaan USG telah
menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena
pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan
pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak
membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil
yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
b.
Radiografi:
Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila
hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan
isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak
digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media
kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
c.
Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu
dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
d.
ERCP (Endoscopic Retrograde
Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur
secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke
dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
e.
Pemeriksaan darah
Ø
Kenaikan serum kolesterol
Ø
Kenaikan fosfolipid
Ø
Penurunan ester kolesterol
Ø
Kenaikan protrombin serum time
Ø
Kenaikan bilirubin total, transaminase
Ø
Penurunan urobilirubin
Ø
Peningkatan sel darah putih
Ø
Peningkatan serum amilase, bila pankreas
terlibat atau bila ada batu di duktus utama
8.
Penatalaksanaan
Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.
Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang
lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik.
Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang
lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer,
2002)
Manajemen
terapi :
Ø
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi
protein
Ø
Pemasangan pipa lambung bila terjadi
distensi perut.
Ø
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital
sign
Ø Dipasang infus
program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Ø
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K
(anti koagulopati)
b.
Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Ø Pelarutan batu
empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin
atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau
kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang
atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang
belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter
bilier transnasal.
Ø Pengangkatan
non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang
belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus
koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang
terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang
terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik
keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah
penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan
lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini
digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi
sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan
batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain
yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan
melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah
tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan
ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan
pankreatitis.
Ø ESWL
(Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada
batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
c.
Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan
batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama,
untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis
akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda
atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien
mengharuskannya.
Tindakan operatif meliputi :
Tindakan operatif meliputi :
1.
Sfingerotomy endosokopik
2. PTBD (perkutaneus
transhepatik bilirian drainage)
3. Pemasangan “T
Tube ” saluran empedu koledoskop
4. Laparatomi
kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1.
Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2.
Foto thoraks
3.
Ektrokardiogram
4.
Pemeriksaan faal hati
5.
Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin
pasien rendah)
6.
Terapi komponen darah
Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa
scara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk
membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati.
B.
Landasan Teori Kolesistitis
1.
Definisi
Sumber : cariobat.wordpress.com
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang
menrupakan inflamasi akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan
atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan
kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding
kandung empedu, biasanyamerupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam
duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar
biasa (www.medicastore.com).
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari
dinding kandung empedu,yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut
yang tajam dan hebat (www.medicastore.com).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk
relief batu empedu sakit) .
2.
Klasifikasi kolesistitis
1.
Kolesistitis Akut
Kandung
empedu (Vesika felea) dapat menjadi tempat infeksi akut (kolesistitis) yang
menyebabkan nyeri akut, nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan
atas yang disertai dengan gejala mual serta muntah dan tanda-tanda yang umum
dijumpai pada inflamasi akut, keadaan ini dinamakan kolesistitis akut. Apabila
kandung empedu berisi pus (nanah), maka keadaan ini disebut empiema kandung
empedu.
Kolesistitis
kalkulus terdapat pada lebih dari 90% pasien kolesistitis akut. Pada
kolesistitis kalkulus, batu kandung empedu menyambut saluran keluar empedu.
Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan suatu reaksi
kimia; terjadi suatu otolisis serta edema dan pembeluh darah dalam kandung
empedu akan terkompresi sehingga supplai vaskulernya terganggu. Sebagai
konsekuensinya dapat terjadi gangren pada kandung empedu disertai perforasi.
Bakteri kurang berperan dalam kolesistitis akut, meskipun demikian infeksi
sekunder oleh E. colli dan kuman enterik lainnya terjadi pada sekitar 40%
pasien.
2.
Kolesistitis kronik
Suatu keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos
kandung empedu diganti dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan
empedu hilang. Faktor-faktor lain yang berkaitan yaitu:
a)
Serangan berulang obstruksi duktus sistikus
b)
Nekrosis / iritasi tekanan, ulserasi dan
peradangan reaksi local
c)
Invasi bakteri primer : E Coli, Klebsiella,
Enterokokus dan Salmonela
3.
Etiologi
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu
akut, memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya
peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit
yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya
timbul setelah terjadinya
a.
Cedera
b.
Pembedahan
c.
Luka bakar
d.
Sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh
tubuh)
e.
Penyakit-penyakit yang parah (terutama
penderita yang menerima makanan lewat infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian atas,
penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.
f.
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan
berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).
4.
Patofisiologi
Kandung empedu
memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan
empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada
individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu,
cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan
oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu
dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan
pengendapan unsur tersebut. Perubahan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat
menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com). Faktor hormon
(kehamilan) menyebabkan pengosongan kandung empedu. Akibat statis, terjadilah
sumbatan empedu (saluran). Adanya batu akibat statis yang progresif tadi
memungkinkan terjadi trauma dinding kandung empedu, hal ini dapat memungkinkan
infeksi bakteri lebih cepat.
5.
Tanda dan gejala
Timbulnya
gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
a.
Tanda awal dari peradangan kandung empedu
biasanya berupa nyeri di perut kanan bagian atas.
b.
Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik
nafas dalam dan sering menjalar ke bahu kanan.
c.
Biasanya terdapat mual dan muntah.
d.
Penurunan berat badan
e.
Nyeri tekan perut
f.
Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah
kanan menjadi kaku.
g.
Pada mulanya, timbul demam ringan, yang
semakin lama cenderung meninggi.
h.
Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan
kemudian menghilang dalam 1 minggu.
i.
Gangguan pencernaan menahun
j.
Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
k.
Sendawa
6.
Komplikasi
a.
Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah
leukosit dan berhentinya gerakan usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya
abses, gangren atau perforasi kandung empedu.
b.
Serangan yang disertai jaundice (sakit
kuning) atau arus balik dari empedu ke dalam hati menunjukkan bahwa saluran
empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan.
c.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan
peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah terjadi peradangan pankreas
(pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan
batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).
7.
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan
ini dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk
menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
b.
Ultrasonografi
Pemeriksaan kolesistografi oral sebagai
prosedur sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaann inidapat
dilakukan dengan cepat serta akurat. Prosedur ini akan memberikan hasil yang
akurat jika pasien melakukan puasa pada malam hari sehingga kandung empedunya
akan berada dalam keadaan distensi. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
c.
Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau
koleskintografi
Dalam
prosedur ini, preparat radioaktif isuntikkan secara intravena. Preprat ini
kemudian di ambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan kedalam sistem
biller. Selanjutnya dilakukan pemindaian
saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan biller.
d.
Kolesistografi
Kolesistografi
oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,berkontraksi serta
mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang di ekskresikan
oleh hati dan dipekat dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung
empedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopque ini. Jika terdapat batu
empedu , bayangannya akan tampak pada foto rontgen.
e.
Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik
(ERCP)
ERCP atau PTC : untuk menyingkirkan atau
mengkonfirmasi adanya abstruksi duktus sistiku
8.
Penatalaksanaan medis
1.
Penatalaksanaan pembedahan.
Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan
perut maupun melalui laparoskopi.
2.
Penatalaksanaan nonbedah
Tujuan utama
dari terapi ini adalah untuk mengurangi insiden episode akut nyeri kandung
empedu dan kolesistitis melalui penatalaksanaan pendukung serta diet dan untuk
mengilangkan kolesistitis melalui farmakoterapi, prosedur endoskopik serta
intervensi bedah.
3.
Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80%pasien-pasien inflamasi akut
kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik,
analgesik dan antibodi. Intervensi bedah harus di tunda sampai gejala akut
mereda dan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi
pasien memburuk.
Diet yang
diterapkan segera setelah suatu serangan akut biasanya dibatasi pada makanan
cair rendah lemak. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat
menerimanya: buah yang dimasak,nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang
yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.
4.
Farmakoterapi
Obat-obatan
yang digunakan untuk penderita batu empedu biasanya adalah asam ursodeoksilat
(urdafalk) dan kenodioksilat (chenodiol dan chenofalk), yang digunakan untuk
melarutkan batu empedu yang berukuran kecil dan terutama tersusun oleh
kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati
dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah
C.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Asuhan Keperawatan kolelitiasis
a.
Pengkajian
1)
Anamnesa, meliputi:
a)
Nama
b)
Umur pasien (Resiko untuk terkena
kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan
usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.)
c)
Jenis kelamin (Wanita mempunyai resiko 3
kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan
oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan
resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan
aktivitas pengosongan kandung empedu.)
d)
Alamat
e)
Pendidikan/pekerjaan
f)
Penanggungjawab pasien
2)
Keluhan utama: (pasien dengan
kolesistitis merasakan nyeri pada perut
kanan pada bagian atas)
3)
Riwayat kesehatan, meliputi :
a)
Kesehatan masa lalu (anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit
atau riwayat penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, penah mengalami
kolesistitis sebelumnya)
b)
Kesehatan sekarang (merasakan nyeri pada perut
kanan pada bagian atas, mual muntah, terjadi ikterus, regusitasi gas;sendawa
dan flatus)
c)
Kesehatan keluarga (Orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa
riwayat keluarga).
4)
Pola aktivitas sehari-hari
1)
Nutrisi : (menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai
gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku,
dan membran mukosa, tinggi, dan berat badan.)
2)
Tidur/istirahat : (karena adanya nyeri,
tidur pasien terganggu)
3)
Eliminasi : (menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar,
kandung kemih, dan kulit); termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau
gangguan, dan metode yang digunakan untuk mengendalikan ekskresi.)
5)
Pemeriksaan fisik
1.Keadaan
umum pasien :adanya kelemahan sampai sangat lemah, pucat, mual dan muntah,
gelisah, , demam.
2.
Kulit: berwarna kuning
3.
Abdomen : adanya nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu
kanan
4.
Kaji perubahan gizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia,
intoleransi lemak, mual dan muntah, dispepsia, menggigil, terabanya kandung
empedu
5.
Respirasi : takipnea
6.
Nadi : takikardi (nadi >80/menit)
6)
Analisa Data
Symtom
|
Etiologi
|
Problem
|
DS :Pasien mengeluh rasa nyeri pada perwat.
DO :sekala nyeri kllien 2 (dari skala 0-4)
|
Okulosa dan
obstruksi dari batu
↓
Obstruksi
duktus biliaris
↓
↑ tekanan
biliaris
↓
Respon local
saraf
↓
nyeri
|
Nyeriuaty
|
Ds :Pasien Biasanya Lemah Dalam Beraktifitas
Do : Pada kasus ini klien tampak tidak mau makan
dan air yang diminum tidak sesuai kebutuhan
|
Gangguan
gastro intestinal
↓
Mual, muntah,
anoreksia
↓
Intake cairan
dan nutrisi tidak adekuat
↓
Ketidak
seimbangan cairan
|
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Ds : biasanya klien mengeluh sulit bernafas
ketika nyeri kambuh
Do : klien akan tampak pucat-pucat suit bernafas
|
Tekanan
biliaris meningkat
↓
respon Local
saraf
↓
Nyeri
↓
Pola nafas
tidak efektif
|
Pola naeas
tidak efektif
|
Ds : klien biasanya bertanya tentang penyakitnya
karena tidak tahu
|
Preoperatif
↓
Kecemasan
↓
Pemenuuhan
informasi
|
Pemenuhan
informasi
|
b.
Diagnosa Keperawatan
1.
nyeri berhubungan dengan
respons inflamasi billier, kerusakan jaringan lunak pasca bedah
2.
keseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat.
3.
Resiko pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan nyeri pasca kolisistektomi ada saat ekpansi paru.
4.
Pemenuhan informasi berhubungan
dengan adanye rencana pembedahan dan rencana perawatan rumah.
c.
Intervensi
1.
Dx 1.
Tujuan ; dalam waktu 3 jam pasca-Intervensi nonbedah dan
7 x 24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi :
Ø Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
Ø Skala nyeri 0-1 (0-4)
Ø TTV dalam batas normal, wajah pasien Relaks.
Intervensi
|
Rasional
|
Jelaskan dan bantu
pasien dengan tindakan pereda nyeri non parmakologi dan noninvasive
|
Pendekatan dengan
menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telan menunjukkan
keefektipan dalam mengurangi nyeri
|
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan pada pasien tanpa intervensi bedah, meliputi :
|
Manajemen nyeri
merupakan kunci dari penatalaksanaan pasien pasca bedah.
|
·
Kaji nyeri pada pendekatan
PQRST
·
Berikan posisi fowler
·
Konpres hangant pada area
abdomen kanan atas
·
Istirahatkan pasien pada saat
nyeri muncul
·
Ajarkan tektik relaksasi
pernafasan dalam pada saat nyeri muncul
·
Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri
·
Lakukan manajemen sentuhan
|
· Pendekatan PQRST dapat secara komperhensip menggalai nyer pasien
· Posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intraabdominal.
· Efek dilatasi dinding empedu memberikan respon spasme akam
menurun.
· Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukam untuk memnuhi kebutuhan metabolism basal.
· Meningkatnya intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri skunder
dari iskemia jaringan local.
· Distraksi atau (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus
internal.
· Manajemen sentuhan dukungan fisiologis dapat membantu menurunkan
nyeri.
|
Lakuakan manajemen
nyeri keperawatan pada pasien pasca intervensi bedah yang meliputi :
·
Kaji nyeri dengan pendekatan
PQRST
·
Atur posisi fisiologis
·
Bantu aktivitas penurunan
respon nyeri
·
Beri oksigen 3 L/menit
|
· Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4), merupakan peringatan
yang perlu diwaspadai pasien karena hal ini memberikan manivestasi klinis
yang berpariasi dari komplikasi pasca bedah kolisitektomi.
· Lokasi iknsisi didaerah subkosta pada pembedahan kandung empedi
cenderung membuat pasien tidak ingin membalikkan serta menggerakkan tubuh dan
cenderung bernafas dangkal untuk mencegah rasa nyeri.
· Pleh karena aerasi paru, peningkatan aktivitas secara bartahap
diperlukan mencegah komplikasi pasca operativ sehingga pemberian analgesic
perlu di dilakukan sesuai resep.
· Pemberian oksigen sebagai pemeliharaan oksigen optimal dan menurunkan
respon nyeri akaibat kekurangan oksigen pasca bedah.
|
Tingkatan penmgetahuan
tentang : sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa nyeri akan berlangsung
|
Pengertahuan
yang dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
|
Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian :
·
Analgetik
·
intervensi non bedah
litotrepsi
·
Pelarutan batu empedu
·
Terapi endoskopi
·
Intervensi bedah
|
· Anlgetik membelok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang.
· Procedural litotropsi atau ESWL ini telah berhasil membelah batu
empedu tanpa pembedahan
· Untuk meklarutkan batu empedu dengan mengimpuskan suatu bahan
pelarut (monoktanoin atau metiltertier butyl eter) kedalam batu empedu.
· Sesudah endoskopi terpasang alat ini digunakan untuk memotong
serabut-serabut mukosa atau pavila spingter odi, sehingga mulut spingter
tersebut dapat diperlebar.
· Penanganan bedah batu empedu untuk mengurangi keluhan nyeri, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier dsan untuk untuk mengatasi kolesistitis
akut.
|
2.
Dx 2 :
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pada
pasien non bedah dan 5 x 24 jam pada pasien pasca bedah kolisistektomi akan
mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
Ø Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu
Ø Menunjukkan peningkatan BB.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji status nutrisi
pasien ,tugor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas
mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual muntah dan diare.
|
Mempalidasi dan menetapkan
derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tyepat.
|
· Kaji pengetahuan pasien tentang integritas nutrisi.
|
· untuk meningkatkan pengetahuan kondisi social ekonomi pasien
|
· pertahankan kebersihan mulut
|
· akumulasi partikel makanan dimulut dapat meningkatkan bau dan rasa
tak sedap yang menurunkan napsu makan.
|
· Beri diet sesuai kondisi klinik atau tingkat toleransi
· Beri diet pasca bedah kolesistektomi.
|
· Diet yang diharapkan segera setelah suatu serangan yang akut
biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak
· Diet pasien dapat berupa
diet rendah lemak,tinggi karbohidrat dan protei yang diberikan segera
setelah pembedah
|
· Berikan makanan secara berlahan pada lingkungan yang tenang.
|
· Pasien dapat berkonsentrassi pada mekanisme makan tanpa ada distraksi
atau adanyan gangguan dari luar.
|
· Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis
diet yang tepat
|
· Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi penigkatan kebutuhan energy dan kaloris berhungan dengan metabolis
pasien.
|
· Monitor perkembangan berta badan
|
· Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap
intervensi yang diberikan.
|
3.
Dx 3.
Tujuan ; dalam waktu 1 x 24 jam
tiadak terjadi perubahanpola nafas.
Kriteria hasil :
Ø Laporan secar subjektif tidak sesak nafas bila bernafas optimal
tanpa disertai nyeri pada insisi lika.
Ø RR dalam batas 16-20x/menit
Ø Pemeriksaan gas arteri.
Ø Kadar elektrolit normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji factor penyebab
pola nafas tidak efektif
|
Mengidentifikasi untuk
mengatasi penyebab dasar dari penurunan ekpansi pascabedah kolesistektomi.
|
Istirahatkan pasien
dengan posisi Fowler
|
Posisi fowler akan
meningkatkan posis ekpansi paru optimal.
|
Manajemen lingkungan
tenanga dan batasi pengunjung.
|
Lingkungan tenaga akan
menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung akan membanatu
meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang ada diruangan.
|
Beri oksigen 3 L/menit
|
Terapi pemeliharaan
untuk kebutuhan oksigenasi.
|
Ajarkan dan bantu menyagga
sekitar luka pasien pada saat latihan nafas dalam
|
Menurunkan tarikan pada
kulit akibat peningkatan intraabdomen skunder dari batuk akan menurunkan
stimulus nyeri dan pasien mendapat dukungan, serta kepercayaan diri untuk
melakukan pernafasan diafragma karena pada kondisi kliknik sebagian besar
pasien pascabedah takut untuk melakukan latiahan pernafasaan diafragma.
|
Ajarkan mengatur posisi
atau menggunakan bantal apabila pasien mengalaminyeri saat melakukan
pernafasan dalam.
|
Posisi disesuaikan
toleransi pasien pascabedah.biasakan
posisi fowler atau miring kesisi yang sehat atau duduk dengan
menggunakan bantal dapat meningkatkan kepercayaan diri dan menurunkan respon
nyeri pada pasien.
|
Kolaborasi :
· Plantau data laboraturium analisis gas darah berkelanjutan.
|
Tujuan intervensi
keperawatan pada alkalosis adalah menurunkan pH sistemik sampai batas amandan
menanggulangi sebab-sebab alkalosis yang mendasarinya.
|
4.
Dx 5.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam
informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
Ø Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang
diberikan.
Ø Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah
diberikan.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat
pengetahuan pasien tentang pembedahan apendiktomi dan rencana keperawatan
rumah.
|
Tingkat pengetahuan
dipengaruhi oleh tingkat social ekonomi pasien. Perawat menggunakan
pendekatan yang sessuai dengan kondisi individu pasien.
|
Cari sumber yang
meningkatkan penerimaan informasi.
|
Keluarga terdekat
dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi unttuk menurunkan
resiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.
|
Beritahu gejala awal
pada pasien yang terdeteksi batu empedu asimtomatik.
|
Pasien dengan batu
empedu tanpa gejala harus dididik untuk mengenali dan melaporkan gejala kolik
billier dan pakkreatitis akut.
|
Anjurkan berolahraga
|
Olahraga teratur dapat
mengurangi frekuensi kolesistektomi.
|
Jelaskan intevensi
nonbedah dengan pelarutan batu empedu.
|
Intervensi medis ini
dilakukan dengan cara menginfuskan cairan palarut batu empedu secara kateter
perkutan kekandung empedu.
|
Jelaskan danlakukan
pemenuhan atau persiapan pembedahan, meliputi :
·
Jelaskan tentang pembedahan
kolesistektomi
·
diskusikan jadwal
pembedakhan.
·
Lakukan pendidikan kesehatan
preoperative.
|
· Kolesistektomi meruoakan suatu intervensi bedah yang mempunyai
tujuan bedah ablative atau melakukan pengangkatan bagian tubuh yang mengalami
masalah atau mempunyai penyakit.
· Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu mulainya pembedahan.
· Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu dengan
mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan dan harapa-harapannya.
|
Beritahu persiapan
pembedahan :
·
Pencukuran area operasi
·
Persiapan puasa
·
Persiapan istirahat dan tidur
·
Persiapan administrasi dan
inform concent
|
· Pencukuran area operasi dilakukan apabila protol lembaga atau ahli
pembedahan mengharuskan kulit untuk dicukur.pasien diberitahu tentang
prosedur mencukur, dibaringkan dalamposisi yang nyaman dan tidak memajan
bagian yang tidak perlu.
· Puasa preoperative idealnya 6-8 jam sebelum intervensi bedah.
· Istrahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal.
· Pasien mendapatkan penjelasan dan menandatangani inform concent.
|
Beritahu pasien dan
keluaraga kapan pasien sudah bisa dikunjungi.
|
Pasien akan mendapatkan
manfaat bila mengetahui kapan keluarga dan temannya bisa berkunjung setelah
pembedahan.
|
Beritahu pasien dan
keluarga apabila didapatkan perubajhan klinik atau komplikasi untuk segera
memeriksakan diri.
|
Pascakolosectomi tanpa
komplikasi. Pasien akan segeraq pulang setelah fungsi usus dan kesadaran
normal. Di rumah pasien dann keluarga diajarkan untuk memeriksa sendiri
tentang memeriksa nadi dan kondisi balutan.
|
d.
Implementasi
Sesuai Intervensi
e.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan
adalah sbb:
a.
Nyeri terkontrol atau teradaptasi
b.
Informasi kesehatan terpenuhi
c.
Intake nutrisi adekuat
d.
Pola nafas efektif
e.
Cairan dan elektrolit seimbang.
f.
Tidak terjadi infeksi pascabedah
g.
Suhu tubuh normal.
h.
Penurunan tingkat kecemasan.
2.
Asuhan Keperawatan kolesistitis
1.
Pengkajian
a)
Anamnesa, meliputi:
Pada anamnesa
yang perlu di kaji nama, umur pasien, jenis kelamin, alamat, pendidikan/pekerjaan,
dan penanggungjawab pasien.
b)
Keluhan utama
Pada keluhan utama penyakit kolisistitis klien biasanya mengeluh
nyeri pada perut bagian kanan dan suhu badan meningkat.
c) Riwayat Penyakit
sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang saat didata klien mengeluh nyeri pada perut
bagian kanan atas seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan menjalar pada pinggang
belakang bagian atas dan pundak atau scapula, nyeri dirasakan terus menerus dan
biasanya berkurang bila klien istirahat.
d)
Riwayat kesehatan masa
lalu
Pada pengkajian ini perawat menanyakan riwayat penyakit klien
sebelumnya.
e)
Pemeriksaan Fisik
2.
Keadaan umum, keadaan klien,
tingkat Kesadaran, tanda-tanda vital.
3.
Sistem Penginderaan
Biasanya system penginderaan tidak mengalami gangguan
misalnya penglihatan (mata) indera penciuman (hidung), indera perasa (lidah)
dan indera pendengaran (telinga). Semuanya berfungsi dengan baik
4.
Sistem Pernapasan
bentuk hidung simetris, biasanya pola nafas tidak
tergangu,
5.
Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah dan tekanan nadi, auskultasi bunyi
jantung.
6.
Sistem Integumen
Kulit : Warna kulit dan tugor kulit
Rambut : Warna rambut.
7.
Sistem Genetalia dan Urinaria
Bentuk tidak ada kelainan, pengeluaran uruin bisanya
normal.
8.
Sistem Muskulo Skeletal
Bentuk ekstremitas atas dan bawah apakah ada pembengkakan,
bentuk dan panjang simetris, tonos otot baik, tidak ada oedema. Klien biasanya mudah
lelah dan cape bila melakukan aktivitas.
9.
Sistem Pencernaan
Mulut : biasanya Bibir lembab, tidak
lesi, pergerakan lidah baik, pergerakan uvula baik saat mengatakan “ah” reflek
menelan baik.
Abdomen : Bentuk abdomen
simetris, bising usus 5 – 6 kali/menit, klien biasanya mengeluh adanya nyeri tekan pada perut bagian
kanan atas. Klien mengeluh tidak nafsu makan dan perasaan perut penuh dan mual.
Analisa Data
Symptom
|
Etiologi
|
Problem
|
DS :
Pasien mengeluh badannya terasa panas dan kepalanya
pusing.
DO:
· Su hu tubuh > 380C
· Bibir pecah-pecah
· Keringat banyak keluar.
· Nadi > 100x/menit
· Muka tampak merah
|
Invasi kuman ke dalam tubuh
↓
Melakukan proses peradangan
↓
Bakteri melepas endokrin merangsang tubuh untuk melepas zat
pathogen dan oleh leukosit.
↓
Impuls disampaikan ke hypothalamus bagian thermoregulator melalui
ductus trofacicus
↓
Suhu tubuh meningkat
|
Gangguan keseimbangan suhu tubuh hyperthermia
|
DS :
Pasien merasakan cemas terhadap penyakitnya.
DO :
· Sering bertanya tentang penyakitnya dan proses pengoatannya kepada
perawat.
· Pasien tampak gelisah
· Wajah pasien tampak murung
|
Kantong empedu terinfeksi oleh virus
↓
Terjadi proses peradangan, pembengkakan dan dipenuhi oleh sel-sel
radang lymfosit.
↓
merangsang serabut saraf reseptor nyeri untuk mengeluarkan enzim
bradikinin dan serotinin.
↓
Nyeri dipersepsikan
Peradangan pada kantong empedu
↓
Menimbulkan penurunan gerak peristaltik usus
↓
Nafsu makan menurun
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
|
DS :
Pasien merasakan cemas terhadap penyakitnya.
DO :
·
Sering bertanya tentang
penyakitnya dan proses pengobatannya kepada perawat.
· Pasien tampak gelisah
· Wajah pasien tampak murung
|
Kurang
pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan proses perubahannya.
↓
Merupakan
stressor bagi pasien
↓
Pasien menjadi cemas
|
Gangguan rasa aman cemas.
|
DS :
Pasien mengeluh mudah lelah dan capai bila melakukan
aktivitas.
DO :
· Ekstremitas nampak lemas dan reflek tonus otot (-)
· Aktivitasnya dibantu keluarga.
|
Peradangan pada kantung empedu
↓
Menimbulkan nyeri pada abdomen
↓
Pasien sering terjaga
↓
Gangguan istirahat tidur
Adanya nyeri pada perut bagian kanan atas
↓
Menimbulkan persepsi pasien untuk takut banyak bergerak
↓
Atropi otot
↓
Lemah dan capai
↓
ADL menurun
|
Gangguan pemenuhan ADL
|
2)
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan suhu tubuh : Hyperthermi sehubungan dengan
adanya proses infeksi oleh virus.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan adanya
penurunan nafsu makan.
3. Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya.
4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dengan adanya atropi otot.
3)
Intervensi
Dx 1.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Observasi tanda-tanda vital
·
Berikan kompres dingin atau
alkohol pada lipatan paha, leher, ketiak.
·
Anjurkan untuk banyak minum.
·
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
|
· dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda tilik.
· dapat mempercepat penurunan suhu tubuh.
· Untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh.
· Untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal.
|
Dx
2.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Kaji kemampuan mengunyah,
menelan makanan.
·
Auskultasi bising usus dan
catat bila terjadi penurunan bising usus.
·
Timbang berat badan
·
Berikan makanan
dalam porsi sedikit tapi sering.
·
Beri kesempatan untuk
mengekspresikan perasaanya
|
·
Dapat menentukan pilihan cara
pemberian jenis makanan.
·
Untuk menentukan pemberian
makanan dan mencegah komplikasi.
·
Dapat mendeteksi perkembangan
berat badan.
·
Memudahkan proses pencernaan
dan toleransi pasien terhadap nutrisi.
·
Untuk mengetahui sejauhmana
pasien memerlukan penjelasan tentang penyakitnya.
|
Dx
3.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Beri penjelasan pada pasien
tentang penyakitnya dan perawatan.
·
Ajarkan pasien untuk
meningkatkan koping mekanisme, dengan cara berdoa
·
Kaji waktu dan lamanya tidur
·
Jelaskan pentingnya istirahat
dan tidur bagi kesehatan.
·
Anjurkan pasien untuk tidur
pada saat tenang.
·
Ciptakan lingkungan yang
tenang dan motivasi pada pasien lain untuk menciptakan suasana tenang pada
jam istirajat tidur.
|
·
Untuk mengetahui sejauh mana
pasien memerlukan penjelasan tentang penyakitnya.
·
Dapat mengurangi rasa
kecemasan pasien tentang penyakitnya.
·
Untuk menghilangkan kecemasan
yang dialami pasien
·
Supaya klien mengetahui arti
pentingnya tidur untuk kesehatan.
·
Istirahat tidut klien nyaman.
·
Menciptakan kondisi yang
nyaman pada kamar istirahat klien.
|
Dx
4.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Beri penjelasan untuk mau
menggerakan tubuhnya.
·
Beri latihan aktivitas ringan
·
Anjurkan untuk melakukan
aktivitasnya secara mandiri.
|
·
Untuk menghilangkan rasa
takut pasien untuk bergerak.
·
Untuk mengembalikan fungsi
otot
·
Untuk membiasakan pasien
aktivitasnya sehari-hari secara mandiri.
|
a.
Implementasi
Sesui
intervensi.
b.
Evaluasi keperawatan
a.
Melaporkan nyeri terkontrol, berkurang atau
hilang
b.
Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
c.
Melaporkan mual muntah hilang
d.
Menyatakan pemahaman proses penyakit,
pengobatan dan prognosis
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kolesistitis
adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut dinding kandung
empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal
dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk relief batu empedu sakit)
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk relief batu empedu sakit)
Merupakan
adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003).
Kolelitiasis
(kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat
bervariasi.
B.
Saran
1. Untuk masyarakat :
makalah ini diharapkan bisa sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan
kesehatan
2. Untuk Mahasiswa :
diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembandingan tugas
serupa.
3. Untuk Instansi : Agar
tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
4. Untuk tenaga kesehatan
: diharapkan bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuahan
keperawatan pada kasus yang serupa.
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
BalasHapushttp://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/