BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Feses
berdarah, berlendir, dan bernanah adalah tanda-tanda dari terganggunya saluran
pencernaan. Jika ternyata Anda mengalami diare hebat, demam tinggi, dan
pendarahan pada saat buang air besar (BAB), Anda harus waspada. Bisa jadi Anda
mengalami radang usus besar (kolitis ulserativa).
Kolitis
ulserativa adalah peradangan akut atau kronik pada kolon (usus besar). Karena
peradangan itu, terjadi kram perut, demam, dan diare berdarah. Peradangan itu
dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan kemudian
menyebar ke sebagian atau seluruh bagian usus besar. Pada bagian yang meradang
akan terjadi pembengkakan. Kolitis di derita oleh siapa pun dan pada umur
berapa pun. Tapi biasanya mulai diderita pada umur 15-30 tahun dan bisa juga di
atas 50 tahun.
Kolitis
banyak ditemukan di Amerika dan Eropa dengan kondisi penderitaan pasien makin
lama makin berat. Insiden kolitis ulseratif di Amerika utara yaitu 10-12 kasus
per 100.000 tiap tahun, onset terjadi pada usia 15-25 tahun, dimana insiden
pada wanita lebih besar daripada laki-laki. Di Asia termasuk Indonesia
prevalensi dan insiden kolitis masih rendah namun cenderung meningkat.
Meluasnya penggunaan alat endoskopi membuat pasien kolitis di Indonesia, lebih
banyak ditemukan. Penelitian yang dilakukan salah satu RS di Jakarta
mendapatkan hampir 20% kasus kolitis dari 107 pasien datang dengan keluhan
diare kronik non infeksi. Insiden kolitis ulseratif 6,8% dan penyakit Cohrn
5,5%.
B. Tujuan
1. Tujuan
umum
Untuk
mengurangi angka kesakitan dan meningkatkan derajat kesehatan.
2. Tujuan
khusus
· Memperoleh
gambaran mengenai penyakit Kolitis
·
Mampu mengidentifikasi kasus gangguan
sistem pencernaan khususnya
·
Kolitis sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan
yang terjadi
·
Mampu mengenali pengkajian sampai evaluasi yang sering
terjadi pada klien dengan
C. Manfaat
Dalam penulisan makalah ini,
penulis mengharapkan agar hasil makalah ini dapat dipergunakan sebagai:
1. Kegunaan
Ilmiah
·
Sebagai bahan bacaan
·
Sebagai salah satu tugas akademik
2.
Kegunaan Praktis
Manfaat bagi tenaga perawat
dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Kolitis
ulseratif dan Apendisitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komsep
teori
1. ANATOMI
DAN FISIOLOGI KOLON
Usus
besar atau colon berbentuk saluran muscular beronga yang membentang dari secum
hingga canalis ani dan dibagi menjadi sekum, colon (assendens, transversum,
desendens, dan sigmoid), dan rectum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus
ke dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengotrol
keluarnya feses dari kanalis ani. Diameter kolon kurang lebih 6,3 cm dengan
panjang kurang lebih 1,5 m.
Usus
besar memiliki berbagai fungsi, yang terpenting adalah absorbsi air dan
elektrolit. Ciri khas dari gerakan usus besar adalah pengadukan haustral.
Gerakan meremas dan tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak
balik, sehingga memberikan waktu untuk terjadinya absorbsi. Peristaltik
mendorong feses ke rectum dan menyebabkan peregangan dinding rectum dan aktivasi
refleks defekasi.
Banyaknya
bakteri yang terdapat di dalam kolon berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam kolon juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri di dalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air sehingga terjadilah diare.
Gerak
dan sekresi Kolon Pergerakan kolon terdiri dari kontraksi segmentasi dan
gelombang peristaltik seperti yang terdapat pada usus halus. Kontraksi
segmentasi mencampur isi kolon dan dengan lebih banyak menyentuhkan isi ke
mukosa, mempermudah absorbsi. Gelombang peristaltik mendorong isi ke rektum,
walaupun kadang-kadang terlihat antiperistaltik yang lemah. Kontraksi tipe ke
tiga yang terdapat hanya pada kolon adalah mass action contraction, di mana
terdpat kontraksi otot polos yang serentak meliputi daerah yang luas.. Kontraksi
ini terjadi pada pars desenden dan sigmoid dan berperan untuk mengosongkan
kolon dengan cepat. Kontraksi ini merupakan kekuatan kontraksi yang jelas waktu
defekasi.
Pergerakan
kolon dikoordinasi oleh gelombang lambat kolon. Frekuensi gelombang ini, tidak
seperti gelombang pada usus halus, meningkat sepanjang kolon, dari kira-kira 2
x / menit pada katup ileocaecal sampai 6 x / menit pada signoid. Sekresi kukus
oleh kelenjar kolon dirangsang oleh kontak antara sel-sel kelenjar dan isi
kolon. Tidak ada hubungan hormonal atau saraf berperan dalam respon dasar
sekresi, walaupun beberapa sekresi tambahan dapat dihasilkan oleh respon reflek
lokal melalui nervus pelvicuc dan splanknikus. Tidak ada enzem pencernaan
disekresi dalam kolon.
Absorpsi dalam kolon
Kemampuan
absorpsi mukos usus besar sangat besar. Na secara aktif ditransport keluar
kolon, dan air mengikuti osmotik gradier yang ditimbulkan. Terdapat sekresi K ,
dan HCO kedalam kolon. Kapasitas absorpsi kolon membuat instalasi rektum
merupakan suatu jalan yang praktis untuk pemberian obat, khususnya anak-anak.
Banyak senyawaan, termasuk obat anestesi, sedatif, transquilizer, dan steroid,
diabsorpsi dengan cepat oleh tempat ini. Sebagian air dalam enema diabsorpsi,
dan bila volime enema besar, absorpsi dapat cukup cepat menyebabkan intoksikasi
air. Koma dan kematian yang disebabkan karena intoksikasi air telah dilaporkan
setelah enema dengan air kran pada anak-anak dengan megakolon
2. PENGERTIAN
Kolitis
adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi cytokine yang
mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi sekresi kolon,
stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu motilitas kolon.
Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk mengabsorbsi air dan menahan
feses ( Tilley et al, 1997).
Kolitis
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi akut atau kronik
oleh virus, bakteri, dan amoeba, termasuk keracunan makanan. Kolitis dapat juga
disebabkan gangguan aliran darah ke daerah kolon yang dikenal dengan kolitis
iskemik. Adanya penyakit autoimun dapat menyebabkan kolitis, yaitu kolitis
ulseratif dan penyakit Cohrn. Kolitis limfositik dan kolitis kolagenus
disebabkan beberapa lapisan dinding kolon yang ditutupi oleh sel-sel limfosit
dan kolagen. Selain itu, kolitis dapat disebabkan zat kimia akibat radiasi
dengan barium enema yang merusak lapisan mukosa kolon, dikenal dengan kolitis
kemikal.
Faktor
resiko yang mempengaruhi terjadinya kolitis ditinjau dari teori Blum dibedakan
menjadi empat faktor, yaitu: faktor biologi, faktor lingkungan, faktor
pelayanan kesehatan, dan faktor prilaku.
·
Faktor Biologi: Jenis kelamin: Wanita
beresiko lebih besar dibanding laki-laki. Usia: 15-25 tahun, dan lebih dari 50
tahun. Genetik/ familial: Riwayat keluarga dengan kolitis
·
Faktor Lingkungan: Lingkungan dengan
sanitasi dan higienitas yang kurang baik. Nutrisi yang buruk
·
Faktor Perilaku: Kegemukan (obesitas).
Merokok. Stress / emosi. Pemakaian laksatif yang berlebihan. Kebiasaan makan
makanan tinggi serat, tinggi gula, alkohol, kafein, kacang, popcorn, makanan
pedas. Kurang kesadaran untuk berobat dini. Keterlambatan dalam mencari
pengobatan. Tidak melakukan pemeriksaan rutin kesehatan.
·
Faktor Pelayanan Kesehatan: Minimnya
pengetahuan petugas kesehatan. Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai.
Keterlambatan dalam diagnosis dan terapi. Kekeliruan dalam diagnosis dan
terapi. Tidak adanya program yang adekuat dalam proses skrining awal
penyakit.
3.
ETIOLOGI
Kolitis
bisa menjalar ke belakang sehingga menyebabkan proktitis. Penyebab dari kolitis
ada beberapa macam antara lain ( Tilley et al, 1997) :
·
Infeksi : Trichuris vulpis, Ancylostoma sp,
Entamoeba histolytica, Balantidium coli, Giardia spp, Trichomonas spp,
Salmonella spp, Clostridium spp, Campylobacter spp, Yersinia enterolitica,
Escherichia coli, Prototheca, Histoplasma capsulatum, dan Phycomycosis.
·
Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada
orang kulit hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang
Yahudi dibandingkan dengan
orang non Yahudi.
Hal ini menunjukkan bahwa dapat
·
ada predisposisi genetik
terhadap perkembangan penyakit ini
·
Trauma : benda asing, material yang bersifat
abrasif.
·
Alergi : protein dari pakan atau bisa juga
protein bakteri.
·
Polyps rektokolon
·
Intususepsi ileokolon
·
Inflamasi : Lymphoplasmacytic, eoshinophilic,
granulopmatous, histiocytic
·
Neoplasia : Lymphosarcoma, Adenocarcinoma
·
Sindrom iritasi usus besar (Irritable Bowel
Syndrome)
4. KLASIFIKASI
berdasarkan penyebab dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kolitis
infeksi, misalnya : shigelosis,
kolitis tuberkulosa,
kolitis amebik, kolitis pseudomembran, kolitis karena
virus/bakteri/parasit.
b.
Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif,
penyakit Crohn’s kolitis radiasi,
kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik
(simple colitis).
Pembahasan
ini difokuskan pada kolitis infeksi yang sering ditemukan di Indonesia sebagai daerah
tropik, yaitu kolitis amebik,
shigellosis, dan kolitis tuberkulosa serta infeksi E.coli patogen yang dilaporkan
sebagai salah satu penyebab utama diare kronik di Indonesia.
5. PATOFISIOLOGI
Suatu
serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit
perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak
sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap,
dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram
ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.
Jika
penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau
keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari
rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah
putih. Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.
Penderita
sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri,
disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun gejala
ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir.
Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah
dan nanah.
Penderita
bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.Kolitis
ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari lapisan mukosa
kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai orang kaukasia, termasuk
keturunan Yahudi. Puncak insidens adalah pada usia 30-50 tahun. Kolitis
ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik dan angka
mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15% pasien mengalami karsinoma kolon.
Kolitis ulseratif mempengaruhi
mukosa superfisisal kolon dan dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi
multiple, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epitelium
kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang
terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti lesi yang lainnya. Proses
penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya
usus menyempit, memendek dan menebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit
lemak.
6.
Manifestasi Klinik
Kebanyakan
gejala Colitis ulserativa pada awalnya adalah berupa buang air besar
yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif adalah sakit
perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:
a.
Anemia
b.
Fatigue/ Kelelahan
c.
Berat badan menurun
d.
Hilangnya nafsu makan
e.
Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
f.
Lesi kulit (eritoma nodosum)
g.
Lesi mata (uveitis)
h.
Nyeri sendi
i.
Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
j.
Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali
sehari)
k.
Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
l.
Perdarahan rektum (anus).
m. Rasa tidak
enak di bagian perut.
n.
Mendadak perut terasa mulas.
o.
Kram perut.
p.
Sakit pada persendian.
q.
Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum
r.
Anoreksia
s.
Dorongan untuk defekasi
t.
Hipokalsemia
Sekitar
setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis ulserativa memiliki
gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare, mual, dan kram perut
yang parah. Kolitis ulserativa juga dapat menyebabkan masalah seperti radang
sendi, radang mata, penyakit hati, dan osteoporosis. Tidak diketahui mengapa
masalah ini terjadi di luar usus. Para ilmuwan berpikir komplikasi ini mungkin
akibat dari peradangan yang dipicu oleh sistem kekebalan tubuh. Beberapa
masalah ini hilang ketika kolitis diperlakukan.
Presentasi
klinis dari kolitis ulserativa tergantung pada sejauh mana proses penyakit.
Pasien biasanya hadir dengan diare bercampur
darah dan lendir, dari onset
gradual. Penyakit ini biasanya disertai dengan berbagai derajat nyeri perut,
dari ketidaknyamanan ringan untuk sangat menyakitkan kram.
Kolitis
ulseratif berhubungan dengan proses peradangan umum yang mempengaruhi banyak
bagian tubuh. Kadang-kadang terkait ekstra-gejala usus adalah tanda-tanda awal
penyakit, seperti sakit, rematik lutut pada seorang remaja. Kehadiran penyakit
ini tidak dapat dikonfirmasi, namun, sampai awal manifestasi usus.
7.
Pemeriksaan Penunjang
A.
GAMBARAN
RADIOLOGI
·
Foto polos abdomen
·
Barium enema
·
. Ultrasonografi (USG)
·
. CT-scan dan MRI
B.
Pemeriksaan
Endoskopi
8. Pemeriksaan
Diagnostik
·
Contoh feses (pemeriksaan digunakan
dalam diagnosa awal dan selama penyakit): terutama mengandung
mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica.
·
Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema,
hiperermia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa).
Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus
terjadi pada 35 % bagian ini.
·
Sitologi dan biopsy rectal membedakan antara
pasien infeksi dan karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi,
juga karakter infiltrat inflamasi yang disebut abses lapisan bawah.
·
Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan
visualisasi dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap
kambuh, karena dapat membuat kondisi eksasorbasi.
·
Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen
dinding, menunjukkan obstruksi usus.
·
Kadar besi serum: rendah karena kehilangan
darah. Masa protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan
faktor VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K.
·
ESR: meningkat karena beratnya penyakit Trombosis:
dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
·
Elektrolit: penurunan kalium dan
magnesium umum pada penyakit berat.
9. Komplikasi
·
Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering
menyebabkan anemia karena kekurangan zat besi. Pada 10% penderita,
serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi
atau penyebaran infeksi.
·
Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh
ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran.
·
Kanker Kolon (Kanker Usus Besar). Resiko kanker usus
besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulserativa yang lama dan
berat.
·
Bersifat lokal atau sistemik
·
Fistula dan fisura abses rectal
·
Dilatasi toksik atau megakolon
·
Perforasi usus
·
Karsinoma kolon
B. KONSEP
ASKEP
1. PENGKAJIAN/PENGUMPULAN DATA
a.
Data Biografi: Nama,
umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
b.
Data Dasar Pengkajian Klien
1) Aktivitas/istirahat
Gejala:
·
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah
·
Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare
·
Merasa gelisah dan ansietas
·
Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek
proses penyakit.
2) Sirkulasi
Tanda:
·
Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi,
proses inflamasi, dan nyeri.
·
Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K)
·
TD: hipotensi, termasuk postural
·
Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah (dehidrasi/malnutrisi)
3) Integritas
ego
Gejala:
·
Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan
tak berdaya/tak ada harapan
·
Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan
dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal
·
Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi
Yahudi
Tanda:
·
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4)
Eliminasi
Gejala:
·
Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu
atau berair
·
Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga
timbul, sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 – 30 kali defekasi/hari)
·
Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi
berdarah/pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses.
·
Perdarahan per rectal
·
Riwayat batu ginjal (dehidrasi)
Tanda:
·
Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau
adanya peristoltik yang dapat dilihat.
·
Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal
·
Oliguria
5)
Makanan/ cairan
Gejala:
·
Anoreksia, mual/muntah
·
Penurunan berat badan
·
Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya
buah segar/sayur
·
Produk susu makanan berlemak.
Tanda:
·
Penurunan lemak subkutan/massa otot
·
Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk
·
Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
6)
Higine
Tanda:
·
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri
·
Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin
·
Bau badan
7)
Nyeri/kenyamanan
Gejala:
·
Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah
(mungkin hilang dengan defekasi)
·
Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis)
·
Nyeri mata, fotofobia (iritis)
Tanda:
·
Nyeri tekan abdomen/distensi
8)
Keamanan
Gejala:
·
Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik,
vaskulitis,.
·
Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi
penyakit usus)
·
Peningkatan suhu 39,6 – 40 ºC (eksoserbasi akut)
·
Penglihatan kabur
·
Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan
histamine ke dalam usus dan mempunyai efek inflamasi)
Tanda:
·
Lesi kulit mungkin ada misalnya:
eritoma nodusum (meningkat), nyeri, kemerahan dan membengkak
pada tangan, muka, plodeima gangrionosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan
batas keunguan)
·
Ankilosa spondilitis
·
Uveitis, kongjutivitis/iritis.
9)
Seksualitas
Gejala:
frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual
10)
Interaksi sosial
Gejala:
·
Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi
·
Ketidakmampuan aktif dalam sosial
2.
Diagnosa
Keperawatan
A. Potensial perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan adanya mual.
Tujuan dan KH :
·
Klien tidak
mual
·
Nafsu makan
klien membaik
·
Klien tidak
merasa nyeri di bagian abdomen-nya
·
Berat badan klien bertambah
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Tingkat intake makanan melalui
· Mengurangi gangguan dari lingkungan
· Jaga privacy klien
· Jaga kebersihan ruangan
2.
Kaji tanda-tanda vita
3.
Selingi
makanan dengan minum dengan porsi sedikit tapi sering
4.
Catat
intake dan out put
|
Cara khusus untuk
meningkatkan nafsu makan klien
Membantu
mengkaji keadaan klien
Memudahkan makanan masuk
tanpa muntah
|
B. Nyeri abdomen sehubungan dengan adanya peningkatan peristaltik usus.
Tujuan Dan KH :
·
Klien tidak
mulas
·
BAB klien
berkurang frekuensinya
·
Bising usus
kembali normal
·
konsistensi
feses tidak encer dan rasa nyeri berkurang
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Atur
posisi klien
2.
Berikan
kompres panas lokal
3.
Kurangi
aktivitas
4.
Anjarkan tirah
|
Meningkatkan
rasa nyaman
Mengurangi
rasa mulas dengan vasodilatasi pembuluh darah/melancarkan peredaran darah
Menurunkan
kualitas sakla nyeri
Menurunkan
peristaltik
|
C. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan keletihan.
Tjuan dan KH :
·
Klien merasa
rasa letih berkurang
·
Klien bisa
berdiri dan berjalan sendiri
·
Rasa letih
berkurang
·
Dalam waktu
1 minggu keadaan klien kembali pulih
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Anjurkan
klien untuk tirah baring
2.
Batasi
aktivitas
|
Menurunkan
peristaltik usus
Membantu
mengurangi keletihan
|
D. Kurang pengetahuan mengenal prses dan penatalaksanaan penyakitnya.
Tujuan
jangka pendek
·
klien tahu
tentang penyakitnya
·
klien tahu
akibat dan pencegahan mengenai penyakitnya
·
Klien
mematuhi diet yang dianjurkan dan secara bertahap dapat mengurangi rasa sakit
yang dirasakannya.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1.
Berikan
informasi kepada klien mengenai penyakitnya
2.
Ajarkan
cara pencegahan dan alternatif pengobatannya
3.
Konsul
dengan dokter ahli gizi untuk menentukan dietnya
|
Meningkatkan
pengetahuan tentang penyakitnya
Mengurangi
terjadinya penyakit serupa pada keluarganya
Membantu
menentukan jenis diet yang sesuai untuk mempercepat kesembuhan
|
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Usus
besar atau colon berbentuk saluran muscular beronga yang membentang dari secum
hingga canalis ani dan dibagi menjadi sekum, colon (assendens, transversum,
desendens, dan sigmoid), dan rectum. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus
ke dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengotrol
keluarnya feses dari kanalis ani. Diameter kolon kurang lebih 6,3 cm dengan
panjang kurang lebih 1,5 m.
Kolitis
adalah radang pada kolon. Radang ini disebabkan akumulasi cytokine yang
mengganggu ikatan antar sel epitel sehingga menstimulasi sekresi kolon,
stimulasi sel goblet untuk mensekresi mucus dan mengganggu motilitas kolon.
Mekanisme ini menurunkan kemampuan kolon untuk mengabsorbsi air dan menahan
feses ( Tilley et al, 1997).
Suatu
serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit
perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak
sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap,
dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram
ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.Jakarta:EGC
Marliynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta. EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar