BAB 2
“ G I P S “
·
Definisi Gips
Gips dalam bahasaa latin
disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris , dan dalam
belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam
berupa batu putih yang mengandung unsur kalsium sulfat dan air.
Gips adalah alat
imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat
gips di pasang (brunner & sunder, 2000)
gips adalah balutan ketat
yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe
plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999).
Jadi gips adalah alat
imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam
dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass.
2.2. Jenis -jenis gips
Kondisi yang ditangani
dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang dipasang. Jenis-jenis gips
sebagai berikut:
·
Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai
lipatan telapak tanga, dan melingkar erat didasar ibu jari.
·
Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat
ketiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di
imobilisasi dalam posisi tegak lurus.
·
Gips tungkai pendek. Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai
dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.
·
Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas
dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
·
Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat
dan dapat disertai telapak untuk berjalan.
·
Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh.
·
Gips spika. gips ini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua
ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda).
·
Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan
siku.
·
Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu
ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda).
·
Bahan-bahan pembuatan gips
·
Plester
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh
secara halus . gulungan krinolin diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat
anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah terjadi reaksi kristalisasi dan
mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang kaku . kekuatan
penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk
mengering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan
kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak,
serba lembab, dan berbau lembab.
·
Nonplester
Secara umum berarti gips
fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air ini mempunyai sifat yang sama
dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih ringan dan lebih kuat, tahan
air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak menyerap,
diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya
hanya dalam beberapa menit.
·
Nonplester berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari
gips ini tidak menjadi
lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat
dikeringkan dengan pengering rambut.
·
Tujuan pemasangan gips
Prosedur ini bertujuan
untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah agar tak bergerak sehingga
dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan cara mengimobilisasi tulang
yang patah tersebut.
·
Pemasangan gips
·
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:
·
Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
·
Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)
·
Baskom berisi air hangat
·
Gunting perban
·
Benkok
·
perlak dan alasnya
·
waslap
·
pemotong gips
·
kasa dalam tempatnya
·
alat cukur
·
sabun dalam tempatnya
·
handuk
·
krim kulit
·
spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
·
padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
·
Teknik pemasangan gips
·
siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan
·
siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips
·
daerah yang akan di pasang gips
dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan
handuk dan di beri krim kulit
·
sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
·
Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di
tentukan dokter selama prosedur
·
Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang
akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
Tambahkan bantalan di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.
·
Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai
gelembung-gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk
mengurangi air dalam gips.
·
Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara
melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada
waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga
ketumpangtidihan lapisan gips. Dianjurkan dalam jarak yang tetap(kira-kira 50%
dari lebar gips) Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak
yang konstan dengan bagian tubuh.
·
Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan
pemotong gips.
·
Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
·
Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan.
Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari
tekanan pada gips.
·
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
1.Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4. Jangan merusak / menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
1.Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
2. Gips patah tidak bisa digunakan
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4. Jangan merusak / menekan gips
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama
·
Pelepasan gips
·
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
·
Gergaji listrik/pemotong gips
·
Gergaji kecil manual
·
Gunting besar
·
Baskom berisi air hangat
·
Gunting perban
·
Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
·
Sabun dalam tempatnya
·
Handuk
·
Perlak dan alasnya
·
Waslap
·
Krim atau minyak
·
Teknik pelepasan gips
·
Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
·
Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan
mengenai kulit
·
Gips akan di belah dengan menggunakan gergaji listrik
·
Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips
·
Potong bantalan gips dengan gunting
·
Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas
·
Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim
atau minyak
·
Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuhsesuai program
terapi
·
Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic
perban jika perlu untuk mengontrol pembengkakan.
2.7 Indikasi
·
Immobilisasi dan penyangga fraktur
·
Stabilisasi dan istirahatkan
·
Koreksi deformitas
·
Mengurangi aktivitas pada pada daerah yang terinfeksi
·
Membuat cetakan tubuh orthotic
·
Konsep asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
2.8.1 Pengkajian
Pengkajian secara umum
perlu di lakukan sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda, status
emosional,pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang akan
di pasang gips. Pengkajian fisik bagian tubuh yang akan di gips meliputi status
neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar , dan adanya abrasi. Data yang perlu
di kaji pasien setelah gips di pasang meliputi:
1. Data subyektif: adanya
rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, dan rasa panas pada daerah yang di
pasang gips
2. Data obyektif: apakah
ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi , luka akibat patah
tulang; apakah ada sianosis;apakah ada pendarahan ;apakah ada iritasi
kulit;apakah atau bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh
yang di gips.
2.8.2 Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data pengkajian , diagnosis keperawatan utama pada pasien
yang menggunakan gips meliputi:
1. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips
2. Gangguan rasa nyeri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
3. Keterbatasan pemenuhan kebutuhandiri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
4. Gangguan eleminasi fekal yang berhubungan dengan imobilisasi
5. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan gips
6. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pemasangan gips pada tungkai
7. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pemasangan gips
8. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis terhadap cederta atau gips restriksi
1. Cemas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan prosedur pemasangan gips
2. Gangguan rasa nyeri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
3. Keterbatasan pemenuhan kebutuhandiri yang berhubungan dengan terpasangnya gips
4. Gangguan eleminasi fekal yang berhubungan dengan imobilisasi
5. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan adanya penekanan akibat pemasangan gips
6. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pemasangan gips pada tungkai
7. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pemasangan gips
8. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan ferifer yang berhubungan dengan respons fisiologis terhadap cederta atau gips restriksi
2.8.3 Interfensi dan implementasi keperawatan
1. Cemas berkurang pasien dapat
beradaptasi dengan keadaannya
a) Menunjukan ketenangan
b) Mampu mengekspresikan keadaann ya
c) Menggunakan koping positif
a) Menunjukan ketenangan
b) Mampu mengekspresikan keadaann ya
c) Menggunakan koping positif
2. Klien melaporkan nyeri berkurang
a) Meninggikan ekstremitas yang digips
b) Mereposisi sendiri
c) Menggunakan analgesic sesuai pogram
a) Meninggikan ekstremitas yang digips
b) Mereposisi sendiri
c) Menggunakan analgesic sesuai pogram
3. Kebutuhan diri terpenuhi dengan
maksimal
a) Berpartisipasidalam aktivitas pemenuhan kebutuhan diri
b) Melakukan aktivitas higine secara mandiri dengan bantuan minimal
c) Memenuhi kebutuhan eleminasisecara mandiri dengan bantuan minimal
d) Memenuhimkebutuhan nutrisi secara mandiri dengan bantuan minimal
a) Berpartisipasidalam aktivitas pemenuhan kebutuhan diri
b) Melakukan aktivitas higine secara mandiri dengan bantuan minimal
c) Memenuhi kebutuhan eleminasisecara mandiri dengan bantuan minimal
d) Memenuhimkebutuhan nutrisi secara mandiri dengan bantuan minimal
4. Eleminasi fekal teratur
a) Menunjukan kemampuan mobilisasi
b) Makan tinggi serat
c) Asupan cairan 2500 cc per hari
d) Konsistensi feses lunak
a) Menunjukan kemampuan mobilisasi
b) Makan tinggi serat
c) Asupan cairan 2500 cc per hari
d) Konsistensi feses lunak
5. Memperlihatkan tidak terjadinya
gangguan integritas kulit
a) Tidak menunjukan tanda infeksi sistemik kulit
b) Tidak menunjukan tanda local infeksi kulit
c) Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka
d) Kulit tidak ada kemerahan dan lecet
a) Tidak menunjukan tanda infeksi sistemik kulit
b) Tidak menunjukan tanda local infeksi kulit
c) Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka
d) Kulit tidak ada kemerahan dan lecet
6. Tidak terjadi cedera
a) Melakukan aktivitas secara bertahap
b) Menunjukan penggunaan alat bantu saat aktivitas
a) Melakukan aktivitas secara bertahap
b) Menunjukan penggunaan alat bantu saat aktivitas
7. Memperlihatkan peninggatan
kemampuan mobilitas
a) Menggunakan alat bantu yang aman
b) Berlatih untuk meningkatkan kekuatan otot
c) Mengubah posisi sesering mungkin
d) Melakukan latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang tidak tertutup gips
a) Menggunakan alat bantu yang aman
b) Berlatih untuk meningkatkan kekuatan otot
c) Mengubah posisi sesering mungkin
d) Melakukan latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang tidak tertutup gips
8.
Peredaran darah adekuat pada ekstremitas yang sakit
a) Memperlihatkan warna dan suhu kulit yang normal
b) Mengalami pembekakan yang minimal
c) Memperlihatkan waktu pengisian kapiler yang memuaskan ketika diuji
a) Memperlihatkan warna dan suhu kulit yang normal
b) Mengalami pembekakan yang minimal
c) Memperlihatkan waktu pengisian kapiler yang memuaskan ketika diuji
2.8.4 Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian
dengan cara membandingkan peruubahan keadaan pasien (Hasil yang diamati) dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
T R A K S
I
3.1 Definisi
Traksi tadalah usaha untuk menarik
tulang yang patah untuk mempertahankan keadaan reposisi secara umum traksi
didapatkan dengan penempatan beban berat sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang fraktur. Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan
beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang
patah
3.2 Beban traksi
·
Dewasa = 5
- 7 Kg
·
Anak = 1/13 x BB
3.3 Macam – macam pemakaian traksi
·
Traksi kulit/skin traksi
·
Penarikan tulang yang patah melalui kulit dengan menggunakan skin
traksi, plester. Ex. : traksi Buck,
traksi Bryant.
·
Traksi tulang/traksi skeletal
·
Penarikan tulang yang mengalami fraktur melalui tulang. Ex. : traksi Russel
3.4 Prinsip pemasangan
traksi
·
Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik.
·
Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat
agar reduksi dapat dipertahankan.
·
Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus.
·
Traksi dapat bergerak bebas melalui katrol.
·
Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai.
·
Traksi yang dipasang harus baik dan terasa nyaman.
3.5
Prinsip perawatan traksi
·
Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan
punggung ). Dan aktivitas terapeutik
·
Berikan pijatan lembut pada area luka sesuai dengan toleransi bila
balutan telah dilepas
·
Berikan obat sesuai indikasi
contoh analgesik relaksan otot.
·
Berikan pemanasan lokal sesuai
indikasi.
·
Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan
teknik aseptic dengan tepat.
·
Pertahankan liaen klien tetap
kering, bebas keriput.
·
Anjurkan klien menggunakan
pakaian katun longgar.
·
Dorong klien untuk menggunakan
manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
·
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
·
Identifikasi tanda atau gejala
yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema eritema,dsb
3.6 Keuntungan pemakaian traksi
·
Menurunkan nyeri spasme
·
Mengoreksi dan mencegah deformitas
·
Mengimobilisasi sendi yang sakit
3.7 Kerugian pemakaian traksi
·
Perawatan RS lebih lama
·
Mobilisasi terbatas
·
Penggunaan alat-alat lebih banyak.
·
Proses penyembuhan tulang
Penyembuhan patah tulang adalah
proses biologis alami yang akan terjadi pada setiap patah tulang. pada
permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar fraktur, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost. Fase ini disebut fase
hematom. Hematoma ini akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan
vaskuler hingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di
dalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang saling menempel. Fase
ini disebut fase jaringan
fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patahan tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam
hematom dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel kondroblast yang
membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Sedangkan di tempat
yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini
berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar
foto rontgen.
Pada tahap selanjutnya terjadi
penulangan atau ossifikasi, kesemua ini menyebabkan kalus fibrosa berubah
menjadi kalus tulang. fase ini disebut fase penyatuan klinis. Selanjutnya
terjadi pergantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel tulang yang
mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada tulang.
akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara lamelar seperti tulang normal,
kekuatan kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa dan fase ini disebut fase
konsolidasi.
berdasarkan stadium-stadium penyembuhan terdiri dari :
berdasarkan stadium-stadium penyembuhan terdiri dari :
·
Stadium
penyatuan : absorbsi energi pada tempat fraktur.
penyatuan : absorbsi energi pada tempat fraktur.
·
Stadium
inflamasi : hematoma, nekrosis tepi fraktur, pelepasan sitokin,
jaringan granulasi dalam celah-celah berlangsung sekitar 2 minggu.
inflamasi : hematoma, nekrosis tepi fraktur, pelepasan sitokin,
jaringan granulasi dalam celah-celah berlangsung sekitar 2 minggu.
·
Stadium
reparatif : kartilago dan tulang berdiferensiasi dari periost atau
sel-sel parenkim, kartilago mengalami klasifikasi endokondral, dan
tulang membranosa yang dibentuk oleh osteoblas pada perifer dini
kalus, secara bertahap mengganti kartilago yang berklasifikasi
dengan tulang berlangsung selama satu sampai beberapa bulan.
reparatif : kartilago dan tulang berdiferensiasi dari periost atau
sel-sel parenkim, kartilago mengalami klasifikasi endokondral, dan
tulang membranosa yang dibentuk oleh osteoblas pada perifer dini
kalus, secara bertahap mengganti kartilago yang berklasifikasi
dengan tulang berlangsung selama satu sampai beberapa bulan.
·
Stadium
remodelling : tulang yang berongga-rongga berubah menjadi lamelar
melalui resorpsi dan pembentukan ganda. Tulang cenderung untuk
mempunyai bentuk aslinya melalui remodelling dibawah pengaruh dari
stress mekanik berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
remodelling : tulang yang berongga-rongga berubah menjadi lamelar
melalui resorpsi dan pembentukan ganda. Tulang cenderung untuk
mempunyai bentuk aslinya melalui remodelling dibawah pengaruh dari
stress mekanik berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
·
Gangguan pada proses penyembuhan :
·
Malunion
; adalah suatu keadaan dimana fraktur ternyata sembuh dalam posisi yang kurang sesuai, membentuk sudut atau posisinya terkilir.
; adalah suatu keadaan dimana fraktur ternyata sembuh dalam posisi yang kurang sesuai, membentuk sudut atau posisinya terkilir.
·
Delayed
union : merupakan istilah yang menyatakan proses penyembuhan yang terus berlangsung tetapi kecepatannya lebih rendah daripada biasanya.
union : merupakan istilah yang menyatakan proses penyembuhan yang terus berlangsung tetapi kecepatannya lebih rendah daripada biasanya.
·
Non
union : adalah fraktur yang gagal untuk mengalami kemajuan ke arah penyembuhan, ini disebabkan karena pergerakan yang berlebihan, distraksi yang berlebihan, infeksi dan jaringan lunak terpisah secara parah.
union : adalah fraktur yang gagal untuk mengalami kemajuan ke arah penyembuhan, ini disebabkan karena pergerakan yang berlebihan, distraksi yang berlebihan, infeksi dan jaringan lunak terpisah secara parah.
·
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang tergantung dari :
·
Banyaknya tulang yang rusak.
·
Daerah tulang yang patah.
·
Persediaan pembuluh darah/vaskularisasi di sekitar fraktur untuk
pembentukan kalus.
·
Faktor lain seperti : imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, interposisi
dan gangguan perdarahan setempat
3.8.3 Penyembuhan tulang tidak
terjadi walaupun telah memakan waktu lama. Penyebab antara lain :
·
Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang
menjembatani fragmen
·
Terjadi nekrosa tulang karena
tidak ada aliran darah.
·
Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau penyebab
sitemik yang lain)
·
Faktor klien: Usia klien, Pengobatan yang sedang dijalani, Sistem
sirkulasi, Gizi, Riwayat penyakit
3.9
Konsep asuhan keperawatan
3.9.1 Pengkajian Keperawatan
3.9.1 Pengkajian Keperawatan
Dampak psikologik dan
fisiologik masalah musculoskeletal, alat traksi, dan imobilitas harus
diperhitungkan. Traksi membatasi mobilitas dan kemandirian seseorang.
Peralatannya sering terlihat mengerikan, dan pemasangannya tampak menakutkan.
Kebingungan, disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada pasien yang
terkungkung pada tempat terbatas selama waktu yang cukup lama. Maka tingkat
ansietas pasien dan respon psikologis terhadap traksi harus dikaji dan
dipantau. Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskuler (misal
: warna, suhu, pengisian kapiler, edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan
bergerak) dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Integritas
kulit harus diperhatikan.
Pengkajian fungsi system tubuh harus
dilengkapi sebagai data dasar dan perlu dilakukan pengkajian terus menerus.
Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada system kulit, respirasi,
gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskuler. Masalah tersebut dapat berupa
ulkus akibat tekanan, kongesti paru, statis pneumonia, konstipasi, kehilangan
nafsu makan, satis kemih dan infeksi saluran kemih. Adanya nyeri tekan betis,
hangat, kemerahan, atau pembengkakan atau tanda human positif (ketidaknyamanan
pada betis ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya trombosis
vena dalam. Identifikasi awal masalah yang telah muncul dan sedang berkembang
memungkunkan intervensi segera untuk mengatasi masalah tersebut.
3.9.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan utama paasien karena traksi dapat meliputi yang berikut :
1. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan trauma jaringan syaraf.
Berdasarkan pada pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan utama paasien karena traksi dapat meliputi yang berikut :
1. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan trauma jaringan syaraf.
2. Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
3. Ansietas b/d adanya ancaman
terhadap konsep diri/citra diri
3.9.3 Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
1) Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
Tujuan :
·
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu
mengontrol nyeri, dengan kriteria hasil :
·
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
·
Mengikuti program pengobatan yang diberikan
·
Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervensi :
·
Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10.
Perhatikan respon terhadap obat.
·
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi
dan evaluasi keevektivan intervensi.
·
Motivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan visualisasi.
·
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memvokuskan kembali perhatian, dan
dapat meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
·
Kolaborasi pemberian obat analgesik
·
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.
2.)
Nutisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi dengan KH:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi dengan KH:
·
Makanan masuk
·
BB pasien naik
·
Mual, muntah hilang
Intervensi:
a. Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
b. Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah c. ketertarikan dalam mencoba makan yang disajikan
c. Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
d. Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat di rumah sakit
a. Berikan makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: memberikan asupan nutrisi yang cukup bagi pasien
b. Sajikan menu yang menarik
Rasional: Menghindari kebosanan pasien, untuh menambah c. ketertarikan dalam mencoba makan yang disajikan
c. Pantau pemasukan makanan
Rasional: Mengawasi kebutuhan asupan nutrisi pada pasien
d. Kolaborasi pemberian suplemen penambah nafsu makan
Rasional: kerjasama dalam pengawasan kebutuhan nutrisi pasien selama dirawat di rumah sakit
·
Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Tujuan :
·
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki
rentang respon adaptif, dengan kriteria hasil :
·
Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
·
Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
·
Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
Intervensi :
·
Dorong ekspresi ketakutan/marah
·
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
·
Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
·
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui
penilaian awal juga selama pemulihan
·
Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
·
Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan
membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
·
Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
·
Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan
relaksasi, dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping.
3.9.4
evaluasi
Evaluasi
adalah penilaian dengan cara membandingkan peruubahan keadaan pasien (Hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
·
Kesimpulan
Gips adalah alat
imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat
gips dipasang yang bertujuan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah
agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih kembali dengan
cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut (brunner & sunder, 2000).
Traksi adalah usaha untuk
menarik tulang yang patah untuk mempertahankan keadaan reposisi secara umum
traksi didapatkan dengan penempatan beban berat sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang fraktur.
·
Saran
Dalam melakukan tulisan dan
menjelaskannya kepada orang lain harus mudah dimengerti sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang berbeda dari seharusnya. Begitu juga dalam penulisan
Asuhan keperawatan harus dapat dimengerti dan menjelaskan secara lengkap
apalagi menyangkut penyakit yang berbahaya.
Tulisan yang baik harus didasari
atas kemampuan intelektual dan jiwa seni dalam menulis sehingga pembaca dapat
mengerti dari maksud dan tujuan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual.
(1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume II (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan
Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Soeparman. (1990). Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. JaAkarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar