Senin, 03 Juni 2013

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PENCERNAAN DENGAN KOLESISTITIS DAN KOLELITIASIS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Semakin canggihnya peralatan dan semakinkurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).Beberapa kelainan mempengaruhi system bilier dan menggangu drainase empedu yang normal kedalam duodenum.
Kelainan ini mencakup karsinoma yang menyumbat percabangan bilier dan infeksi pada system bilier. Namun demikian, penyakit kandung empedu dengan batu empedu merupakan kelainan yang paling sering dijumpai pada system bilier. Meskipun tidak semua dari kejadian infeksi pada kandung empedu (kolesistitis) berhubungan dengan batu empedu (kolelitiasis, namun lebih dari 90% penderita kolesistitis akut menderita batu empedu. Akan tetapi, kebanyakan diantara 15 juta orang Amerika yang memiliki batu empedu tidak merasa nyeri dan tidak menyadari adanya batu tersebut. Untuk pedoman terminology yang menyertai kelainan bilier dan prodesur penatalaksanaannya.
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Akan tetapi, kebanyakan diantara 15 juta orang Amerika yang memiliki batu empedu tidak merasa nyeri dan tidak menyadari adanya batu tersebut.
Untuk pedoman terminology yang menyertai kelainan bilier dan prodesur penatalaksanaannya. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan di temukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
B.     Tujuan
  1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa memahami dan mampu mengetahui cara pembuatan Askep pada klien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
  1. Tujuan Khusus
a.       Untuk memahami seperti apa asuhan keperawatan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
b.      Untuk menentukan pengkajian pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
c.       Untuk menentukan diagnosa pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
d.      Untuk menentukan rencana penatalaksanaan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
e.       Untuk menentukan penatalaksanaan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
f.       Untuk menentukan hasil dari penatalaksanaan pada pasien dengan kolesistitis dan kolelitiasis
  1. Manfaat
a.       Untuk masyarakat : sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
b.      Untuk Mahasiswa : diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembandingan tugas serupa.
c.       Untuk Instansi : Agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
d.      Untuk tenaga kesehatan : Makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuahan keperawatan pada kasus yang serupa.








BAB II
PEMBAHASAN

A.          Landasan Teori Kolesistitis
1.   Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
Sumber: google.com
Kandung empedu  merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.

2.   Pengertian Kolelitiasis/koledokolitiasis
Sumber : notarema.blogspot.com
Merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003).
Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu  dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.

3.         Etiologi
Penyebab pasti dari Kolelitiasis/Koledokolitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.( Williams, 2003).

4.         Patofisiologi Kolelitiasis/Koledokolitiasis
Ada dua tipe utama batu empedu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
a.              Batu Pigmen  Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tidak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
b.             Batu Kolesterol
               Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan perdangan dalam kandung empedu.
               Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)























5.         Pathway
 




















6.         Tanda Dan Gejala Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.       Rasa nyeri dan kolik bilier  Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
b.      Ikterus  Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
c.       Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
d.      Defisiensi vitamin  Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002) 


7.         Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.       Radiologi  Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
b.      Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 
c.       Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)  
d.      ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)



e.       Pemeriksaan darah
Ø   Kenaikan serum kolesterol
Ø   Kenaikan fosfolipid
Ø   Penurunan ester kolesterol
Ø   Kenaikan protrombin serum time
Ø   Kenaikan bilirubin total, transaminase
Ø   Penurunan urobilirubin
Ø   Peningkatan sel darah putih
Ø   Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama

8.         Penatalaksanaan Kolelitiasis/Koledokolitiasis
a.       Penatalaksanaan pendukung dan diet
                  Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
Ø    Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
Ø    Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
Ø    Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
Ø  Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Ø    Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b.      Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Ø  Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. 
Ø  Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
Ø  ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
c.       Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi psien mengharuskannya.
Tindakan operatif meliputi :
1.          Sfingerotomy endosokopik
2.       PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
3.       Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
4.       Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1.      Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2.      Foto thoraks
3.      Ektrokardiogram
4.      Pemeriksaan faal hati
5.      Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
6.      Terapi komponen darah
Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati.

B.        Landasan Teori Kolesistitis
1. Definisi
Sumber : cariobat.wordpress.com
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanyamerupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com).
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat (www.medicastore.com). Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk relief  batu empedu sakit) .
2.         Klasifikasi kolesistitis
1.      Kolesistitis Akut
              Kandung empedu (Vesika felea) dapat menjadi tempat infeksi akut (kolesistitis) yang menyebabkan nyeri akut, nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas yang disertai dengan gejala mual serta muntah dan tanda-tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut, keadaan ini dinamakan kolesistitis akut. Apabila kandung empedu berisi pus (nanah), maka keadaan ini disebut empiema kandung empedu.
              Kolesistitis kalkulus terdapat pada lebih dari 90% pasien kolesistitis akut. Pada kolesistitis kalkulus, batu kandung empedu menyambut saluran keluar empedu. Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan suatu reaksi kimia; terjadi suatu otolisis serta edema dan pembeluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga supplai vaskulernya terganggu. Sebagai konsekuensinya dapat terjadi gangren pada kandung empedu disertai perforasi. Bakteri kurang berperan dalam kolesistitis akut, meskipun demikian infeksi sekunder oleh E. colli dan kuman enterik lainnya terjadi pada sekitar 40% pasien.


2.      Kolesistitis kronik
Suatu keadaan dimana mukosa dan jaringan otot polos kandung empedu diganti dengan jaringan ikat, sehingga kemampuan memekatkan empedu hilang. Faktor-faktor lain yang berkaitan yaitu:
a)      Serangan berulang obstruksi duktus sistikus
b)      Nekrosis / iritasi tekanan, ulserasi dan peradangan reaksi local
c)      Invasi bakteri primer : E Coli, Klebsiella, Enterokokus dan Salmonela
3.         Etiologi
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya
a.                      Cedera
b.                     Pembedahan
c.                      Luka bakar
d.                     Sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
e.          Penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat infus dalam jangka waktu yang lama). Sebelum secara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.
f.          Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).



4.         Patofisiologi          
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat  katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.  Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com). Faktor hormon (kehamilan) menyebabkan pengosongan kandung empedu. Akibat statis, terjadilah sumbatan empedu (saluran). Adanya batu akibat statis yang progresif tadi memungkinkan terjadi trauma dinding kandung empedu, hal ini dapat memungkinkan infeksi bakteri lebih cepat.















5.         Tanda dan gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
a.          Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan bagian atas.
b.         Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke bahu kanan.
c.          Biasanya terdapat mual dan muntah.
d.         Penurunan berat badan
e.          Nyeri tekan perut
f.          Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
g.         Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.
h.         Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
i.           Gangguan pencernaan menahun
j.           Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
k.         Sendawa

6.         Komplikasi
a.          Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung empedu.
b.         Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan.
c.          Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan  oleh penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

7.         Pemeriksaan penunjang
a.                Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
b.               Ultrasonografi
 Pemeriksaan kolesistografi oral sebagai prosedur sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaann inidapat dilakukan dengan cepat serta akurat. Prosedur ini akan memberikan hasil yang akurat jika pasien melakukan puasa pada malam hari sehingga kandung empedunya akan berada dalam keadaan distensi. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
c.                Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi
Dalam prosedur ini, preparat radioaktif isuntikkan secara intravena. Preprat ini kemudian di ambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan kedalam sistem biller. Selanjutnya dilakukan  pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan biller.
d.               Kolesistografi
Kolesistografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,berkontraksi serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang di ekskresikan oleh hati dan dipekat dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopque ini. Jika terdapat batu empedu , bayangannya akan tampak pada foto rontgen.
e.                Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik (ERCP)
ERCP atau PTC : untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya abstruksi duktus sistiku

8.         Penatalaksanaan medis
1.                     Penatalaksanaan pembedahan.
Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui laparoskopi.
2.                     Penatalaksanaan nonbedah
 Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk mengurangi insiden episode akut nyeri kandung empedu dan kolesistitis melalui penatalaksanaan pendukung serta diet dan untuk mengilangkan kolesistitis melalui farmakoterapi, prosedur endoskopik serta intervensi bedah.
3.                     Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80%pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibodi. Intervensi bedah harus di tunda sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.
 Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak,nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh.
4.                     Farmakoterapi
 Obat-obatan yang digunakan untuk penderita batu empedu biasanya adalah asam ursodeoksilat (urdafalk) dan kenodioksilat (chenodiol dan chenofalk), yang digunakan untuk melarutkan batu empedu yang berukuran kecil dan terutama tersusun oleh kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu yang baru dicegah

C.     Konsep Asuhan Keperawatan
1.   Asuhan Keperawatan kolelitiasis
a.          Pengkajian
1)      Anamnesa, meliputi:
a)      Nama
b)      Umur pasien (Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan   usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.)
c)      Jenis kelamin (Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.)
d)     Alamat
e)      Pendidikan/pekerjaan
f)       Penanggungjawab pasien
2)      Keluhan utama: (pasien dengan kolesistitis  merasakan nyeri pada perut kanan pada bagian atas)
3)      Riwayat kesehatan, meliputi :
a)         Kesehatan masa lalu (anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau riwayat penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, penah mengalami kolesistitis sebelumnya)
b)         Kesehatan sekarang (merasakan nyeri pada perut kanan pada bagian atas, mual muntah, terjadi ikterus, regusitasi gas;sendawa dan flatus)
c)         Kesehatan keluarga (Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga).
4)      Pola aktivitas sehari-hari
1)      Nutrisi : (menggambarkan konsumsi relatif terhadap kebutuhan metabolik dan suplai gizi, meliputi pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit, rambut, kuku, dan membran mukosa, tinggi, dan berat badan.)
2)      Tidur/istirahat : (karena adanya nyeri, tidur pasien terganggu)
3)      Eliminasi : (menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung kemih, dan kulit); termasuk pola individu sehari-hari, perubahan atau gangguan, dan metode yang digunakan untuk mengendalikan ekskresi.)
5)      Pemeriksaan fisik
1.Keadaan umum pasien :adanya kelemahan sampai sangat lemah, pucat, mual dan muntah, gelisah, , demam.
2. Kulit: berwarna kuning
3. Abdomen : adanya nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan
4. Kaji perubahan gizi-metabolik: penurunan berat badan, anoreksia,  intoleransi lemak, mual dan muntah, dispepsia, menggigil, terabanya kandung empedu
5. Respirasi : takipnea
6. Nadi : takikardi (nadi >80/menit)

6)      Analisa Data

Symtom
Etiologi
Problem
DS :Pasien mengeluh rasa nyeri pada perwat.
DO :sekala nyeri kllien 2 (dari skala 0-4)

Okulosa dan obstruksi dari batu
Obstruksi duktus biliaris
↑ tekanan biliaris
Respon local saraf
nyeri
Nyeriuaty

Ds :Pasien Biasanya Lemah Dalam Beraktifitas
Do : Pada kasus ini klien tampak tidak mau makan dan air yang diminum tidak sesuai kebutuhan
Gangguan gastro intestinal
Mual, muntah, anoreksia
Intake cairan dan nutrisi tidak adekuat
Ketidak seimbangan cairan
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Ds : biasanya klien mengeluh sulit bernafas ketika nyeri kambuh
Do : klien akan tampak pucat-pucat suit bernafas
Tekanan biliaris meningkat
respon Local saraf

Nyeri
Pola nafas tidak efektif

Pola naeas tidak efektif
Ds : klien biasanya bertanya tentang penyakitnya karena tidak tahu
Preoperatif
Kecemasan
Pemenuuhan informasi

Pemenuhan informasi


b.         Diagnosa Keperawatan
1.      nyeri berhubungan dengan respons inflamasi billier, kerusakan jaringan lunak pasca bedah
2.      keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat.
3.      Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri pasca kolisistektomi ada saat ekpansi paru.
4.      Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanye rencana pembedahan dan rencana perawatan rumah.

c.          Intervensi
1.      Dx 1.
Tujuan ; dalam waktu 3 jam pasca-Intervensi nonbedah dan 7 x 24 jam pasca bedah nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi :
Ø   Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi
Ø   Skala nyeri 0-1 (0-4)
Ø   TTV dalam batas normal, wajah pasien Relaks.
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri non parmakologi dan noninvasive
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telan menunjukkan keefektipan dalam mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri keperawatan pada pasien tanpa intervensi bedah, meliputi :
Manajemen nyeri merupakan kunci dari penatalaksanaan pasien pasca bedah.
·         Kaji nyeri pada pendekatan PQRST

·         Berikan posisi fowler

·         Konpres hangant pada area abdomen kanan atas
·         Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul

·         Ajarkan tektik relaksasi pernafasan dalam pada saat nyeri muncul

·         Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
·         Lakukan manajemen sentuhan
·   Pendekatan PQRST dapat secara komperhensip menggalai nyer pasien
·   Posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intraabdominal.
·   Efek dilatasi dinding empedu memberikan respon spasme akam menurun.
·   Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukam untuk memnuhi kebutuhan metabolism basal.
·   Meningkatnya intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri skunder dari iskemia jaringan local.
·   Distraksi atau (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal.
·   Manajemen sentuhan dukungan fisiologis dapat membantu menurunkan nyeri.

Lakuakan manajemen nyeri keperawatan pada pasien pasca intervensi bedah yang meliputi :
·        Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST


·        Atur posisi fisiologis




·        Bantu aktivitas penurunan respon nyeri

·        Beri oksigen 3 L/menit



·   Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4), merupakan peringatan yang perlu diwaspadai pasien karena hal ini memberikan manivestasi klinis yang berpariasi dari komplikasi pasca bedah kolisitektomi.
·   Lokasi iknsisi didaerah subkosta pada pembedahan kandung empedi cenderung membuat pasien tidak ingin membalikkan serta menggerakkan tubuh dan cenderung bernafas dangkal untuk mencegah rasa nyeri.
·   Pleh karena aerasi paru, peningkatan aktivitas secara bartahap diperlukan mencegah komplikasi pasca operativ sehingga pemberian analgesic perlu di dilakukan sesuai resep.
·   Pemberian oksigen sebagai pemeliharaan oksigen optimal dan menurunkan respon nyeri akaibat kekurangan oksigen pasca bedah.
Tingkatan penmgetahuan tentang : sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa nyeri akan berlangsung
Pengertahuan yang dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian :
·        Analgetik

·        intervensi non bedah litotrepsi


·        Pelarutan batu empedu

·        Terapi endoskopi


·        Intervensi bedah


·   Anlgetik membelok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang.
·   Procedural litotropsi atau ESWL ini telah berhasil membelah batu empedu tanpa pembedahan
·   Untuk meklarutkan batu empedu dengan mengimpuskan suatu bahan pelarut (monoktanoin atau metiltertier butyl eter) kedalam batu empedu.
·   Sesudah endoskopi terpasang alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau pavila spingter odi, sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar.
·   Penanganan bedah batu empedu untuk mengurangi keluhan nyeri, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dsan untuk untuk mengatasi kolesistitis akut.

2.      Dx 2 :
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pada pasien non bedah dan 5 x 24 jam pada pasien pasca bedah kolisistektomi akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria Evaluasi :
Ø   Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu
Ø   Menunjukkan peningkatan BB.
Intervensi
Rasional
Kaji status nutrisi pasien ,tugor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual muntah dan diare.

Mempalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tyepat.
·      Kaji pengetahuan pasien tentang integritas nutrisi.
·   untuk meningkatkan pengetahuan kondisi social ekonomi pasien
·      pertahankan kebersihan mulut
·   akumulasi partikel makanan dimulut dapat meningkatkan bau dan rasa tak sedap yang menurunkan napsu makan.
·      Beri diet sesuai kondisi klinik atau tingkat toleransi

·      Beri diet pasca bedah kolesistektomi.
·   Diet yang diharapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak
·   Diet pasien dapat berupa  diet rendah lemak,tinggi karbohidrat dan protei yang diberikan segera setelah pembedah
·      Berikan makanan secara berlahan pada lingkungan yang tenang.
·   Pasien dapat berkonsentrassi pada mekanisme makan tanpa ada distraksi atau adanyan gangguan dari luar.
·      Kolaborasi dengan ahli diet untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat
·   Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi penigkatan kebutuhan energy dan kaloris berhungan dengan metabolis pasien.
·      Monitor perkembangan berta badan
·   Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap intervensi yang diberikan.

3.      Dx 3.
Tujuan ; dalam waktu 1 x 24 jam tiadak terjadi perubahanpola nafas.
Kriteria hasil :
Ø  Laporan secar subjektif tidak sesak nafas bila bernafas optimal tanpa disertai nyeri pada insisi lika.
Ø  RR dalam batas 16-20x/menit
Ø  Pemeriksaan gas arteri.
Ø  Kadar elektrolit normal.
Intervensi
Rasional
Kaji factor penyebab pola nafas tidak efektif
Mengidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari penurunan ekpansi pascabedah kolesistektomi.
Istirahatkan pasien dengan posisi Fowler
Posisi fowler akan meningkatkan posis ekpansi paru optimal.
Manajemen lingkungan tenanga dan batasi pengunjung.
Lingkungan tenaga akan menurunkan stimulus nyeri ekternal dan pembatasan pengunjung akan membanatu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang ada diruangan.
Beri oksigen 3 L/menit
Terapi pemeliharaan untuk kebutuhan oksigenasi.
Ajarkan dan bantu menyagga sekitar luka pasien pada saat latihan nafas dalam
Menurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan intraabdomen skunder dari batuk akan menurunkan stimulus nyeri dan pasien mendapat dukungan, serta kepercayaan diri untuk melakukan pernafasan diafragma karena pada kondisi kliknik sebagian besar pasien pascabedah takut untuk melakukan latiahan pernafasaan diafragma.
Ajarkan mengatur posisi atau menggunakan bantal apabila pasien mengalaminyeri saat melakukan pernafasan dalam.
Posisi disesuaikan toleransi pasien pascabedah.biasakan  posisi fowler atau miring kesisi yang sehat atau duduk dengan menggunakan bantal dapat meningkatkan kepercayaan diri dan menurunkan respon nyeri pada pasien.
Kolaborasi :
·      Plantau data laboraturium analisis gas darah berkelanjutan.

Tujuan intervensi keperawatan pada alkalosis adalah menurunkan pH sistemik sampai batas amandan menanggulangi sebab-sebab alkalosis yang mendasarinya.

4.      Dx 5.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi :
Ø  Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
Ø  Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan apendiktomi dan rencana keperawatan rumah.
Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat social ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sessuai dengan kondisi individu pasien.
Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.
Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi unttuk menurunkan resiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.
Beritahu gejala awal pada pasien yang terdeteksi batu empedu asimtomatik.
Pasien dengan batu empedu tanpa gejala harus dididik untuk mengenali dan melaporkan gejala kolik billier dan pakkreatitis akut.
Anjurkan berolahraga
Olahraga teratur dapat mengurangi frekuensi kolesistektomi.
Jelaskan intevensi nonbedah dengan pelarutan batu empedu.
Intervensi medis ini dilakukan dengan cara menginfuskan cairan palarut batu empedu secara kateter perkutan kekandung empedu.
Jelaskan danlakukan pemenuhan atau persiapan pembedahan, meliputi :
·         Jelaskan tentang pembedahan kolesistektomi




·         diskusikan jadwal pembedakhan.

·         Lakukan pendidikan kesehatan preoperative.



·      Kolesistektomi meruoakan suatu intervensi bedah yang mempunyai tujuan bedah ablative atau melakukan pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit.
·      Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu mulainya pembedahan.
·      Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu dengan mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan dan harapa-harapannya.
Beritahu persiapan pembedahan :
·         Pencukuran area operasi






·         Persiapan puasa

·         Persiapan istirahat dan tidur

·         Persiapan administrasi dan inform concent

·      Pencukuran area operasi dilakukan apabila protol lembaga atau ahli pembedahan mengharuskan kulit untuk dicukur.pasien diberitahu tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalamposisi yang nyaman dan tidak memajan bagian yang tidak perlu.
·      Puasa preoperative idealnya 6-8 jam sebelum intervensi bedah.
·      Istrahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal.
·      Pasien mendapatkan penjelasan dan menandatangani inform concent.
Beritahu pasien dan keluaraga kapan pasien sudah bisa dikunjungi.
Pasien akan mendapatkan manfaat bila mengetahui kapan keluarga dan temannya bisa berkunjung setelah pembedahan.
Beritahu pasien dan keluarga apabila didapatkan perubajhan klinik atau komplikasi untuk segera memeriksakan diri.
Pascakolosectomi tanpa komplikasi. Pasien akan segeraq pulang setelah fungsi usus dan kesadaran normal. Di rumah pasien dann keluarga diajarkan untuk memeriksa sendiri tentang memeriksa nadi dan kondisi balutan.
d.         Implementasi
Sesuai Intervensi
e.          Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan adalah sbb:
a.       Nyeri terkontrol atau teradaptasi
b.      Informasi kesehatan terpenuhi
c.       Intake nutrisi adekuat
d.      Pola nafas efektif
e.       Cairan dan elektrolit seimbang.
f.       Tidak terjadi infeksi pascabedah
g.      Suhu tubuh normal.
h.      Penurunan tingkat kecemasan.

2.   Asuhan Keperawatan kolesistitis
1.         Pengkajian
a)      Anamnesa, meliputi:
Pada anamnesa yang perlu di kaji nama, umur pasien, jenis kelamin, alamat, pendidikan/pekerjaan, dan penanggungjawab pasien.
b)      Keluhan utama
Pada keluhan utama penyakit kolisistitis klien biasanya mengeluh nyeri pada perut bagian kanan dan suhu badan meningkat.
c)      Riwayat Penyakit sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang  saat didata klien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan atas seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan menjalar pada pinggang belakang bagian atas dan pundak atau scapula, nyeri dirasakan terus menerus dan biasanya berkurang bila klien istirahat.
d)     Riwayat kesehatan masa lalu
Pada pengkajian ini perawat menanyakan riwayat penyakit klien sebelumnya.
e)      Pemeriksaan Fisik
2.      Keadaan umum, keadaan klien, tingkat Kesadaran, tanda-tanda vital.
3.       Sistem Penginderaan
Biasanya system penginderaan tidak mengalami gangguan misalnya penglihatan (mata) indera penciuman (hidung), indera perasa (lidah) dan indera pendengaran (telinga). Semuanya berfungsi dengan baik
4.      Sistem Pernapasan
bentuk hidung simetris, biasanya pola nafas tidak tergangu,
5.      Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah dan tekanan nadi, auskultasi bunyi jantung.
6.      Sistem Integumen
Kulit   :  Warna kulit dan tugor kulit
Rambut  :  Warna rambut.
7.      Sistem Genetalia dan Urinaria
Bentuk tidak ada kelainan, pengeluaran uruin bisanya normal.
8.      Sistem Muskulo Skeletal
Bentuk ekstremitas atas dan bawah apakah ada pembengkakan, bentuk dan panjang simetris, tonos otot baik, tidak ada oedema. Klien biasanya mudah lelah dan cape bila melakukan aktivitas.
9.      Sistem Pencernaan
Mulut : biasanya Bibir lembab, tidak lesi, pergerakan lidah baik, pergerakan uvula baik saat mengatakan “ah” reflek menelan baik.
Abdomen : Bentuk abdomen simetris, bising usus  5 – 6 kali/menit, klien biasanya  mengeluh adanya nyeri tekan pada perut bagian kanan atas. Klien mengeluh tidak nafsu makan dan perasaan perut penuh dan mual.






Analisa Data
Symptom
Etiologi
Problem
DS :
Pasien mengeluh badannya terasa panas dan kepalanya pusing.
DO:
·   Su          hu tubuh > 380C
·   Bibir pecah-pecah
·   Keringat banyak keluar.
·   Nadi > 100x/menit
·   Muka tampak merah

Invasi kuman ke dalam tubuh
Melakukan proses peradangan
Bakteri melepas endokrin merangsang tubuh untuk melepas zat pathogen dan oleh leukosit.
Impuls disampaikan ke hypothalamus bagian thermoregulator melalui ductus trofacicus
Suhu tubuh meningkat

Gangguan keseimbangan suhu tubuh hyperthermia
DS :
Pasien merasakan cemas terhadap penyakitnya.
DO :
·      Sering bertanya tentang penyakitnya dan proses pengoatannya kepada perawat.
·      Pasien tampak gelisah
·      Wajah pasien tampak murung

Kantong empedu terinfeksi oleh virus
Terjadi proses peradangan, pembengkakan dan dipenuhi oleh sel-sel radang lymfosit.
merangsang serabut saraf reseptor nyeri untuk mengeluarkan enzim bradikinin dan serotinin.
Nyeri dipersepsikan
Peradangan pada kantong empedu
Menimbulkan penurunan gerak peristaltik usus
Nafsu makan menurun
Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari


DS :
Pasien merasakan cemas terhadap penyakitnya.
DO :
·      Sering bertanya tentang penyakitnya dan proses pengobatannya kepada perawat.
·      Pasien tampak gelisah
·      Wajah pasien tampak murung

Kurang pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan proses perubahannya.
Merupakan stressor bagi pasien
Pasien menjadi cemas

Gangguan rasa aman cemas.
DS :
Pasien mengeluh mudah lelah dan capai bila melakukan aktivitas.
DO :
·      Ekstremitas nampak lemas dan reflek tonus otot (-)
·      Aktivitasnya dibantu keluarga.

Peradangan pada kantung empedu
Menimbulkan nyeri pada abdomen
Pasien sering terjaga
Gangguan istirahat tidur
Adanya nyeri pada perut bagian kanan atas
Menimbulkan persepsi pasien untuk takut banyak bergerak
Atropi otot
Lemah dan capai
ADL menurun

Gangguan pemenuhan ADL


2)       Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan keseimbangan suhu tubuh : Hyperthermi sehubungan dengan adanya proses infeksi oleh virus.
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan adanya penurunan nafsu makan.
3.      Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4.      Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dengan adanya atropi otot.

3)       Intervensi
Dx 1.
Intervensi
Rasional
·        Observasi tanda-tanda vital

·        Berikan kompres dingin atau alkohol pada lipatan paha, leher, ketiak.
·        Anjurkan untuk banyak minum.

·         Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.

·      dapat mendeteksi secara dini tanda-tanda tilik.
·      dapat mempercepat penurunan suhu tubuh.
·      Untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh.
·      Untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal.


Dx 2.
Intervensi
Rasional
·      Kaji kemampuan mengunyah, menelan makanan.
·      Auskultasi bising usus dan catat bila terjadi penurunan bising usus.

·      Timbang berat badan

·       Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering.

·      Beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaanya


·       Dapat menentukan pilihan cara pemberian jenis makanan.
·       Untuk menentukan pemberian makanan dan mencegah komplikasi.
·       Dapat mendeteksi perkembangan berat badan.
·       Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi.
·       Untuk mengetahui sejauhmana pasien memerlukan penjelasan tentang penyakitnya.


Dx 3.
Intervensi
Rasional
·      Beri penjelasan pada pasien tentang penyakitnya dan perawatan.

·      Ajarkan pasien untuk meningkatkan koping mekanisme, dengan cara berdoa

·      Kaji waktu dan lamanya tidur

·      Jelaskan pentingnya istirahat dan tidur bagi kesehatan.

·      Anjurkan pasien untuk tidur pada saat tenang.
·      Ciptakan lingkungan yang tenang dan motivasi pada pasien lain untuk menciptakan suasana tenang pada jam istirajat tidur.

·         Untuk mengetahui sejauh mana pasien memerlukan penjelasan tentang penyakitnya.
·         Dapat mengurangi rasa kecemasan pasien tentang penyakitnya.
·         Untuk menghilangkan kecemasan yang dialami pasien
·         Supaya klien mengetahui arti pentingnya tidur untuk kesehatan.
·         Istirahat tidut klien nyaman.

·         Menciptakan kondisi yang nyaman pada kamar istirahat klien.

Dx 4.
Intervensi
Rasional
·         Beri penjelasan untuk mau menggerakan tubuhnya.
·         Beri latihan aktivitas ringan

·         Anjurkan untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri.

·         Untuk menghilangkan rasa takut pasien untuk bergerak.
·         Untuk mengembalikan fungsi otot
·         Untuk membiasakan pasien aktivitasnya sehari-hari secara mandiri.


a.       Implementasi
Sesui intervensi.
b.      Evaluasi keperawatan
a.       Melaporkan nyeri terkontrol, berkurang atau hilang
b.      Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
c.       Melaporkan mual muntah hilang
d.      Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan prognosis 















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
                 Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk relief  batu empedu sakit)
                 Merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003).
                 Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu  dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.

B.     Saran
1. Untuk masyarakat : makalah ini diharapkan bisa sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan kesehatan
2. Untuk Mahasiswa : diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembandingan tugas serupa.
3. Untuk Instansi : Agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
4. Untuk tenaga kesehatan : diharapkan bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuahan keperawatan pada kasus yang serupa.








  

1 komentar:

  1. Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.

    http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/

    BalasHapus