BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
a. Tuberkolusis
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)
2.
Proses penularan
Tuberkulosis tergolong airborne
disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara
oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat
mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan
dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah
sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang
yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu
keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi
droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di
samping penularan melalui
saluran pernapasan (paling
sering), M. tuberculosis juga
dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit (lebih jarang).
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi
timbulnya masalah .
a. anatomi dan fisiologi
System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea ,
bronkus , sampai dengan alveoli dan
paru-paru
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua
lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara ,
debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan
udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan
makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga bagian
yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian tengah
dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan
laringofaring .(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin),
panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua
bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th
1997, hal 88-89)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama
kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus
kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung
nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga
lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada yang
diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari
arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri
pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru
ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira
1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru
adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam
keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter.
(Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , EVELYN,C, PIERCE , 1995 hal 221 )
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang
mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi ) yang terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses
pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses
aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan
mendorong dinding dada sedikit ke arah luar,
akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada
ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka
udara terdorong keluar. (NI LUH
GEDE.Y.A.SKp.1995.hal 124.
Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91)
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan
tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi
gas melalui membran pernafasan
yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran,
komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2
dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang
berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995
hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997
hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995 .
hal 36-37)
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2 kedalam sel
darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin
sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel
.(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).
b. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang
terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone )
yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya
.( Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah
dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam
dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu
diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun
lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa
muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah
bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar
getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan
lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari
1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi
dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa
membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama
ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi
dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar
melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag
yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses
tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang
biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami
pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain
paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau
usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan
dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini
dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena
penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal.
Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu
600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya
ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.(Hood Al sagaff
dkk:1995;85-86).
4. Tanda dan gejala
Keluhan dapat
bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak adalah :
1. Demam : subfebril, febril (
40-41derajat C) hilang timbul.
2. Batuk : terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang /mengeluarkan produksi
radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulenta (menghasilkan sputum)
3. Sesak nafas : bila sudah lanjut
dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4. Nyeri dada : ini jarang
ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise : ditemukan beripa
anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakir kepala, nyeri otot, keringat
diwaktu malam hari
Pada Atelektasis terdapat
gejala manifestasi klinik yaitu: Sianosis, Sesak nafas, Kolaps. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong kesisi yang
sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.
5.
Gambaran klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu
suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga
memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala
yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan,
gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1.
Gejala respiratorik, meliputi:
a.
Batuk
Gejala batuk
timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula
bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
b.
Batuk darah
Darah yang
dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.
Sesak napas
Gejala ini
ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.
Nyeri dada
Nyeri dada pada
TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a.
Demam
Merupakan
gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang
masa bebas serangan makin pendek.
b.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik
lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya
gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.
6.
Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini
penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi
terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai
berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan
kriteria:
- Dengan atau
tanpa gejala klinik
- BTA
positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologik
sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan
kriteria:
- Gejala klinik
dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif,
biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan
kriteria:
- Bakteriologik
(mikroskopik dan biakan) negatif
-
Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
-
Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
-
Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
7. Pemerikasaan Diagnostik
a.
Kultur sputum
Positif jika ditemukan mikobakterium
tuberkulosis dalam stadium aktif pada
perjalanan penyakit.
b.
Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika ditemukan
bakteri tahan asam.
c.
Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer patch)
Reaksi positif (area
indurasi > 10 mm timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra
kutan) menunjukkan telah terjadinya infeksi dan dikeluarkannya antibodi tetapi
tidak menunjukkan aktifnya penyakit.
d.
Elisa/Western Blot
Dapat menunjukkan adanya
virus HIV.
e.
Rontgen dada
Menunjukkan adanya
infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer
atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan tuberkulosis
meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f.
Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
Positif bila terdapat
mikobakterium tuberkulosis.
g.
Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel
yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
h.
Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung
lokasi dan beratnya infeksi, misalnya hipernatremia yang disebabkan retensi air
mungkin ditemukan pada penyakit tuberkulosis kronis.
i.
Analisa gas darah (BGA)
Mungkin abnormal tergantung
lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j.
Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya
ruang rugi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan
menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa,
hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).
8.
Trapy
Tujuan pengobatan
pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga menecegah kematian, mencegsah
kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid,
Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin,
Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Obat Anti TB Esensial
|
Aksi
|
Potensi
|
Rekomendasi Dosis (mg/kg
BB)
|
||
Per Hari
|
Per Minggu
|
||||
3 x
|
2 x
|
||||
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
|
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal
Bakterisidal Bakteriostatik
|
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
|
5
10
25
15
15
|
10
10
35
15
30
|
15
10
50
15
45
|
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course
(DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen
yaitu:
1.
Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2.
Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur
dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.
Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.
4.
Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.
9.
Panduan obat Tuberkulosis paru
Untuk program
nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan
kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam
program. Untuk itu penderita dibagi dalam
4 kategori sebagai berikut :
1.
Kategori I : Kasus baru
dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis
, TB Milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral,
spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi
kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dsb.
2.
Kategori II : Kasus kambuh
atau gagal dengan dahak tetap positif.
3.
Kategori III : Kasus dengan
dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru
selain yang disebut dalam kategori I.
4.
Kategori IV : Tuberkulosis
Kronik.
a.
panduan obat kategori I
Dimulai
dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari
selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai
fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase
intensif diperpanjang 2–4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1
bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase
lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya
adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis
dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7
bulan hingga total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase
lanjutan ialah 6 HE.
b.
panduan obat kategori II
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Biula setelah fase intensif
dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan
dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan
HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 byulan dahak nmasih
tetap posistif maka pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa biakan dan
uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila
penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive
terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase
lanjutan dapat diubah seperti kategori I
dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka
fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan
resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil.
Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila
tidak dapat dilakukan pengawasabn.
c.
panduan obat kategori III
2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3
d.
panduan obat IV
Prioritas
pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilabn pengobatan kecil sekali.
Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H
saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu
(penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten
atau obat lapis kedua seperti quinolobn, ethioamide, sikloserin, amikasin,
kanamisin dsb.
10.
PENATALAKSANAAN :
·
Penyuluhan
·
Pencegahan
·
Pemberian obat-obatan :
1.
OAT (obat anti tuberkulosa) :
2.
Bronchodilatator
3.
Expektoran
4.
OBH
5.
Vitamin
·
Fisioterapi dan rehabilitasi
·
Konsultasi secara teratur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar