Senin, 03 Juni 2013

LAPORAN PENDAHULUAN TB

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    KONSEP DASAR 
1.      Definisi
a.       Tuberkolusis 
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)
2.      Proses penularan
         Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
         Di   samping    penularan    melalui    saluran    pernapasan    (paling   sering),  M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

3.      Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah .
a.       anatomi dan fisiologi  
System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus , sampai dengan alveoli  dan paru-paru
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th 1997, hal 88-89) 
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin  B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum  mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter. (Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , EVELYN,C, PIERCE , 1995 hal 221 )
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi ) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1.      Ventilasi  pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar,  akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali,  maka udara terdorong keluar.  (NI LUH GEDE.Y.A.SKp.1995.hal 124.  Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91)                            
2.      Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3  atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi  gas melalui membran pernafasan  yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang  berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997  hal 93 .Hood .Alsegaff  th 1995 . hal 36-37)
3.      Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).
b.      Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung  kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .( Sylvia.A.Price.1995.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif  yaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.(Hood Al sagaff dkk:1995;85-86). 
4.      Tanda dan gejala
Keluhan dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak adalah :
1.      Demam : subfebril, febril ( 40-41derajat C) hilang timbul.
2.      Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang /mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulenta (menghasilkan sputum)
3.      Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
4.      Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5.      Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakir kepala, nyeri otot, keringat diwaktu malam hari
Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu: Sianosis, Sesak nafas, Kolaps. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong kesisi yang sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diagfragma menonjol keatas.
5.      Gambaran klinik

Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan  bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:

1.      Gejala respiratorik, meliputi:
a.              Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.              Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.              Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.             Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2.      Gejala sistemik, meliputi:
a.                   Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b.                  Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
6.      Klasifikasi

Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.

Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1.      TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
-     Dengan atau tanpa gejala klinik
-     BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
-     Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2.      TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
-     Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
-     BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3.      Bekas TB Paru dengan kriteria:
-     Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
-          Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
-          Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
-          Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
7.      Pemerikasaan Diagnostik
a.              Kultur sputum
Positif jika ditemukan mikobakterium tuberkulosis dalam stadium   aktif pada perjalanan penyakit.
b.             Ziehl-Neelsen (pewarnaan terhadap sputum)
Positif jika ditemukan bakteri tahan asam.
c.              Skin test (PPD, Mantoux, Tine, Vollmer patch)
Reaksi positif (area indurasi > 10 mm timbul 48 – 72 jam setelah injeksi antigen intra kutan) menunjukkan telah terjadinya infeksi dan dikeluarkannya antibodi tetapi tidak menunjukkan aktifnya penyakit.
d.             Elisa/Western Blot
Dapat menunjukkan adanya virus HIV.
e.              Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
f.              Pemeriksaan histologi/kultur jaringan
Positif bila terdapat mikobakterium tuberkulosis.
g.             Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan  terjadinya nekrosis.
h.             Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi, misalnya hipernatremia yang disebabkan retensi air mungkin ditemukan pada penyakit tuberkulosis kronis.
i.               Analisa gas darah (BGA)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
j.               Pemeriksaan  fungsi  paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang rugi, meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim/fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis).
8.      Trapy
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga menecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:

Obat Anti TB Esensial
Aksi
Potensi
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per Hari
Per Minggu
3 x
2 x
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal Bakterisidal Bakteriostatik
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah
5
10
25
15
15
10
10
35
15
30
15
10
50
15
45
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course  (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1.         Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2.         Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3.         Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4.         Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5.         Pencatatan dan pelaporan yang baku.
9.      Panduan obat Tuberkulosis paru
Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi dalam  4 kategori sebagai berikut :
1.             Kategori I        : Kasus baru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dsb.
2.             Kategori II       : Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.
3.             Kategori III     : Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam kategori I. 
4.             Kategori IV     : Tuberkulosis Kronik.

a.    panduan obat kategori I
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari  selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2–4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7 bulan hingga total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.
b.    panduan obat kategori II
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Biula setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 byulan dahak nmasih tetap posistif maka pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori  I dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasabn.
c.    panduan obat kategori III
2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3
d.     panduan obat  IV
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilabn pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten atau obat lapis kedua seperti quinolobn, ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dsb. 
10.  PENATALAKSANAAN :
·         Penyuluhan
·         Pencegahan
·         Pemberian obat-obatan :
1.      OAT (obat anti tuberkulosa) :
2.      Bronchodilatator
3.      Expektoran
4.      OBH
5.      Vitamin
·         Fisioterapi dan rehabilitasi

·         Konsultasi secara teratur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar