BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria
merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk
berkembangbiak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan
parasit malaria. Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu,
kelembaban, arah dan kecepatan angin, ketinggian. Salah satu faktor lingkungan
yang juga mempengaruhi peningkatan kasus malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan bakau di
pinggir pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya hanya
tinggal di hutan, dapat berpindah di pemukiman manusia, kerusakan hutan bakau
dapat menghilangkan musuh-musuh alami nyamuk sehingga kepadatan nyamuk menjadi
tidak terkontrol.
Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah Indonesia Timur
khususnya NusaTenggara Barat. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesulitan
mendiagnosis secara cepat dan tepat. Berdasarkan hasil evaluasi Program
Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis
malaria, yang dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan Mataram, dari 19
laboratorium di NTB yang mengevaluasi menggunakan preparat positif malaria,
hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar. Kepentingan
untuk mendapatkan diagnosis yang cepat pada penderita yang diduga menderita
malaria merupakan tantangan untuk mendapatkan uji/metode laboratorik yang
tepat, cepat, sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis.
Peranan keendemikan (endemisitas)
malaria, migrasi penduduk yang cepat, serta berpindah-pindah (traveling)
dari daerah endemis, secara tidak langsung mempengaruhi masalah diagnostik
laboratorik maupun terapi malaria. Perubahan gambaran morfologi parasit
malaria, serta variasi galur (strain), yang kemungkinan disebabkan oleh
pemakaian obat antimalaria secara tidak tepat (irasional), membuat masalah
semakin sulit terpecahkan bila hanya mengandalkan teknik diagnosis mikroskopis.
Ditambah lagi rendahnya mutu mikroskop
dan pereaksi (reagen) serta kurang terlatihnya tenaga pemeriksa,
menimbulkan kendala dalam memeriksa parasit malaria secara mikroskopis yang
selama ini merupakan standar emas (gold standard) pemeriksaan
laboratoris malaria.
Penelitian terbaru telah mengembangkan
metode diagnostik yang dapat diperbandingkan dengan metode yang lazim
(konvensional). WHO bersama para ilmuwan, ahli laboratorik, serta peklinik
mengembangkan alat uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDTs)
yang mudah dilakukan, tepat, sensitif, dan sesuai biaya (cost-effective).
Sebagian besar RDTs malaria
menggunakan asas imunokromatografi yang menggunakan antibodi monoklonal yaitu HRP-2
(Histidine Rich Protein) untuk Plasmodium falciparum dan pLDH
(parasite Lactate Dehydrogenase) untuk mengetahui Plasmodium
vivax sebagai indikator infeksi.
Ada beberapa antigen malaria yang dapat
digunakan sebagai sasaran (target) pemeriksaan ini, yaitu: HRP-2, pLDH, dan
Plasmodium aldolase. HRP-2 adalah protein larut air yang
dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit Plasmodium falciparum dan
dikeluartekankan (diekspresikan) di membran sel eritrosit. HRP-2 banyak
dihasilkan oleh Plasmodium falciparum, sehingga merupakan sasaran
(target) antigen utama dalam membuat uji diagnostik cepat malaria. pLDH adalah
enzim glikolitik di Plasmodium sp, yang dihasilkan pada tahap seksual
dan aseksual parasit.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hasil uji diagnostik metode imunokromatografi diperbandingkan dengan
pemeriksaan laboratorik mikroskopis malaria. Diharapkan hasil penelitian ini
dapat berguna dan memberikan sumbangan serta masukan bagi perkembangan
teknologi diagnostik laboratoris malaria.
B. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan sistem pencernaan pada
anak dengan malaria.
- Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan
pengkajian pada klien dengan malaria.
b. Agar mahasiswa mampu
melakukan intervensi dan implementasi pada klien dengan malaria.
c. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan evaluasi pada klien dengan
malaria.
C.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis pada
anak dengan malaria adalah sebagai berikut :
1. Untuk masyarakat : sebagai bahan informasi untuk
menambah pengetahuan kesehatan
2. Untuk Mahasiswa : di harapkan makalah ini dapat
bermanfaat sebagai bahan pembanding tugas serupa.
3. Untuk Insatansi : agar tercapainya tingkat kepuasan
kerja yang optimal
4.
Untuk tenaga
kesehatan : makalh ini bisa di jadikan bahan acuan untuk melakuakan tindakan
asuhan keperawatan pada kasus yang serupa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Dasar Teori
1.
Pengertian/Definisi
Malaria
adalah suatu penyakit infeksi yang menginvasi sistem hematologi melalui vektor
nyamuk yang terinfeksi protozoa
plasmodium. (Arif Muttaqin, dkk, 2011)
Malaria
adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa
genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer,
2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).
Malaria
adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2009)
Penyakit
malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang
termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk
Anopheles spp. (www.depkes.go.id)
Malaria
adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh protozoa
(genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999).
2.
Etiologi
Malaria
paling sering di sebabkan oleh gigitan nyamuk spesies Anopheles betina yang terinfeksi dengan spesies dari protozoa genus
plasmodium. Terdapat lima spesies paling umum yang memberikan pengaruh ceddera
terhadap manusia (fernandez, 2009), yaitu sebagai berikut.
a.
Plasmodium
Falcifarum
b.
Plasmodium
Vivax
c.
Plasmodium
Ovale
d.
Plasmodium
Malariae
e.
Plasmodium
Knowlesi
Plasmodium Knowlesi, baru-baru ini di identifikasi
di Asia tenggara sebagai patogen bermakna secara klinis pada amanusia
(Cox-Singh, 2008) (Arif Muttaqin, dkk, 2011).
Gambar 2.1
nyamuk spesies Anopheles betina
3.
Jenis-jenis Malaria
Sesuai dengan penyebab malaria di
bedakan berdasarkan jenis plasmodiumnya. (Arif Muttaqin, dkk, 2011)
JENIS
MALARIA
|
||
Jenis
|
Penyebab
|
Klinis
|
Malaria Tropika
|
Plasmodium Falcifarum
|
Malaria tropika adalah jenis
malaria yang paling berat, di tandai dengan panas yang iriguler, anemia,
splenomogali, parasitemia, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14
hari. Malaria ini menyerang semua bentuk eritrosit. Plasmodium Falcifarum menyerang
sel darah merah seumur hidup. Infeksi plasmodium falcifarum sering sekali
menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak
tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat
obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat
dan infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Murphy, 1996)
|
Malaria Kwartana
|
Plasmodium
malariae
|
Plasmodium malariae mempunyai
tropozoit yang serupa dengan plasmodium vivak, lebih kecil dan sitoplasmanya
lebih kompak/lebih biru.tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampia
hitam dan terkadang mengumpul sampai terbentuk pita. Skizon plasmodium
malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/rosate.
Bentuk gametosit sangat mirip dengan plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
(Cunha, 2008)
Ciri-ciri demam tiga hari sekali
setelah puncak 48 jam. Gejala lain adalah nyeri pada kepala dan punggung,
mual, pembesaran limpa, dan melaise umum. Komplikasi jarang terjadi, namun
dapat terjadi seperti sindrome nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal
lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria,
hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi (Dorsey, 2000)
|
Malaria Ovale
|
Plasmodium
Ovale
|
Malaria tersiana (plasmodium
Ovale) bentuknya mirip plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8
merozoid dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di
pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi plasmodium
ovale dimana biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale
merupakan bentuk yang paling ringan dari semua bentuk malaria yang di
sebabkan oleh plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walaupun priode
laten sampai 4 tahun. Serangan proksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih
dari 10 kali walaupun tanpa terapi dan terjadi pada amalam hari ( Busch,
2003)
|
Malaria Tersiana
|
Plasmodium
Vivax
|
Malaria tersiana (plasmodium
vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari
eritrosit noramal, bentuknya mirip dengan plasmodium falcifarum, namun
seiring dengan maturasi, tropozoid vivax berubah menjadi amoeboid. Terjadi
atas 12-24 merozoid ovale dan pigment kuning tengguli. Gametosit berbentuk
aval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksternis, pigmen kuning. Gejala
malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria
dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam 72 jam
(karmona, 2009).
|
4.
Proses Kehidupan
Plasmodium
Sebagaimana makhluk
hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang meliputi:
a.
Metabolisme (pertukaran zat).
Untuk proses
hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari haemoglobin sel
darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang
terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu
indikator dalam identifikasi.
b.
Pertumbuhan.
Yang dimaksud
dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang meliputi perubahan
bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini
mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies,
menjadi bervariasi.Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium
parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan
darah. Ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya
tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan
darah yang berbeda.
c.
Pergerakan.
Plasmodium bergerak
dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki palsu
(pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih jelas
terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini
dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
d.
Berkembang biak.
Berkembang biak
artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru.
5.
Karakteristik Nyamuk
Menurut
Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina
Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang
terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah
ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang
nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang
bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002,
hal 103). Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a.
Hidup di daerah tropic dan sub
tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b.
Menggigit antara waktu senja (malam
hari) dan subuh hari
c.
Biasanya tinggal di dalam rumah, di
luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah)
d.
Jarak terbangnya tidak lebih dari
2-3 km
e.
Pada saat menggigit bagian
belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f.
Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1
minggu .
g.
Lebih senang hidup di daerah rawa
6.
Faktor Host
Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit Malaria
a. Umur
Anak-anak
lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria, terutama pada anak dengan gizi
buruk (Rampengan T.H., 2000). Infeksi akan berlangsung lebih hebat pada usia muda atau sangat muda karena belum
matangnya system imun pada usia muda sedangkan pada usia tua disebabkan oleh
penurunan daya tahan tubuh misalnya oleh karena penyakit penyerta seperti
Diabetes Melitus (Weir D.M., 1987). Perbedaan angka kesakitan malaria pada
berbagai golongan umur selain dipengaruhi oleh faktor kekebalan juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti pekerjaan , pendidikan dan migrasi
penduduk (Departemen Kesehatan RI,2000).
b. Jenis
kelamin
Perbedaan
angka kesakitan malaria pada anak laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh
faktor pekerjaan, migrasi penduduk dan lain-lain (Departemen Kesehatan., RI
1991).
c. Riwayat
malaria sebelumnya
Orang
yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk imunitas
sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria. Contohnya penduduk asli
daerah endemik akan lebih tahan dibandingkan dengan transmigran yang dating
dari daerah non endemis (Dachlan Y.P., 1986 : Smith, 1995 : Maitland, 1997)
d. Ras
Beberapa
ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap
malaria, misalnya “siekle cell anemia” merupakan kelainan yang timbul karena
penggantian asam amino glutamat pada posisi 57 rantai hemoglobin. Bentuk
heterozigot dapat mencegah timbulnya malaria berat, tetapi tidak melindungi
dari infeksi. Mekanisme perlindungannya belum jelas, diduga karena eritrosit Hb
S (sickle cell train0 yang terinfeksi parasit lebih mudah rusak di system
retikuloendothelial, dan/atau karena penghambatan pertumbuhan parasit akibat
tekanan O2 intraeritrosit rendah serta perubahan kadar kalium intra sel yang
akan mengganggu pertumbuhan parasit atau karena adanya akulasi bentuk heme
tertentu yang toksik bagi parasit (Nugroho A., 2000). Selain itu penderita
ovalositosis (kelainan morfologi eritrosit berbentuk oval) di Indonesia banyak
terdapat di Indonesia bagian timur dan sedikit di Indonesia bagian barat.
Prevalensi ovalosis mulai dari 0,25 % (suku Jawa) sampai 23,7 % suku Roti
(Setyaningrum, 1999).
e. Kebiasaan
Kebiasaan
sangat berpengaruh terhadap penyebaran malaria. Misalnya kebiasaan tidak
menggunakan kelambu saaat tidur dan senang berada diluar rumah pada malam hari.
Seperti pada penelitian di Mimiki Timur, Irian Jaya ditemukan bahwa kebiasaan
penduduk menggunakan kelambu masih rendah (Suhardja, 1997)
f. Status
gizi
Status
gizi ternyata berinteraksi secara sinergis dengan daya tahan tubuh. Makin baik
status gizi seseorang, makin tidak mudah orang tersebut terkena penyakit . Dan
sebaliknya makin rendah status gizi seseorang makin mudah orang tersebut
terkena penyakit (Nursanyoto, 1992).
Pada
banyak penyakit menular terutama yang dibarengi dengan dengan demam, terjadi
banyak kehilangan nitrogen tubuh. Nitorgen tubuh diperoleh dari perombakan
protein tubuh. Agar seseorang pulih pada keadaan kesehatan yang normal,
diperlukan peningkatan dalam protein makanan. Penting diperhatikan pula bahwa
fungsi dari dari semua pertahanan tubuh membutuhkan kapasitas sel-sel tubuh
untuk membentuk protein baru. Inilah sebabnya maka setiap defesiensi atau
ketidak seimbangan zat makanan yang mempengaruhi setiap system protein dapat
pula menyebabkan gangguan fungsi beberapa mekanisme pertahanan tubuih sehingga
pada umumnya melemahkan resistensi host. Malnutrisi selalu menyebabkan
peningkatan insiden penyakit-penyakit infeksi dan terhadap penyakit yang sudah
ada dapat meningkatkan keparahannya (Maria, 1992).
g. Sosial
ekonomi
Faktor
social ekonomi sangat berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk mencukupi
kebutuhan dasarnya seperti : sandang, pangan dan papan. Semakin tinggi sosisla
ekonomi seseorang semakin mudah pula seseorang mencukupi segala kebutuhan
hidupnya termasuk di dalamnya kebutuhan
akan pelayanan kesehatan, makanan yang bergizi serta tempat tinggal yang layak
dan lain-lain . Menurut Biro Pusat Statistik, semakain tinggi status social
ekonomi seseorang maka pengeluaran cenderung bergeser dari bahan makanan ke bahan
non makanan. Jadi faktor social ekonomi seperti kemiskinan, harga barang yang
tinggi, pendapatan keluarga rendah, dan produksi makanan rendah merupakan
resiko untuk terjangkitnya malaria (Wirjatmadi B., 1985).
h. Immunitas
Immunitas
ini merupakan suatu pertahanan tubuh. Masyarakat yang tinggal di daerah endemis
malaria biasanya mempunyai imunitas yang alami sehingga mempunyai pertahanan
alam terhadap infeksi malaria.
7.
Patofisiologi
Pasien malaria biasanya memperoleh infeksi di daerah
endemik melalui gigitan nyamuk. Vektor, spesies nyamuk Anopheles, melewati
plasmodia, yang terkandung dalam air liur masuk ke dalam tubuh manusia saat nyamuk tersebut
menghisap darah
Hasil infeksi tergantung pada imunitas host. Individu
dengan kekebalan dapat secara spontan menghapus parasit. Pada mereka yang tidak
memiliki kekebalan, parasit, memperluas infeksi. Sejumlah kecil parasit menjadi
gametocytes, yang
mengalami reproduks,
seksual ketika diisap oleh nyamuk. Hal ini dapat berkembang menjadi infeksi
sporozoites. yang
terus berkembang menjadi siklus transmisi baru setelah menggigit ke dalam host
baru. Secara
garis besar semua jenis plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu
tetap sebagian di tubuh manusia dan sebagian di tubuh
nyamuk.
Kondisi masuknya sporozit ke dalam tubuh
manusia, maka akan terjadi siklus malaria yang terdiri atas siklus eksoeritrosit, siklus
eritrosit, dan siklus sporogonik (CDC, 2009).
a. Siklus eksoeritrosit.
Siklus ini terjadi di dalam tubuh manusia
dan terjadi di dalam hati. Penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi
parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya memasukkan sporozoit ke dalam
peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim pada sel hepatosit di parenkim
hati. Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan. Setelah 6-9 hari skizon menjadi
dewasa dan pecah dengan melepaskan beribu-ribu merozoit. Sebagian merozoit
memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian
lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau diam di hati. Dalam
waktu 48-72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang dilepaskan dapat
memasuki siklus dimulai kembali.
b. Siklus eritrosit.
Fase eritrosit dimulai dan
merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut
menjadi trofozoit-skizonmerozoit. Setelah 2-3 generasi merozoit dibentuk,
sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi
sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan
masa tunas dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya
gejala klinis demam.
c. Siklus sporogonik.
Siklus ini terjadi di dalam tubuh nyamuk (sporogoni).
Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi
bentuk-bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak akan berkembang lalu
mati bila tidak diisap oleh Anopheles betina.
Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigot, yang kemudian
melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang menjadi okista. Dalam
waktu 3 minggu, sporozoit kecil akan memasuki kelenjar ludah nyamuk.
Di dalam vaskular, protozoa bereplikasi di dalam sel
dan menginduksi sitolisis sel darah merah menyebabkan pelepasan produk
metabolik toksik ke dalam aliran darah dan memberikan gejala, seperti menggigil, sakit kepala,
mialgia, dan malaise. Kondisi ini terjadi dalam siklus eritrosit. Parasit juga
dapat menyebabkan ikterus dan anemia. Plasmodium. falciparum merupakan
jenis yang paling berbahaya dari lima spesies plasmodium karena dapat
menyebabkan gagal ginjal, koma, dan kematian. Kematian akibat malaria dapat
dicegah. jika
perawatan yang tepat dicari dan diimplementasikan.
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat
menghasilkan bentuk yang tidak aktif tetapi masih tetap ada dalam hati orang yang
terinfeksi dan muncul di lain waktu.
Parasit memperoleh energi mereka semata-mata dari
glukosa dan mereka mencernanya 70 kali lebih cepat dari sel darah merah yang mereka
tempati sehingga menyebabkan insufisiensi insulin (Gambar 2.2) yang akan memberikan manifestasi penurunan intake
glukosa jaringan. Kondisi ini akan memberikan dampak terhadap hipoglikemia
intrasel dan
ekstrasel.
Hipoglikemia intrasel akan dilanjutkan dengan respons
peningkatan glukogenesis dan glukoneogenesis yang memberikan manifestasi
pemecahan lemak dan perubahan sintesis protein. Peningkatan pemecahan lemak
akan meningkatkan produksi keton yang juga akan meningkatkan risiko terjadinya
ketoasidosis diabetikum. Perubahan sintesis protein akan meningkatkan risiko
kaheksia, letargi, dan terjadi penurunan gama globulin yang juga meningkatkan
risiko infeksi akibat kerusakan jaringan kulit.
Pada hipoglikemi ekstrasel akan memberikan manifestasi
peningkatan osmotik plasma dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh ginjal.
Pada kondisi peningkatan osmotik plasma akan terjadi dehidrasi sel yang
berlanjut pada koma hiperglikemi. Respons dari peningkatan pengeluaran glukosa
oleh ginjal akan menyebabkan diuresis osmotik dengan manifestasi poliuri,
polidipsi, hipokalemi, dan hiponatremi.
Plasmodia juga menyebabkan lisis dari sel darah merah
(baik yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi), penekanan proses hematopoiesis, dan peningkatan pembersihan sel
darah merah oleh limpa yang menyebabkan kondisi anemia serta splenomegali.
Seiring waktu, malaria dan infeksi juga dapat menyebabkan trombositopenia.
Kondisi malaria akan memberikan berbagai masalah
keperawatan yang muncul pada pasien (Gambar 2.3) dan memberikan implikasi pada asuhan keperawatan.
Masalah keperawatan yang muncul berhubungan dengan pelepasan produk metabolik
toksik ke dalam aliran darah yang memberikan berbagai manifestasi pada respons
sistemik, respons intestinal, respons sistem saraf pusat, respons
kardiorespirasi, dan muskuloskeletal.
8.
Pathway
9.
Komplikasi
Komplikasi yang lazim terjadi pada malaria terutama
yang disebabkan oleh Plasmodium falcifarum adalah
sebagai berikut.
a. Koma (malaria serebral).
Koma pada malaria meliputi kondisi penurunan
kesadaran, perubahan status mental, dan kejang. Kondisi koma malaria merupakan
kondisi paling umum yang menyebabkan kematian pada pasien dengan penyakit
malaria. Jika tidak diobati, komplikasi ini sangat mematikan. Gejala malaria
serebral mirip dengan ensefalopati toksik.
b. Kejang (sekunder baik untuk hipoglikemia atau serebral
malaria).
c. Gagal ginjal akut.
Sebanyak 30% dari orang dewasa yang terinfeksi dengan Plasmodium
falciparum menderita gagal ginjal akut (Hanson, 2009).
d. Hipoglikemia.
e. Hemoglobinuria (blackwater fever).
Kondisi hemoglobinuria ditandai dengan urine sangat
gelap yang merupakan manifestasi dari hemolisis, hemoglobinemia yang berlanjut
pada hemoglobinuria dan hemozoinuria.
f. ARDS, edema paru nonkardiogenik.
Kondisi ini paling sering terjadi pada wanita hamil
dan menyebabkan kematian pada 80% pasien (Perez-Jorge, 2009). •
g. Anemia.
h. Pendarahan (koagulopati).
10. Manifestasi Klinis
a. Plasmodium
vivax ( malaria tertiana )
1) Meriang
2) Panas dingin
menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah
gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
3) Keringat
dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan
lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
b. Plasmodium
falcifarum ( malaria tropika )
1) Meriang
2) Panas dingin
menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah
gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu setelah infeksi)
3) Keringat
dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan
lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
c. Plasmodium
malariae ( malaria kuartana )
1) Meriang
2) Panas dingin
menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari
setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap
3 hari )
3) Keringat
dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan
lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi
d. Plasmodium
ovale ( jarang ditemukan ).
Dimana
manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
1) Meriang
2) Panas dingin
menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah
gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
3) Keringat
dingin
4) Kejang-kejang
5) Perasaan
lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
11.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana
penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis),
uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita.
Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria
atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak
dapat dilakukan.
Diagnosis definitif demam malaria
ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita.
Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak
menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial
dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis
membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi
(sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1)
Waktu pengambilan sampel harus tepat
yaitu pada akhir periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini
jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur
sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2)
Volume yang diambil sebagai sampel
cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk
sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3)
Kualitas perparat harus baik untuk
menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4)
Identifikasi spesies plasmodium
5)
Identifikasi morfologi sangat
penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai
dasar pemilihan obat.
b.
QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi
yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan
mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik
pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang
dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies
plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.
c.
Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis
didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium
maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium
teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan
enzim immunoassay.
d.
Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler
digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah
penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
12.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus-
kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay
& Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut :
a.
Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi
dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose
500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan
pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b.
Malaria Ovale
Berikan kinin dan
doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau
mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6
jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di
kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c.
Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin
1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3
tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250
mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a) Anamnesa
Keluhan utama pada pasien malaria bervariasi sesuai
dengan siklus yang terjadi di dalam tubuh pasien. Pada pengkajian, perawat
mungkin mendapatkan keluhan utama demam. Serangan klasik demam tiba-tiba
dimulai dengan periode menggigil yang berlangsung selama sekitar 1-2 jam dan
diikuti dengan demam tinggi. Setelah itu akan terjadi penurunan suhu tubuh
secara berlebihan disertai diaforesis dan suhu tubuh pasien turun menjadi
normal atau di bawah normal. Menurut Dorsey (2000) terdapat trias klasik
malaria yang terbagi dalam 3 periode. (Arif
Muttaqin, dkk, 2011)
Trias Klasik Malaria (Malaria Proxysm)
|
|
Fase
|
Klinis
|
Fase dingin
|
Pada
fase ini pasien terlihat menggigil dan kedinginan, pasien sering membungkus
diri dengan selimut dan pada saat menggigil disertai badan bergetar, pucat
sampai sianosis. Fase ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur
|
Fase hipertermi
|
Perubahan
integumen dengan muka menjadi merah, kulit ppanas dan kering. Perubahan TTV
dengan nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 400C atau lebih,
respirasi meningkat. Perubahan sistemik dengan adanya nyeri kepala,
mual-muntah, gejala syok (takanan darah menurun), penurunan tingkat kesadaran
menjadi delirium dan kejang. Fase ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai 2 jamatau lebih, di ikuti dengan keadaan berkeringat.
|
Fase diaforesis
|
Pasien
berkeringat mulai dari kening, di ikuti seluruh tubuh, sampai basah sampai
seluruh tubuh, temperatur turun, pasien kemudian keletihan dan kemudian
tertidur. Bila pasien bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan aktivitas
rutin seperti biasa.
|
(Dimodifikasi
dari Dorsey G, Gandhi M, Oyugi JH, Rosenthai PJ., 2000)
|
Keluhan klinis sistemik secara umum yang mengikuti, meliputi batuk, cepat letih,
malaise, nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia), dan peningkatan
produksi keringat (setiap 48 atau 72 jam, tergantung pada spesies). Keluhan
sistemik lainnya bisa didapatkan adanya anoreksia dan letargi, mual dan muntah, sakit
kepala, serta ikterus mungkin didapatkan pada beberapa kasus.
Pada riwayat
kesehatan, pengkajian awal yang penting bagi perawat untuk ditanyakan adalah
apakah pasien pernah pergi atau diam di tempat endemik malaria. Kebanyakan
pasien tinggal di atau baru saja bepergian ke daerah endemik, namun beberapa
kasus dilaporkan setiap tahun di mana pasien tidak memiliki riwayat perjalanan
tersebut (misalnya kendaraan daran atau air yang pernah singgah atau melewati
daerah endemik).
Pengkajian
lainnya adalah untuk menentukan status kekebalan pasien, seperti umur, alergi,
kondisi-kondisi medis lainnya, obat lain, dan status kehamilan.
Pengkajian
psikososial terutama ditujukan dalam penurunan kecemasan dan pemenuhan
informasi.
b) Pemeriksaan
Fisik
Secara umum
pasien terlihat sangat sakit, terdapat perubahan status kesadaran yang semakin
menurun sesuai dengan tingkat keaktifan kuman dalam
tubuh. TTV biasanya mengalami perubahan seperti takikardia, hipertermi,
peningkatan frekuensi napas, dan penurunan tekanan darah.
Bl :
Fungsi
pernapasan biasanya tidak ada masalah, tetapi pada malaria falcifarum dengan komplikasi akan didapatkan adanya perubahan takipnu dengan penurunan
kedalaman pernapasan, serta napas
pendek pada istirahat dan aktivitas.
B2 : Pada fase demam akan
didapatkan takikardia, tekanan darah menurun, kulit hangat, dan diuresis
(diaforesis) karena vasodilatasi. Pucat dan lembap
berhubungan dengan adanya anemia, hipovolemia, dan penurunan aliran darah. Pada
pasien malaria dengan komplikasi berat sering didapatkan adanya tanda-tanda syok hipovolemik dan tanda DIC.
B3 :
Sistem neuromotorik biasanya tidak ada masalah. Pada beberapa kasus pasien terkihat gelisah dan ketakutan. Pada kondisi yang lebih berat
akan didapatkan adanya perubahan tingkat kesadaran dengan manifestasi disorientasi,
delirium, bahkan koma. Pada
beberapa kasus pasien dengan adanya perubahan elektrolit sering didapatkan adanya kejang.
B4 :
Sistem perkemihan biasanya tidak masalah, tetapi pada saat fase demam
didapatkan adanya penurunan produksi urine, sedangkan
pada fase lanjut didapatka adanya poliuri sekunder dari perubahan glukosa darah.
B5 :
Pada inspeksi didapatkan gangguan pencernaan, seperti mual dan muntah,
diare atau konstipasi. Pada auskultasi
didapatkan penurunan bising usus. Pada perkusi didapatkan adanya timfani abdomen. Pada palpasi abdomen sangat
sering didapatkan acaura splenomegali.
B6 :
Pada pengkajian integumen didapatkan adanya tanda-tanda anemia dan ikterus. Pada
pemeriksaan muskuloskeletal didapatkan adanya
keletihan dan kelemahan fisik umum, malaise, dan penurunan kekuatan otot.
c) Pemeriksaan
Diagnostik
1)
Pemeriksaan imunoserologis.
Pemeriksaan imunoserologis didesain
baik untuk mendeteksi
antibody spesifik terhadap parasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium. Teknik ini terus dikembangkan
terutama menggunakan radio immunoassay dan enzim
immunoassay.
2)
Pemeriksan Biomolekuler.
Pemeriksaan biomolekuler
digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/plasmodium dalam darah
penderita malaria. Tes ini menggunakan DNA lengkap, yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
d) Penatalaksanaan
Medis
Intervensi medis disesuaikan
dengan kondisi klinis pada pasien malaria. Tujuan pemberian terapi, meliputi
hal-hal sebagai berikut.
1)
Intervensi darurat.
·
Rehidrasi dengan pemberian IVFD.
·
Tranfusi RBC (red blood cells)
·
Mengatasi hiponatremi dan hipokalemi.
·
Monitor dan mengobati hipoglikemia.
·
Monitor kasus malaria dengan penurunan daya tahan tubuh (pada anak-anak,
kehamilan, imunodefisiensi).
·
Perawatan di ruang intensif (koagulopati atau kegagalan organ akhir,
malaria serebral, penurunan kesadaran, kejang berulang, koma).
2)
Terapi malaria.
·
Malaria Tersiana/Kuartana.
Biasanya ditanggulangi
dengan kloroquin, namun jika pasien resisten perlu ditambahkan mefloquin dosis
tunggal 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul
dengan pemberian primaquin 15 mg/hari selama 14 hari).
·
Malaria Ovale. . •
Berikan kinin dan doksisklin
(hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari) atau mefloquin (2 dosis
dari masing-masing 15 dan 10 mg/kg dengan interval 4-6 jam).
Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet) yang biasanya
dikombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
·
Malaria falcifarum.
Kombinasi sulfadoksin 1000
mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet.
Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari
selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.
e) Analisa
Data
Symtom
|
Etiologi
|
Masalah
|
Ds :
·
Klien biasanya mengeluh badannya panas
·
Orangtua Klien biasanya mengatakan panasnya kurang
lebih 2-4 hari dirumah
·
Klien biasanya susah tidur
Do :
·
Keadan umum : lemah
·
Wajah pasien biasanya kemerahan dan suhu tubuhnya 39,50C
·
Nadi : 98 x / menit
·
Pernapasan : 28 X /menit
|
Pelepasan produksi metabolik toksik
kedalam aliran darah
↓
Respon inflamasi sistemik
↓
Hipertermi
|
Hipertermi
|
Ds :
·
Klien biasanya mengeluh pusing.
Do :
·
Klien akan terlihat sesak dan pucat
·
Suhu 39,5-400C
|
Anemia hipovolemi
↓
Penurunan aliran darah dan penurunan
imunitas
↓
Penurunan perfusi jaringan
|
Penurunan perfusi jaringan
|
Ds :
Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan mual.
Do :
·
Klien akan terlihat gelisah
·
Suhu 39,5-400C
·
Klien biasanya terlihat lemas dan keringat dingin
|
Anemia hipovolemi
↓
Penurunan aliran darah dan penurunan
imunitas
↓
Resiko tinggi gangguan elektrolit
|
Resiko tinggi gangguan elektrolit
|
Ds :
·
Klien biasanya mengatakan tidak ada nafsu buat makan
Do :
·
Klien akan terlihat kurus dan lemas.
·
Porsi makanan yang disediakan, biasanya hanya ¼
porsi yang dihabiskan
·
Berat badan pasien biasanya menurun dari sebelumnya.
|
Respon intestinal
↓
Mual, muntah, anoreksia dan penurunan
motilitas
↓intake nutrisi tidak adekuat
konstipasi
↓
Nutrisi kurang darikebutuhan tubuh
|
Nutrisi kurang darikebutuhan tubuh
|
Ds :
·
Klien biasanya mengeluh badannya panas
Do :
·
Biasanya leukosit dalam batas tidak normal
·
Suhu badan : 39,50C
·
Nadi : 98 x/menit
·
Pernapasan : 28 X/menit
·
Kulit biasanya tanpak kotor
|
Anemia hipovolemi
↓
Penurunan aliran darah dan penurunan
imunitas
↓
Resiko infeksi
|
Resiko infeksi
|
Ds :
·
Klien biasanya mengeluh nyeri pada seluruh badan
·
Klien biasanya mengatakan badanya terasa lemas
Do :
·
Klien akan terlihat gelisah
·
Tidur kurang dari 6 jam
·
Sering terjaga
|
Resiko inflamasi sitemik
↓
Mialgia dan Artralgia
↓
Nyeri
|
Nyeri
|
Ds :
·
Orang tua biasanya bertanya – tanya tentang penyakit
anaknya.
·
Orang tua akan mengatakan khawatir tentang
penyakit anaknya.
Do :
·
Klien akan terlihat cemas atau ketakutan
·
Klien akan tampak gelisah.
·
Orang tua biasanya tampak gelisah.
|
Invasi kuman ke hepatosit
↓
Malaria
↓
Respon psikososial
↓
Cemas
|
Cemas
|
2.
Diagnosa
Keperawatan
a)
Hipertermia b/d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek
langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
b)
Perubahan perfusi jaringan b/d anemia, penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
c)
Aktual/resiko
tinggi gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi) b/d diuresis osmotik,
diaforesis
d)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake makanan yang tidak adekuat,
anoreksia, mual/muntah.
e)
Resiko
tinggi infeksi b/d penurunan sistem kekebalan tubuh
f)
Nyeri
dan ketidaknyamanan b/d resfon inflamasi sistemik, mialgia, artralgia, diaforesis.
g)
Kecemasan
b/d kondisi sakit, prognosis penyakit malaria falciparum
h)
Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya
pemajanan, kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
3.
Rencana Keperawatan
Hipertermia b/d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek
langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam terjadi penurunan suhu tubuh
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang di berikan
2. Klien mampu termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah di
berikan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Evaluasi TTV pada setiap pergantian sif atau setiap ada keluhan dari
klien
|
Sebagai pengawasan
terhadap adanya perubahan keadaan umum klien sehingga dapat di lakukan
penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat
|
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang cara menurunkan suhu tubuh
|
Sebagai data dasar
untuk memberikan intervensi selanjutnya.
|
Lakuakan tirah bafring total
|
Penurunan aktivitas
akan menurunkan laju metabolisme yang tinggi pada fase akut, dengan demikian
akan membantu menurunkan suhu tubuh
|
Beri kompres dengan hangat pada daerah aksila, lipat paha dan temporal
bila terjadi panas
|
Dapat membentu
mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin dapat menyebabkan kedinginan
dan menggigil. Selain itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.
|
Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat seperti
katun.
|
Pengeluaran suhu tubuh
seecara evaporasii berkisar 22% dari pengeluaran suhu tubuh. Pakaian yang
mudah menyerap keringan sangat efektif meningkatkan efek dari evaporasi.
|
Anjurkan keluarga untuk melakukan masase pada ekstermitas.
|
Masase di lakukan untuk
meningkatkan aliran darah ke perifer dan terjadi vasodilatasi perifer yang
akan meningkatkan efek evaporasi. Penggunaan cairan penghangat seperti minyak
kayu putih dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas intervensi masase.
|
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.
|
Antipiretik bertujuan
untuk memblok respons panas sehingga suhu tubuh klien dapat lebih cepat
menurun.
|
Perubahan
perfusi jaringan b/d anemia,
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan
nutrien dalam tubuh.
|
|
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam terjadi penurunan tingkat kesadaran dan
dapat mempertahankan Cardiac Output secara
adekuat guna meningklatkan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
1.
Klien tidak mengeluh pusing
2. TTV dalam batas normal, tidak terjadi sesak, mual dan muntahtanda
diaforesis dan pucat/sianosis hilang, akral hangat, kulit segar, produksi
urine >30 ml/jam, respon verbal baik, EKG Normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji status mental klien secara teratur.
|
Mengetahui derajat
hipoksia pada otak.
|
Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
|
Menurunkan kerja
miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektivitas dari perfusi
jaringan.
|
Panatau terhadap kecendrungan tekanan darah, mencatat perkembangan
hipotensi, dan perubahan pada tekanan nadi.
|
Hipotensi akan
berkembangbersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
|
Perhatikan kualitas dan kekuatan dari denyut perifer.
|
Pada awalnya nadi cepat
dan kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat
karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan
vasokontriksi perifer.
|
Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadran pasien yang
menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah, Confuse/bingung, apatis, samnolen).
|
Bukti aktual terhadap
penurunan aliran darah ke jaringan serebral adalah adanya perubahan respons
sensori dan penurunan tingkat kesadaran pada fase akut. Adanya kegagalan
harus di lakuakan monitoring yang ketat.
|
Kurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons valsava /
aktivitas.
|
Respons valsava akan
meningkatkan beban jantung sehingga akan menurunkan curah jantung ke otak.
|
Catat adnya keluhan pusing
|
Keluhan pusing
merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke jaringan otak.
|
Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pemberian transfusi darah
PRC (packed red cells).
|
Jalur yang paten
penting untuk pemenuhan lisis darah sebagai intervensi kedaruratan.
|
Aktual/resiko tinggi
gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi) b/d diuresis osmotik,
diaforesis
|
|
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi hiponatremi atau kondisi
hiponatremi dan hipokalemi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
1.
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri
kepal, mual dan muntah, GCS : 4, 5, 6.
2. TTV dalam batas normal.
3. Klien tidak mengalami defisit neurologis.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji faktor penyebab dari situasi atau keadaan individu dan
faktor-faktor yang dapat menurunkan osmolalitas serum.
|
Kehilangan natrium yang
mengakibatkan defletional hyponatremia dapat
disebabkan oleh mekanisme ginjal dan nonginjal. Kehilangn garam melalui
nonginjal terjadi pada kehilangan volume cairan seperti pada muntah, diare,
atau diaforesis yang berlebihan.
|
Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
|
Panas merupakan refleks
dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan oksigen akan
menunjang peningkatan TIK/ICP (Intracranial
Pressure).
|
Bantu pasien untuk membatasi muntah dan batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apbila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
|
Aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan intrkarnial dan intraabdominal. Mengeluarkan nafas
sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava.
|
Perttahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.
|
Perubahan kepala pada
satu sisi dapat menimbulakan penekanan pada vena jugularis dan menghambat
aliran darah otak sehingga dapat meningkatkan tekanan intrakarnial.
|
Bantu pasien jika batuk atau muntah.
|
Aktivitas ini dapat
meningkatkan intratoraks atau tekanan dalam toraks dan tekanan pada abdomen
dimana aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan TIK.
|
Observasi tingkat kesadaran dengan
GCS.
|
Perubahan kesadaran
menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan
penyakit.
|
Kolaborasi :
· Pemberian oksigen sesuai indikasi
· Berikan cairan intrvena jenis NaCL
· Berikan obat deuretik osmotic contohnya : mannitol, furoscide
|
·
Mengurangi
hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah
dan menaikkan TIK.
·
Pemenuhan
natrium secara intravena akan meningkatkan kadar natrium ke sirkulasi otak
·
Diuretik
mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari brain cells dan
mengurangi edema cerebral dan TIK.
|
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
|
Adanya perubahan TTV
secara cepat dapat menjadi pencetus aritmia pada klien hipokalemi.
|
Berikan diet sumber kalium
|
Sumber-sumber kalium
termasuk buah dan sari buah, sayur-sayuran segardan beku,daging segar,dan
makanan olahan. Sementara itu pisang, aprikot, jeruk, avokad,
kacang-kacangan, kismis, kentang merupakan pengganti garam yang mengandung 50
sampai 60 mEq kalium.
|
Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakadekuatan intake nutrisi
sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal
|
|
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam klien akan mempertahankan kebutuhan
nutrisi yang adekuat.
Kriteria Hasil :
1. Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu,menunjukkan peningkatan BB.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji pengetahuan klien tentang intake nutrisi
|
Tingkat
pengetahuandipengaruhi olehkondisi sosial ekonomi klien. Perawat menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu klien. Dengan mengetahui
tingkat pengetahuan tersebut, perawat dapat lebih terarah dalam memberikan
pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan klien secara efesien dab efedktif.
|
Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat
masukan makanan pasien.
|
Peran perawat dalam
mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
|
Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
|
Dapat meningkatkan
masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi atau kontrol.
|
Observasi dan catat kejadian mual atau muntah dan gejala lain yang
berhubungan.
|
gejalaGI dapat
menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
|
Monitor perkembangan berat badan.
|
Penimbangan berat badan
dilakuakan sebagai evaluasi terhadap intervensi yang di berikan.
|
Resiko tinggi infeksi
b/d penurunan sistem kekebalan tubuh
|
|
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi infeksi berhubungan
dengan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradanganm sistemik
2. Leukosit dalam batas normal
3. TTV dalam batas normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau terhadap kecendrungan peningkatan suhu tubuh.
|
Demam yang di sebabkan
oleh endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda-tanda penting
yang merefleksikan perkembangan status syok/penurunan perfusi jaringan.
|
Amati adanya menggigil dan diaforesis
|
Menggigil sering kali
mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
|
Observasi tanda-tanda penyimpangan kondisi/kegagalan untuk memperbaiki
selama masa terapi.
|
Dapat menunjukkan
ketidaktepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
|
Berikan obat anti malaria sesuai petunjuk.
|
Dapat membasmi atau
memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum.
|
Pantau pemeriksaan laboratoris.
|
Identifikasi terhadap
penyebab jenis infeksi malaria.
|
Nyeri dan
ketidaknyamanan b/d respons inflamasi sistemik, mialgia, artralgia,
diaforesis.
|
|
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terjadi penurunan keluhan nyeri dan
ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil :
1.
Secara objektif melaporkan nyeri berkurang atau
dapat diadaptasi
2.
Skal nyeri 0-1 (0-4). Dapat mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
3. Klien tidak gelisah
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasif.
|
Pendekatan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan kesepakatan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.
|
Lakukan manajmen nyeri keperawatan.
· Istirahatkan klien pada saat nyeri muncul
· Ajarkanteknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul
· Manajmen lingkungan
1. Lingkungan tenang
2. Batasi pengunjung
3. Istirahatkan klien
|
·
Istirahat
secara fisikologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
·
Meningkatkan
intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia spina.
·
Lingkungan
tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan perifer.
|
Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
|
Pengetahuan mengenai
hal yang akan di rasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
|
Kecemasan b/d kondisi
sakit,prognosis penyakit malaria falcifarum
|
|
Tujuan : secara objektif melaporkan rasa cemas berkurang
Kriteria Hasil :
1.
Klien
mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat.
2.
Klien
dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya koping dan perubahan
koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi.
3.
Klien
dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar.
4.
Klien
dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor respon fisik, seperti kelemahan, perubahan tanda vital, dan
gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal
selama komunikasi.
|
Digunakan dalam
mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/konsentrasi, khususnya ketika
melakukan komunikasi verbal.
|
Anjurkan klien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan
rasa takutnya.
|
Kesempatan
diberikan pada klien untuk mengekspresikan rasa takutdan kekhawatiran tentang
akan merasa malu akibat kurang kontrol terhadap eliminasi usus. Ketakutan
akan rasa malu ini sering menjadi masalah utama.
|
Catat redaksi dari klien atau keluarga. berikan kesempatan untuk
mendiskusikan perasaannya atau konsentrasinya dan harapan masadepan.
|
Anggota keluarga dengan
responnya padaa apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada
perawat.
|
Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu,
seperti nonton TV.
|
Meningkatkan distraksi
dari pikiran klien dengan kondisi sakit.
|
Kurang pengetahuan
mengenai penyakit, prognesis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya
pemajanan, kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
|
|
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah
di informasikan.
Kriteria Hasil :
1.
Klien
mampu mengulang kembali informasi penting yang di berikan.
2.
Klien
terlihat termotivasi terhadap informasi yang di jelaskan.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan,
kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya dan suasana yang tepat).
|
Keberhasilan proses
pembelajaran di pengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional dan lingkungan yang
kondusif.
|
Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
|
Memberikan
pengetahuan dasar dimana pasien membuat pilihan.
|
Berikan informasi mengenai terapi obat-obatan, interaksi obat, efek
samping, dan ketaatan terhadap program.
|
Meningkatkan pemahaman
dan kerjasama dalam penyembuhan serta mengurangi kambuhnya komplikasi
|
Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan
seimbang
|
Perlu untuk penyembuhan
optimal dan kesejahteraan umum.
|
Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal
|
Mencegah pemenatan,
penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
|
Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan
|
Membantu mengontrol
pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
|
Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan .
|
Penggunaan terhadap
pencegahan terhadapinfeksi.
|
4.
Implementasi
Sesuai dengan intervensi
5.
Evaluasi
Hasil yang di harapkan pada asuhan
keperawatan pada anak dengan malaria meliputi :
a)
Penurunan
suhu tubuh
b)
Terpenuhinya
perfusi jaringan
c)
Tidak
terjadi gangguan elektrolit
d)
Terpenuhinya
kebutuhan nutrisi
e)
Tidak
terjadi infeksi
f)
Tidak
mengeluh nyeri dan peningkatan perasaan nyaman
g)
Kecemasan
berkurang atau teradaptasi
h)
Terpenuhinya
kebutuhan pengetahuan individu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Malaria adalah suatu
penyakit infeksi yang menginvasi sistem hematologi melalui vektor nyamuk yang
terinfeksi protozoa plasmodium. (Arif Muttaqin, dkk, 2011)
Malaria adalah penyakit
yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium
yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi
parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium
yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Terdapat
lima spesies paling umum yang memberikan pengaruh cedera terhadap manusia
(fernandez, 2009), yaitu sebagai berikut.
1.
Plasmodium
Falcifarum
2.
Plasmodium
Vivax
3.
Plasmodium
Ovale
4.
Plasmodium
Malariae
5.
Plasmodium
Knowlesi
Plasmodium Knowlesi, baru-baru ini di identifikasi
di Asia tenggara sebagai patogen bermakna secara klinis pada amanusia
(Cox-Singh, 2008) (Arif Muttaqin, dkk, 2011).
Sesuai
dengan penyebab malaria di bedakan berdasarkan jenis plasmodiumnya. (Arif
Muttaqin, dkk, 2011)
Pasien malaria biasanya memperoleh infeksi di daerah
endemik melalui gigitan
nyamuk.
Vektor, spesies nyamuk Anopheles, melewati
plasmodia, yang terkandung dalam air liur masuk ke dalam tubuh manusia saat nyamuk tersebut
menghisap darah.
Hasil infeksi tergantung pada imunitas host. Individu
dengan kekebalan
dapat secara
spontan menghapus parasit. Pada mereka yang tidak memiliki kekebalan, parasit, memperluas infeksi. Sejumlah kecil parasit menjadi gametocytes,
yang mengalami reproduks, seksual ketika diisap oleh nyamuk. Hal ini dapat
berkembang menjadi infeksi sporozoites. yang terus berkembang menjadi siklus transmisi baru
setelah menggigit ke dalam host baru. Secara garis besar semua jenis plasmodium memiliki
siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia dan sebagian di tubuh
nyamuk.
B.
Saran
Diharapkan oleh penulis adalah penulis
lebih memahami prosester jadinya penyakit malaria
pada anak, penyebab, klasifikasi, tanda
dan
gejala sampai pengobatan yang tepat sesuai
dengan
keadaan
penyakit
klien
dan rasional sesuai
dengan
fakta yang ada. Selain itu diharapkan dengan adanya makalah ini
dapat membantu teman-teman dalam mengenal dan memahami penyakit malaria
secara
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin.
2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien
Gangguan Gastrointestinal. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Salemba Medika.
http://dimas-nursehalut.blogspot.com/2010/08/askep-malaria-pada-anak.html
makasih infonya.....
BalasHapusSAMA_SAMA :)
BalasHapusTERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG...
wah, sangat bermanfaat kak..
BalasHapusterima kasih infonya ^^
izin ambil sdikit referensi dr sini ya Kak ^^