Jumat, 14 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN GANGUAN SISTEM THT DENGAN DIAGNOSA MEDIS AFASIA DAN PARAU


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan yaitu, bicara spontan, komprehensi, menamai, repetisi ( mengulang), membaca dan menulis.
Bahasa merupakan instrument dasar bagi komunikasi pada manusia dan merupakan dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat defisit pada sistem berbahasa, penilaian faktor kognitif seperti memori verbal. Interpretasi pepatah dan berhitung lisan menjadi sulit dan mungkin tidak dapat dilakukan. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa sangat penting. Bila terdapat gangguan hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi pasien.
Gangguan berbahasa tidak mudah di deteksi dengan pemeriksaan yang tergesa-gesa. Pemeriksaan perlu meningkatkan pengetahuan menganai pola gangguan berbahasa.
B.     Rumusan Masalah
-          Apa definisi dari Afasia ?
-          Sebutkan etiologi dari Afasia!
-          Bagaimana  masnifestasi klinis dari Afasia ?
-          Bagaimana penatalaksanaan untuk Afasia ?
-          Sebutkan pemeriksaan penunjang untuk Afasia!
-          Bagaimana WOC  untuk Afasia !
-          Bagaimana asuhan keperawatan untuk Afasia ?
C.    Tujuan
4  Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Afasia
4  Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi dari Afasia
4  Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari Afasia
4  Mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan penunjang untuk Afasia
4  Mahasiswa dapat mengetahui WOC untuk Afasia
4  Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan untuk Afasia
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
AFASIA

A.    DEFINISI
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa
Afasia adalah gangguan fungsi bahasa yang disebapkan cedera atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemapuan membaca dan menulis dengan baik, demikian juga bercakap-cakap, mendengar berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Akhirnya digunakan gambaran afasia yang diprsentasikan. Kira-kira 1-1,5 juta orang dewasa diamerika mengalami kecacatan kronik afasia.(Brunner & Suddart)

B.     ETIOLOGI
Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.
Stroke, tumor otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan berbahasa.





C.    PATOFISIOLOGI
Afasia dapat terjadi sekunder terhadap cedera otak atau degenerasi dan melibatkan belahan otak kiri ke tingkat yang lebih besar dari kanan.. Fungsi Bahasa lateralizes ke kiri di belahan 96-99% orang kidal dan 60% dari orang kidal. Orang kidal yang tersisa, sekitar satu setengah belahan bumi memiliki dominasi bahasa campuran, dan sekitar satu setengah memiliki belahan kanan dominasi individu Waktu-tangan. Dapat mengembangkan afasia setelah lesi baik dari belahan bumi, tetapi gejala dari cedera otak kiri mungkin lebih ringan atau lebih selektif daripada yang terlihat pada orang kidal. Kebanyakan aphasias dan gangguan terkait akibat stroke, cedera kepala, tumor otak, atau penyakit degeneratif. Substrat neuroanatomic pemahaman bahasa dan produksi yang kompleks, termasuk input auditori dan bahasa decoding dalam lobus temporal superior, analisis pada lobus parietal, dan ekspresi dalam lobus frontal, turun melalui saluran corticobulbar ke kapsul internal dan otak, dengan modulatory efek dari ganglia basal dan serebelum.

D.    TANDA DAN GEJALA
E.     PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
1)                  Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan.
2)                  Kelancaran berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini diperiksa secara khusus ilnpat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang ringan iiImii pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes knlnncaran, menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat dlproduksi selama jangka waktu yang terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu satu menit, ulnu menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S atau huruf B dalam satu menit.
Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia. Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik, dengan variasi I    5 - 7.
Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan simpang baku 4,5.
Kemampuan ini menurun menjadi 17 (+ 2,8) pada usia 70-an, dan menjadi 15,5 (± 4,8) pada usia 80-an. Bila skor kurang dari 13 pada orang normal di bawah usia 70 tahun, perlu dicurigai adanya gangguan dalam kelancaran berbicara verbal. Skor yang dibawah 10 pada usia dibawah 80 tahun, sugestif bagi masalah penemuan kata. Pada usia 85 tahun skor 10 mungkin merupakan batas normal bawah.
Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P. Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya penurunan kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati  monginterpretasi tes ini  pada  pasien dengan  tingkat   pendidikan  tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Pemeriksaan Pemahaman (Komprehensi) Bahasa Lisan
Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal Pemeriksaan klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman (komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan menunjuk.
Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa.
Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai pada yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami. Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya: mengambil pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada pasien dengan apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik;   hal  ini  harus diperhatikan oleh pemeriksa).
Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji, vulpen, geretan. Suruh pasien menunjukkan salah sntu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian suruhan dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian vulpen. Pasion tanpa afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih objek pada suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1 atau 2 objek saja. Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah objek yang hams ditunjuk, sampai jumlah berapa  pasien selalu gagal.
Ya atau tidak.   Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk pertanyaan yang dijawab dengan "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah    ialah    50%,   jumlah    pertanyaan    harus    banyak,    paling   sedikit 6 pertanyaan, misalnya   :
"Andakah yang bernama Santoso?"
"Apakah AC dalam ruangan ini mati ?"
"Apakah ruangan ini kamar di hotel ?"
"Apakah diluar sedang hujan?"
"Apakah saat ini malam hari?"
Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan kemudian meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu", kemudian "tunjukkan gelas yang ada disamping televisi".
Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang mampu menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat memberikan gambaran kasar mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komprehensi adalah kompleks.

Pemeriksaan Repetisi (Mengulang)
Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang, mula-mula kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat). Jadi, kita ucapkan kata atau angka, dan kemudian pasien disuruh mengulanginya.

Cara Pemeriksaan
Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian lebih sulit.  Contoh:
  • Map
  • Bola
  • Kereta
  • Rumah Sakit
  • Sungai Barito
  • Lapangan Latihan
  • Kereta api malam
  • Besok aku pergi dinas
  • Rumah ini selalu rapi
  • Sukur anak itu naik kelas
  • Seandainya si Amat tidak kena influensa

Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah tatabahasa, kelupaan dan penambahan.
Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata.
Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun ada juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik daripada berbicara spontan.
Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan  mengulang  mempunyai  kelainan  patologis  yang   melibatkan daerah peri-sylvian. Bila kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.
Umumnya  daerah   ekstra-sylvian   yang  terlibat  dalam   kasus   afasia tanpa  defek  repetisi terletak di  daerah  perbatasan  vaskuler (area  water-shed).

Pemeriksaan Menamai Dan Menemukan Kata
Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi berbahasa. Hal ini sedikit-banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang digunakan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini disebut anomia.
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan yang jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun lamban dan tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia pada objek yang jarang dijumpainya.

Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, ia dapat dibantu dengan memberikan    suku    kata    pemula    atau    dengan    menggunakan    kalimat penuntun. Misalnya: pisau. Kita dapat membantu dengan suku kata pi                   Atau dengan kalimat: "kita memotong daging dengan          ". Yang penting kita nilai ialah sampainya pasien pada kata yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek). Ada pula pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya (sirkumlokusi) namun tidak dapat menamainya. Misalnya bila ditunjukkan kunci ia mengatakan : "Anu ... itu...untuk masuk rumah...kita putar".
Cara pemeriksaan. Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan  nama  beberapa  objek juga  warna  dan   bagian  dari   objek tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata,  kemudian  bagian  dari  arloji  (jarum  menit,  detik),  lensa  kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan:   Objek yang ada di ruangan: meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh:  mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu. Bagian dari objek:    jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca mata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban atau tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada perseverasi. Disamping meng­gunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.
Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut dari antara beberapa nama objek.Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.
Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa bagian frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca.
Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme di daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks secara anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan tugas-tugas terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.

Pemeriksaan Sistem Bahasa
Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi (mengulang) dan menamai (naming).
Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu pula diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau kandal).Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia, dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya, karena aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).

Pemeriksaan Penggunaan Tangan (Kidal Atau Kandal)
Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan. Mula-mula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian, mengobservasi cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau kidal. Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau, melempar bola, dsb.
Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya. Spektrum penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan kidalnya hampir sama (ambi-dextrous)

Pemeriksaan berbicara - spontan
Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien berbicara spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita, kita dapat memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal.
Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut : Coba ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai pekerjaan anda serta hobi anda.
Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:
  1. Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme,
    intonasi bicara terganggu).   Pada afasia sering ada gangguan ritme dan
    irama (disprosodi).
  2. Apakah   ada   afasia,    kesalahan   sintaks,   salah    menggunakan   kata
    (parafasia,  neologisme), dan perseverasi.  Perseverasi sering dijumpai
    pada afasia.
Parafasia. Parafasia ialah men-substitusi kata. Kita mengenai 2 jenis parafasia, yaitu parafasia semantik (verbal) dan parafasia fonomik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu kata dengan kata yang lain misalnya: "kucing" dengan "anjing".    Parafasia fonemik, ialah mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.
Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya sangat terbatas atau hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa, ayaa, aaai, Hi".
Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas kemampuan bicaranya, namun bila ia marah, beremosi tinggi, keluar ucapan makian yang cara mengucapkannya cukup baik.
Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.
Didapatkan berbagai jenis afasia, masing-masing mempunyai pola abnormalitas yang dapat dikenali, bila kita berbincang dengan pasien serta melakukan beberapa tes sederhana.

Pada Semua Pasien Dengan Afasia Didapatkan Juga Gangguan Membaca Dan Menulis (Aleksia Dan Agrafia)
Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu bicara spontan, mengulang (repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan menulis.
Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.
Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau kurang difahami, dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak begitu sadar akan kekurangannya.
Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau afasia ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.
Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas   bahasa.   Pasien   sama   sekali  tidak   bicara   atau   hanya   bicara sepatah   kata   atau   frasa,   yang   selalu   diulang-ulang,   dengan   artikulasi   (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.
Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar fisura sylvii.
Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar ungkapan seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering merupakan sisa afasia yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi yang kecil.
Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat.
Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan rehabilitasi pasien.
F.     PENATALAKSANAAN
Meningkatkan harga diri positif. Pasien afasia harus diberi banyak pengaman pisikologis bila memungkikan. Kesabaran dan pengertian dibutuhkan sekali pada saat pasien belajar. Dan pasien diperlakukan sebagai orang dewasa. Suatu tindakan dengan cara yang tidak terburu-buru, dikombinasi dengan dorongan, kesabaran, dan keinginan untuk menyediakan waktu. Pembelajaran ulang wicara dan keterampilan bahasa memerlukan waktu beberapa tahun.
Indipidu afasia mengalami defresi akibat ketidak mampuan bercakap-cakap dengan orang lain. Tidak dapat berbicara melalui telpon atau menjawab pertanyaan, atau mengungkapkan diri melalui percakapan menyebapkan marah, frustasi, takut tentang masa depan, dan perasaan hilangnya harapan.
Perawat harus menerima tingkah laku pasien dan perasaannya, mengurangi keadaan yang memalukan dan memberi dukungan serta menjamin bahwa tidak ada yang salah dengan integrensi mereka. Biasanya kesukaran bagi perawat dan anggota tim pelayanan kesehatan lainnya adalah melengkapi pikiran dan kalimat pasien. Hal ini harus dihindari bila menyebapkan pasien merasa lebih frustasi pada saat tidak dapat mengikuti pembicaraan, dan dapat menunda upaya-upaya untuk latihan yang juga menggunakan pikiran dan menunda upaya membuat kalimat lengkap.
Lingkungan harus tenang dan serba membolehkan, dan pasien harus dianjurkan untuk bersosialisasi dengan keluarga dan teman-teman. Individu afasia sering mengalami gangguan dalam berpikir dengan nyata, sehingga perawat dan anggota keluarga harus mengembalikan alat-alat diruangan pada tempat yang seharusnya.
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, pasien afasia perlu dipimpin dalam upaya-upaya mereka untuk meningkatkan keterampilan komunikasi. Keterampilan mendengar dan juga berbicara ditekankan pada program rehabilitas. Pasien juga dapat dibantu dengan papan komunikasi, yang menampilkan gambar-gambar, sesuai kebutuhan yang diminta dan diungkapkan. Papan ini dapat menerjemahkan kedalam bahasa yang luas. Pasien harus dianjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan pribadi dan menggunakan papan tulis bila tidak mampu mengekspresiakan kebutuhan.
Meningkatkan Stimulasi Pendengaran. Pertama pasien dianjurka untuk mendengar. Berbicara adalah berpikir keras, dan penekanannya adalah berfikir. Pasien harus berpikir dan menyusun pesan-pesan yang masuk dan merumuskan suatu respons. Mendengar membutuhkan upaya mental, namun pasien berjuang melawan kebosanan dan membutuhkan waktu untuk mengatur jawaban.
Dalam bekerjasama dengan pasien afasia, perawat harus ingin untuk berbicara pada pasien sambil memperhatikan pada pasien tersebut. Berikan konta sosial tehadap pasien.
Membantu Koping Keluarga. Menolong keluarga melakukan koping terhadap perubahan gaya hidup yang tidak dapat dicegah, diselesaikan dengan membicarakannya tentang stroke atau cedera kepala, perubahan yang diperlukan dapat terjadi, yang berpokus pada kemampuan pasien, dan menginformasika mereka mengenai system pendukung yang diberikan.
Sikap keluarga merupakan faktor yang penting dalam menolong pasien menyelesaikan penurunan ini. Anggota keluarga didukung untuk melakukan secara alamiah dan menyenagkan pasien dalam cara yang sama seperti sebelum sakit. Mereka harus sadar bahwa kemampuan bicara pasien bervariasi dari hari kehari dan menjadi lelah setelah bicara. Mereka harus sadar bahwa pasien dapat mogo bicara bila kontrolemosi menurun. Menangis dan tertawa dapat terjadi tampa penyebap yang jelas dan biasanya perasaan hati berubah. Kelompok pendukung seperti pengumpulan stroke dan kelompok terapi pasien afasia, dapat membantu dalam sosialisai dan motivasi pasien yang sama baiknya dalam menurunkan kecemasan dan ketegangan. Ketegangan penyesuaian konstan terhadap penyakit, tuntutan, kebutuhan, serta aliran dana dan perubahan gaya hidup, dapat menimbulkan tegangan ekstrem dan distres dalam keluarga. Anggota keluarga sering menjalani kedukaan periode ini.
 Selain untuk mempelajari beberapa kemungkinan tentang cara mendukung pasien afasia, anggota keluarga harus juga berkonsultasi terus-menerus tentang kehidupan mereka sendiri dan cari bantuan dari pekerja sosial, rohaniawan, ahli psikologi, jika mereka membutuhkan bantuan tambahan dalam hubungannya dengan keadaan frustasi dan tekanan.
Dasar-Dasar Rehabil1tasi
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :
  1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah memungkinkan pada fase akut penyakitnya.
  2. Dikatakan bahwa bina wicara yang diberikan pada bulan
    pertama sejak mula sakit mempunyai hasil yang paling baik.
  3. Hindarkan penggunaan komunikasi non-linguistik (seperti isyarat).
  4. Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat individual dan tergantung dari latar belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.
  5. Program terapi berlandaskan pada penurnbuhan motivasi pasien untuk mau belajar (re-learning) bahasanya yang hilang. Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).
  6. Terapi dapat diberikan secara pribadi dan diseling dengan terapi kelompok dengan pasien afasi yang lain.
  7. Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.



PARAU

1.      DEFINISI

Parau adalah suatu peradangan kronik setempat dengan pembentukan suatu massa jaringan peradangan yang letaknya pada perbatasan sepertiga depan dan sepertiga tengah pita suara.(Arif Mansjoer)
 Suara parau bukan merupakan suara penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dalam klinik. Suara parau ini digambarkan oleh pasien sebagai suara yang kasar, atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa/normal.( Bambang Hermani dan Soejardi Kartosoediro)
Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setaip gangguan yang menyebabkan perubahan suara.Suara parau atau dysphonic adalah setiap perubahan kwalitas suara yang menyangkut  nada maupun intensitasnya yang ditera secara obyektif atau subyektif yang disebapkan oleh gangguan fungsional ataupun organik lesinya terletak di sentral maupun perifer

2.      ANATOMI DAN FISIOLOGI
Proses fonasi merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan banyak organ di tubuh. Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk menghasilkan kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan, laring dan traktus vokalis supraglotis
a. Paru
Paru berperan sangat penting pada proses fonasi karena merupakan organ pengaktif proses pembentukkan suara. Udara yang dihembuskan pada saat ekspresi akan melewati celah glottis dan menghasilkan tekanan positif untuk menggetarkan pita suara. Fungsi paru yang baik sangat diperlukan agar dapat dihasilkan suara yang berkualitas.

b.Saraf
Susunan saraf pusat dan saraf tepi akan mengontrol dan mengkoordinasikan semua otot dan organ yang berperan dalam proses fonasi. Kerusakan pada saraf ini akan mengacaukan proses pembentukkan suara.
c. Rongga mulut dan faring
Perubahan ukuran dan bentuk rongga-rongga ini akan memperkuat intensitas suara yang dihasilkan melalui resonasi.
d.      pita suara
pita suara merupakan generator pada proses fonasi. Pita suara digerakkan oleh otot-otot intrinsik laring. Gerakan dan getaran otot-otot pita suara merupakan gerakan terkendali (volunter), sehingga dapat dilatih untuk dapat menghasilkan suara yang diinginkan.
e. Laring
Laring atau kotak suara (voice box) merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas,laring terdiri dari empat komponen dasar anatomi yaitu tulang rawan, otot intrinsic dan ekstrinsik dan mukosa.laring yaitu mempunyai 3 fungsi yaitu proteksi jalan nafas, repirasi dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.
Suara terjadi karena tekanan di subglotik, diteruskan melalui celah pita suara yang bergetar, sehingga terbentuk radiasi getaran, hal ini diperkeras oleh organ-organ resonansi diatasnya: hipofaring, orofaring dan nasofaring kemudian getaran keluar dan ditangkap oleh telinga.
 Kwalitas dari suara sangat dipengaruhi oleh kinerja dari kedua pita suara maka gangguan dari Gerak pendekatan (adduksi) kedua pita suara ,Volume atau ketebalan pita suara Ketegangan pita suara,Astenisitas otot pita suara,Bentuk pita suara akan menyebapkan perubahan kwalitas  suara atau disfonia.

3.      ETIOLOGI
Penyebab suara parau dapat bermacam-macam yaitu :
1         Peradangan local pada laring (laringitis akut) bisa disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial atau bisa terjadi karena bahan-bahan kimia atau iritan dari lingkungan, atau Radang dari saluran napas baik akut maupun kronik
2         Faktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah:
·         Merokok (factor karsinoma laring)
·         Kosumsi alkohol berlebihan
·         Refluks gasroesofageal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok (voice abuse
·         Penggunaan suara berlebih (voice overuse) Profesi seperti guru atau penyanyi
·         Penuaan (Presbylaryngis) dan perdarahan

4.      PATOFISIOLOGI
Obstruksi sering terjadi pada daerah yang secara anatomis menyempit, seperti hipofaring pada dasar lidah dan pada pita suara di laring. Tempat obstruksi jalan nafas dapat di supraglotis intraglotis dan infraglotis. Juga bisa dibagi menjadi bagian intra thorak dan ekstrathorak yang berbeda selama inspirasi dan ekspirasi.
 Saluran nafas intra thorak melebar selama inspirasi dan karena tekanan negatif dari intrapleural. Tekanan positif di intrapleural selama ekspirasi menyebabkan penekanan dan penyempitan.
 Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik. Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada laring (laringitis akut).Laringitis akut bisa disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial.Apabila tidak ada bukti adanya infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan kimia atau iritan dari lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voiceoveruse) pada penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis (laringitis kronis),dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok atau voice abuse.Suara parau memiliki banyak penyebab yang prinsipnya menimpa laring dan sekitarnya mulai dari yang sederhana infeksi saluran pernafasan atas hingga dengan patologi serius seperti kanker leher dan kepala seperti yang dijelaskan dibawah ini
1)      Infeksi
Laringitis merupakan penyebab tersering suara parau yang dapat diakibatkan infeksi virus atau bakteri dan biasanya terjadi bersamaan dengan common cold. Inflamasi menyebabkan pembengkakan jaringan-jaringan laring.Pembengkakan korda vokalis terjadi pada infeksi saluran napas atas(commonCold) atau pemakaian suara berlebihan. Radang laring dapat akut atau kronik
a)      Laringitis akut
Laringitis akut merupakan radang mukosa pita suara dan laring kurang dari tiga minggu. Penyebab radang ini adalah bakteri.
b)      Laringitis kronik
Penyakit ini ditemukan pada orang dewasa. Sebagai faktor yang mempermudah terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi alkohol atau tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran napas dan penyalahgunaan suara (vocal abuse). Pada laringitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita suaraTerdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi,sehingga selaput lendir itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotik sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut laringitis kronis hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan seperti tanduk. Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik, sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas

2)      Lesi jinak pita suara
Lesi jinak pita suara sering terjadi karena penyalahgunaan suara (voice misuse atau overuse) yang menimbulkan trauma bagi pita suara. Beberapa jenis lesi yang timbul seperti nodul, polip dan kista.

a)      Nodul pita suara (vocal cord nodule)
Nodul pita suara terbanyak ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada wanita dari pria, Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vocal termasuk screamer’s nodule, singer’s node, atau teacher’s node. Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan timbul akibat penggunaan korda vokalis yang tidak tepat dan berlangsung lama.
b)      Polip
Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria dari pada wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak
c)      Kista
Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran (sakus) Kista dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih dalam, dekat ligament. Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan lokasi mengganggu getaran dari pita suara dan menyebabkan suara parau.
3)      Neoplasma
a)      Keratosis laring
Pada keratosis laring sebagian mukosa laring terjadi pertandukan, sehingga tampak daerah yang keputihan yang disebut leukoplakia.Tempat tersering yang mengalami pertandukan ialah pita suara dan di fosa interaritenoid.
b)      Karsinoma laring
Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari dua hingga 4 minggu pada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali apakah terdapat kanker laring.Karsinoma sel squamosa merupakan keganasan laring yang paling sering terjadi.

4)      Gangguan Neurologi pada laring
Suara parau dapat terjadi berhubungan dengan masalah pada persarafan dan otot baik dari pita suara atau laring. Paralisis otot laring dapat disebabkan gangguan persarafan baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersamaan dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral.Penyebab sentral misalnya paralisis bulbar, siringomielia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab perifer misalnya struma, pasca tiroidektomi, limfadenopati leher, trauma leher, tumor eofagus dan mediastinum, aneurisma aorta Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring
5)      Penuaan (Presbylaryngis)
Presbilaringis (vocal cord concavity) merupakan suau keadaan yang disebabkan penipisan dari otot dan jaringan-jaringan pita suara akibat penuaan. Pita suara pada prebilaringis tidak sebesar daripada laring normal sehingga tidak dapat bertemu pada pertengahan, dan akibatnya pasien mengeluh suara menjadi parau, lemah dan berat.
6)      Perdarahan
Jika terdapat keluhan kehilangan suara mendadak yang sebelumnya didahului dengan berteriak atau penggunaan suara yang kuat, menunjukkan telah terjadi perdarahan dari pita suara. Perdarahan pita suara terjadi karena ruptur dari salah satu pembuluh darah permukaan pita suara dan jaringan lunak terisi dengan darah.
7)      Refluks gastroesofageal
Hal yang sering juga merupakan penyebab suara serak adalah refluks gastroesofageal, dimana asam lambung naik ke esofagus dan mengiritasi pita suara.
8)      Penyebab lain
Penyebab lain dapat berasal dari sistemik seperti kelainan endokrin (hippotiroid), arthritis rematoid, penyakit granulomatosa, trauma laring, dan alergi.


5.      TANDA DAN GEJALA
1.      Gejala radang umum seperti demam, malaise, dan gejala local seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring.
2.      Peradangan mukosa pita suara dan jaringan-jaringan laring
3.      Adanya rasa yang mengganjal di tenggorok
4.      Timbul nyeri, dispnea, dan akhirnya disfagia
5.      Rasa terbakar di lambung (heartburn). Biasanya, suara mulai memburuk di pagi hari dan meningkat sepanjang hari. Pasien mungkin akan merasakan sensasi gumpalan pada tenggorokannya, cairan yang menusuk tenggorokan, atau adanya keinginan yang kuat untuk membersihkan tenggorokannya.

6.      PEMERIKSAAN FISIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan fisik(Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf cranial)
2.      Secara umum ada lima posisi dari pita suara yaitu:posisi median,paramedian,intermedian,abduksi ringan dan posisi abduksi penuh.
§  Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bawah pita suara
§  Pada pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil, berwarna keputihan
§  Pada pemeriksaan, polip paling sering ditemukan di sekitar komisura anterior, tampak bulat, kadang kadang berlobul, berwarna pucat, mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita suara, dan tampak kapiler darah sangat sedikit polip ini ditemukan di subglotik. Epitel di sekitar polip tidak berubah, tidak ada tanda radang. Polip dengan vaskularisasi yang banyak akan berwarna merah, kadang-kadang terjadifibrotik, sehingga tidak tampak mengkilat lagi


3.      Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
§  Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker, singer’s node, polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralysis pita suara, yang berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lain-lain.
Pada mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi selaput lender  pita suara atau sekitarnya Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi,sehingga selaput lendir itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotik sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut laringitis kronis hiperplastik.Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan seperti tanduk
§  Pemeriksaan kelenjar getah bening
Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer, sindrom Guillain-Barre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler.
4.      Pemeriksaan Penunjang Lainnya
§  Laringoskopi fibreoptik.
§  Stroboskopi (videolaryngostroboscopy)
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring.Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch dan efisiensi aerodinamik
§  Pemeriksaan darah.Meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1 esterase inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga angio edema, serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau yang diduga disebabkan miastenia gravis.
§  Kultur hidung dan sputumFoto torak x ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan laringoskopi
§  CT scan dada.
§  Ct scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologist
§  USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita suara

7.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Suara parau dialami lebih dari 3 minggu memerlukan rujukan ke spesialistelinga hidung dan tenggorok untuk menilai pita suara dan menyingkirkan ke arah keganasan. Penatalaksanaan suara parau tergantung dari penyebab. Pada banyak kasus, dapat diterapi dengan istirahat suara dan penggunaan suara yang tepat
Penanganannya mencakup:
  • Penilaian klinis suara untuk diagnosis yang akurat
  • Penatalaksanaan multidisiplin meliputi voice therapists dalam satu team.
  • Terapi suara dapat dilatih pada pasien untuk memodifikasi perilaku dan mengeliminasi gangguan suara. Terapi yang diberikan berupa istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari, menghirup udara lembab, menghindari iritasi pada laring dan faring
  • Terapi pembedahan meliputi bedah mikrolaring, pembedahan endoskopik pada Vocal nodul, polip, kista memerlukan tindakan kombinasi bedah dan terapi suara. Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan reedukasi vokal. Jika tidak demikian,Mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid yang tebal sepanjang kordavokalis
  • Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari paru

ASUHAN KEPERAWATAN
(AFASIA)

1        PENGKAJIAN
Ø  Mayor
·         Ketidakmampuan untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat dimengerti orang lain
·         Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi
·         Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan
·         Jangka panjang atau kronik:
·         Pengungkapan diri yang negative
·         Ekspresi rasa bersalah/malu
·         Evaluasi diri karena tidak dapat menangani kejadian
·         Menjauhi rasionalisasi/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative mengenai diri
·         Ragu untuk mencoba hal-hal/situasi baru
·         Melaporkan ketidakmampuan untuk menetapkan dan/atau mempertahankan hubungan suportif yang stabil
·         Ketidakpuasan dengan jaringan sosial
Ø  Minor
·                                                                                                                                             Napas Pendek
·         Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologi (mis,ansietas, depresi) mengakibatkan informasi atau kurang informasi.
·         Sering kurang berhasil dalam kerja atau kejadian hidup lainnya
·         Penyelesaian diri berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain
·         Buruknya penampilan tubuh (Kontak mata, postur, gerakan)
·         Tidak asertif/pasif
·         Keragu-raguan
·         Mencari jaminan secara berlebihan
·         Isolasi sosial
·         Hubungan superficial
·         Menyalahi orang lain untuk masalah-masalah interpersonal
·         Menghindari orang lain
·         Kesulitan Interpersonal di tempat kerja
·         Orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah
·         Perasaan teng\tang tidak dimengerti
·         Perasaan tentang penolakan




2        DIAGNOSA KEPERAWATAN

Pengelompokan data
Data subjektif
Data Objektif
a.Klien mengatakan sulit menelan
b.Klien merasakan gangguan rasa pengecapan
c.klien mengeluh lemas .
a. Klien tampak sulit menelan
b.Gangguan tonus otot
c.Disritmia/gangguan irama jantung
d.Gangguan tingkat kesadaran
e.Emosi yang labil

Analisa data

Problem
Etiologi
Symtom
Hilangnya kemampuan berbahasa
kerusakan otak



stroke, tumor otak, cedera otak, dan penyakit lainnya
 



mengakibatkan gangguan berbahasa / Hilangnya kemampuan berbahasa
DS:
1        Klien mengatakan sulit menelan
2        Klien merasakan gangguan rasa pengecapan
3        klien mengeluh lemas .
DO:
a. Gangguan tingkat kesadaran
b.Gangguan tonus otot
c.Disritmia/gangguan irama jantung
d.Klien tampak sulit menelan
e.Emosi yang labil

1.      Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan lesi area bicara otak (Afasia)
2.      Kurang pengetahuan  berhubungan dengan dasar-dasar terapi rehabilitasi
3.      Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat kehilangan fungsi bicara
4.      Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan bicara atau penurunan fungsi
























3         INTERVENSI

DX
Tujuan/Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
§ Memperlihatkan kemampuan yang meningkat untukmengekspresikan diri
§ Mengungkapkan penurunan
  frustsi dengan komunikasi


§  Identifikasi metoda alternatif yang dapat digunakan orang tersebut untuk mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan dasar.
§  Anjurkan Keluarga untuk membagi perasaan-perasaan mengenai masalah-masalah dalam berkomunikasi
§ Klarifikasi bahasa apa yang digunakan di rumah



§ Upayakan untuk ilitatifhabmenggunakan jender dan usia yang sama dengan klien
 Sebagai data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya



Dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk kemajuan kesehatan klien

Untuk mempermudah klien dalam berkomunikasi dikehidupan sehari-hari
Pada usia yang sama biasanya klien akan lebih mengerti
2.
§ Klien mendapat pengetahuan tentang dasar-dasar terapi  rehabilitatif
Beri tahu tentang penatalaksanaan terapi/rehabilitasi


Untuk mempermudah proses terapi dan menciptakan kerja sama yang baik dengan klien
3.
§ Memodifikasi harapan diri yang berlebihan dan tidak realistis
§ Mengungkapkan penerimaan keterbatasan
§ Mengidentifikasi aspek positif dari diri


§ Bantu individu untuk mengurangi tahapan ansietas yang ada






§ Tidak membiarkan individu untuk mengisolasi diri


Dengan menjelaskan pada klien tentang penyakitnya di harapkan klien dapat menerima keadaan dan mengurangi kecemasan
Membantu klien untuk berkomunikasi dengan sekitar untuk membangkitkan harga diri
4.
§  Menyatakan masalah dengan sosialisasi
§  Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif
§  Melaporkan atau bermain peran terhadap penggunaan perilaku pengganti kontstruktif

§ Berikan individu hubungan suportif






§ Bermain peran situasi bermasalah. Diskusikan perasaan-perasaan
Dengan memberikan suport diharapkan dapat meningkatkan harga diri pasien
Untuk informasi cara mengatasi stres
Menyalurkan perasaan klien sehingga klien merasa legak

4        IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi

5        EVALUASI  KEPERAWATAN

No.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
EVALUASI
1.
Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan lesi area bicara otak (Afasia)

S : Mengungkapkan penurunan frustsi dengan komunikasi
O : Memperlihatkan kemampuan yang meningkat untuk mengekspresikan
A : Masalah teratasi
P : -
2.

Kurang pengetahuan  yang berhubungan dengan dasar-dasar terapi rehabilitasi

S : Klien mendapat pengetahuan tentang dasar-dasar terapi  rehabilitatif
O : Klien tampak mengerti
A : Masalah teratasi
P : -
3.
Harga diri rendah kronik yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat kehilangan fungsi bicara

S : Mengungkapkan penerimaan keterbatasan
O : Mengidentifikasi aspek positif dari diri
§ Memodifikasi harapan diri yang berlebihan dan tidak realistis
A : Masalah teratasi
P : -
4.
Kerusakan interaksi sosial yang berhubungan dengan gangguan bicara atau penurunan fungsi
S : Menyatakan masalah dengan sosialisasi
2.      Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif
3.      Melaporkan atau bermain peran terhadap penggunaan perilaku pengganti kontstruktif
4.      O : Mengidentifikasi perilaku baru untuk meningkatkan sosilaisasi efektif
A : Masalah teratasi
P : -







ASUHAN KEPARAWATAN
(PARAU)

A.    PENGKAJIAN
Mayor
·         Ketidak mampuan untuk mengucapkan kata-kata tetapi dapat mengerti orang lain atau
·         Mengungkapkan kurang pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/permintaan informasi
·         Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan
·         Jangka panjang atau kronik:
·         Pengungkapan diri yang negative
·         Ekspresi rasa bersalah/malu
·         Evaluasi diri karena tidak dapat menangani kejadian
·         Menjauhi rasionalisasi/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan balik negative mengenai diri
·         Ragu untuk mencoba hal-hal/situasi baru
·         Melaporkan ketidakmampuan untuk menetapkan dan/atau mempertahankan hubungan suportif yang stabil
·         Ketidakpuasan dengan jaringan sosial

Minor
·         Napas Pendek
·         Memperlihatkan atau mengekspresikan perubahan psikologi (mis,ansietas, depresi) mengakibatkan informasi atau kurang informasi.
·         Sering kurang berhasil dalam kerja atau kejadian hidup lainnya
·         Penyelesaian diri berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain
·         Buruknya penampilan tubuh (Kontak mata, postur, gerakan)
·         Tidak asertif/pasif
·         Keragu-raguan
·         Mencari jaminan secara berlebihan
·         Isolasi sosial
·         Hubungan superficial
·         Menyalahi orang lain untuk masalah-masalah interpersonal
·         Menghindari orang lain
·         Kesulitan Interpersonal di tempat kerja
·         Orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah
·         Perasaan teng\tang tidak dimengerti
·         Perasaan tentang penolakan

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pengelompokan data
Data subjektif
Data Objektif
a.       Klien mengatakan adanya rasa yang mengganjal ditenggorokan
b.      Klien mengatakan nyeri menelan atau berbicara
c.       klien mengeluh demam, lemas dan suara parau sampai tidak bersuara sama sekali .
a.       Klien tampak sulit menelan
b.      Disritmia/gangguan irama jantung
c.       Emosi yang labil
d.      Suhu tubuh meningkat

Analisa data

Symtom
Etiologi
Problem
DS :
a)      Klien mengatakan adanya rasa yang mengganjal ditenggorokan
b)      Klien mengatakan nyeri menelan atau berbicara
c)      klien mengeluh demam, lemas dan suara parau sampai tidak bersuara sama sekali .
DO :
a)      Klien tampak sulit menelan
b)      Disritmia/gangguan irama jantung
c)      Emosi yang labil
d)     Suhu tubuh meningkat

infeksi (bakteri, bahan2 kimia, lingkungan)

Peradangan saluran nafas (akut/kronik)
 


Suara parau
o   penurunan kwalitas suara
o   hospitalisasi
o   suara yang lemah dan serak
o   terapi yang dilaksanakan


1.  Kerusakan           komunikasi verbal

2.  Kurang pengetahuan
3. Gangguan harga diri
4.   Kerusakan interaksi sosial

1)      Kerusakan komunikasi verbal b/d penurunan kwalitas suara
2)      Kurang pengetahuan b/d  hospitalisasi
3)      Gangguan harga diri b/d suara yang lemah dan serak
4)      Kerusakan interaksi sosial b/d terapi yang dilaksanakan
C.     INTERVENSI

DX
Tujuan/Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
ü  Tidak ada rasa mengganjal di tenggorokan
ü  Klien mengatakan nyeri menelan agak berkurang
ü  Klien terlihat sudah dapat menelan
ü  Suhu tubuh klien kembali normal (36,5-37,5 C)



ü  Berikan terapi berupa istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari
ü Menghirup udara lembab

ü  Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari paru
ü  Mengembalikan fungsi pita suara



ü  Menghilangi iritasi pada laring dan faring
ü  Mengurangi peradangan
2.
ü  Emosi klien tampak terkontrol
ü  Cemas berkurang
ü  Klien mengerti sedikit tentang penyakitnya
ü  Menjelas kepada klien ttg penyakit yg dideritanya

ü  Menciptakan suasana yg nyaman bagi klien
ü  Mengurangi pengunjung agar klien dpat beristirahat dengan tenang

ü  Agar klien mengerti ttg penyakit nya, dan dpt merasa sedikit tenang
ü  Agar klien dapat beristirahat dengan tenang
3.
ü  Klien  mengatakan suaranya sudah kembali normal
ü  Klien terlihat dapat berkomunikasi dengan keluarganya

ü  Klien tidak tampak canggung dan menutup diri
ü  Berikan terapi berupa istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari
ü  Menghirup udara lembab
ü  Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari paru
ü  Mengembalikan fungsi pita suara
ü  Menghilangi iritasi pada laring dan faring

ü  Mengurangi peradangan
4.
ü  Klien tampak tidak malu dalam berkomunikasi
ü  Klien dapat berinteraksi dengan keluarga dan pengunjung yg datang


ü  Menjelas kepada klien ttg penyakit yg dideritanya, dan therapi yg dilakukan

ü  Menciptakan suasana yg nyaman bagi klien
ü  Mengurangi pengunjung agar klien dpat beristirahat dengan tenang
ü  Agar klien mengerti ttg penyakit nya, dan dpt merasa sedikit tenang
ü  Agar klien dapat beristirahat dengan tenang

IMPLEMENTASI
Dilakukan sesuai dengan intervensi





B.   KRITERIA EVALUASI
Ø  Tidak ada rasa mengganjal di tenggorokan
Ø  Klien mengatakan nyeri menelan agak berkurang
Ø  Klien terlihat sudah dapat menelan
Ø  Suhu tubuh klien kembali normal (36,5-37,5 C)
Ø  Emosi klien tampak terkontrol
Ø  Cemas berkurang
Ø  Klien mengerti sedikit tentang penyakitnyaKlien  mengatakan suaranya sudah kembali normal
Ø  Klien terlihat dapat berkomunikasi dengan keluarganya
Ø  Klien tidak tampak canggung dan menutup diri
Ø  Klien tampak tidak malu dalam berkomunikasi
Ø  Klien dapat berinteraksi dengan keluarga dan pengunjung yg datang

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN

Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1) membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian (2) mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan bahkah pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wemicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih mampu memfontiulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak beraturan.
Afasia Motorik Akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, yang terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks kira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer. Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.







DAFTAR PUSTAKA
Adams GL. Tumor-Tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adam GL, Boies LR,
Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa:
Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology.Jakarta: Penerbit EGC;1997.446.
Brunner & Suddart. 2001. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA.
BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES
Fundamental of Otolaryngology. Jakarta: Penerbit EGC; 1997. 370-371
Hermani B, Abdurachman H. Kelainan Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN
(editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. 195-96,199-200.
Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN
(editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. 190-94
Mansjoer arif.1999.kapita selekta. Jakarta: media aesculapius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar