Jumat, 14 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS TENSION PNEUMOTHORAKS


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan non-tension pneumotoraks. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga dada juga tidak meningkat.

1.2              Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengidentifikasi, melaksanakan, dan merumuskan masalah keperawatan tension pneumothoraks serta dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara baik dan benar.
1.2.2        Tujuan Khusus
1.2.2.1  Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan tension pnemuthoraks.
1.2.2.2  Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.2.2.3  Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.2.2.4  Mahasiswa mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.2.2.5  Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tension pneumothoraks.
1.2.2.6  Mahasiswa mampu mendokumentasikan tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.3              Manfaat
1.3.1        Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
1.3.3        Mahasiswa dapat memahami konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat.

BAB 2
KONSEP MEDIK

2.1              Anatomi Fisiologi

Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh :
1.      Depan : Sternum dan tulang iga.
2.      Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
3.      Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
4.      Bawah : Diafragma
5.      Atas : Dasar leher.
Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Mediastinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

2.2              Pengertian
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Sedangkan tension pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan.

 

Tension pneumothorax is the accumulation of air under pressure in the pleural space. This condition develops when injured tissue forms a 1-way valve, allowing air to enter the pleural space and preventing the air from escaping naturally. Arising from numerous causes, this condition rapidly progresses to respiratory insufficiency, cardiovascular collapse, and, ultimately, death if unrecognized and untreated. Favorable patient outcomes require urgent diagnosis and immediate management. Tension pneumothorax is a clinical diagnosis that now is more readily recognized because of improvements in emergency medical services (EMS) and the widespread use of chest x-rays. (Pneumothoraks, Albert. C.S./Journal of Britsh/www.FrementalNurse.net/2007)
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan penimbunan udara di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada. (Pneumothoraks, Albert. C.S./Journal of Britsh/www.FrementalNurse.net/2007)



Tension Pneumothoraks adalah suatu pneumothoraks yang progresif dan cepat sehingga membahayakan jiwa pasien dalam waktu yang singkat. Udara yang keluar masuk paru masuk ke rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi sehingga tekanan pleura terus meningkat. (Arief Manjoer, Selekta Kapita, 2000).

2.3              Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut :
1.      Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks).
2.      Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).
3.      Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks.
4.      Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-way katup.
5.      Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks.

2.4              Tanda Dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1.     Ada jejas pada thorak
2.    Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3.    Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4.    Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5.    Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6.    Penurunan tekanan darah

2.5              Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel, terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.

2.6              Pathway
Trauma Thoraks

Mengenai rongga toraks sampai
rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax)

Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru.


Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)

Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)



Tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)


Oper penumothorax
Close pneumotoraks
Tension pneumotoraks

1.  Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
2.  Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
3.  Berat lebih 800 cc ------ torakotomi
Tek. Pleura meningkat terus

Mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang





Sesak napas yang progresif
(sukar bernapas/bernapas berat)
Bising napas berkurang/hilang
Bunyi napas sonor/hipersonor
Foto toraks gambaran udara lebih 1/4  dari rongga torak


4.  Sesak napas yang progresif
5.  Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma
6.  Nyeri bernapas
7.  Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
8.  Bising napas tak terdenga
9.  Nadi cepat/lemah
10.                Anemis / pucat
11.                Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan




WSD/Bullow Drainage





Terdapat luka pada WSD
Nyeri pada luka bila untuk bergerak
Ketidak efektifan pola pernapasan
Inefektif bersihan jalan napas

-          Kerusakan integritas kulit
-          Resiko terhadap infeksi
-          Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik
-          Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum

2.7              Manifestasi Klinis
Clinical interpretation of the presenting signs and symptoms of a tension pneumothorax is crucial for diagnosing and treating the condition. Early findings : Chest pain, Dyspnea, Anxiety, Tachypnea, Tachycardia, Hyperresonance of the chest wall on the affected side and Diminished breath sounds on the affected side.
Late findings : Decreased level of consciousness, Tracheal deviation toward the contralateral side, Hypotension, Distention of neck veins (may not be present if hypotension is severe) and Cyanosis.
Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul pada tension pneumothoraks penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui kondisi pasien. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis.). Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan segera : dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift.

2.8              Penatalaksanaan
Tindakan penyelamatan hidup yang cepat, lakukan disinfeksi kulit disela iga ke-2 dari garis midklavikuler yang terkena tusuk benda tajam. Lalu dengan jarum suntik steril dilakukan pungsi dan dibiarkan terbuka. Secepat mungkin lakukan tube torakostomi karena sangat mungkin akan terjadi tension pneumothotarks lagi sesudah paru mengembang. Namun pada prinsipnya, dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1.      Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey – secondary survey).
2.      Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
3.      Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
4.      Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5.      Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
6.      Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support).
7.      Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
8.      Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks dan tension pneumothoraks, WSD dapat berarti :
Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
1)   Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
2)   Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
3)   Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a)    Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b)   Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
4)   Mendorong berkembangnya paru-paru.
Ø  Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Ø  Latihan napas dalam.
Ø  Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
Ø  Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
5)   Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
6)   Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
Ø  Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Ø  Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
7)   Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a)    Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b)   Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
c)    Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d)   Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e)    Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f)    Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

8)   Dinyatakan berhasil, bila :
a)    Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b)   Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c)    Tidak ada pus dari selang WSD.

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1              Pengkajian
3.1.1        Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
3.1.2        Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
1.   A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2.   V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
3.   P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
4.   U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3.1.3        Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).



3.1.4        Primary Survey
1.   Airway
a.    Assessment :
1)      Perhatikan patensi airway.
2)      Dengar suara napas.
3)      Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b.    Management
1)      Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
2)      Re-posisi kepala, pasang collar-neck
3)      Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
2.      Breathing
a.    Assesment
1)      Periksa frekwensi napas
2)      Perhatikan gerakan respirasi
3)      Palpasi toraks
4)      Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b.    Management:
1)      Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2)      Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
3.      Circulation
a.    Assesment
1)      Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2)      Periksa tekanan darah
3)      Pemeriksaan pulse oxymetri
4)      Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b.    Management
1)      Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2)      Torakotomi emergency bila diperlukan
3)      Operasi Eksplorasi vaskular emergency
4)      Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.
3.1.5        Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S          : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu  Ada jejas pada thorak,  Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,  Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah



A         : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M        : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
P          :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L         :Last meal (Time)
 Waktu klien terakhir makan atau minum.
E         :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly  what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a.    Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.   Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c.    Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d.   Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e.    Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f.    Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi à mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g.   Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
3.1.6        Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut :
P          :Provokativ. Penyebab terjadinya nyeri.
Q         :Quality.
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri dapat digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
                        R         :Region.
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri doarasakan.



                        S          :Skala.
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau kualitas nyeri.
                        T         :Time.
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.
3.1.7        Pemeriksaan Diagnostik
1.   Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
2.   GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3.   Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
4.   Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

3.2              Diagnosa Keperawatan
1.    Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
2.    Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak kooperatif.
3.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang menerima informasi ditandai dengan kurang menerima informasi, mengekspresikan masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.
4.    Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
5.    Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
6.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.


3.3              Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
  1. Pola pernafasan tak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan, nyeri, ansietas
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam pola pernafasan pasien efektif.
Kriteria Hasil :
  • Menunjukkan pola pernapasan normal atau efektif dengan Gas Darah dalam rentang normal.
  • Bebas sianosis dan tanda/ gejala hipoksia
Mandiri
Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
Kesulitan bernafas dengan ventilator atau peningkatan tekanan jalan nafas diduga terjadi komplikasi.
Auskultasi bunyi nafas
 Area atelektasis tak ada bunyi nafas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui pertukaran gas dan memberi data evaluasi perbaikan pneumothoraks.
Kaji pasien adanya area nyeri, nyeri tekan bila batuk.
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif atau mengurangi trauma.
Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/ pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
Catat pengembangan dada dan posisi trakea
Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tension pneumotoraks.
Bila dipasang selang dada pada pasien, evaluasi ketidaknormalan atau kontinuitas gelembung botol penampung.
Tak adanya gelembung udara dapat menunjukkan ekspansi paru lengkap (normal) atau tidak adanya komplikasi.
Kolaborasi
Kaji hasil foto thoraks
Mengidentifikasi kesalahan posisi selang endotrakeal, mempengaruhi inflamasi paru.
Awasi hasil Gas Darah
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


Pemasangan WSD
Untuk menurunkan kerja nafas dan menghilangkan distres respirasi dan sianosis

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga  "mechanis of breathing" tetap baik.
  1. Resiko tinggi trauma penghentian napas b/d kurang pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam resiko trauma dapat dicegah.
Kriteria Hasil :
- Mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
- Memberi perawatan untuk menghindari lingkungan dan bahaya fisik.
Mandiri
Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring atau menarik selang.
Menurunkan resiko obstruksi drainase atau terlepasnya selang.
Kaji tujuan/ fungsi unit drainase dada dengan pasien
Untuk mengetahui informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan keyakinan untuk menurunkan ansietas pasien.
Identifikasi perubahan atau situasi yang harus dilaporkan pada perawat.
Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
Observasi tanda distres pernafasan bila kateter toraks lepas atau tercabut.
Pneumothoraks dapat memburuk karena mempengaruhi fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.
  1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan pengobatan b/d kurang menerima informasi.











4.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.































5.      Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan keluarga dapat mengerti tentang kondisi kesehatan klien.
Kriteria Hasil :
  • Pasien dapat mengidentifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik
  • Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu dicegah agar tidak menimbulkan masalah baru

Tujuan :  Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
ò        Menunjukkan batuk yang efektif.
ò        Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
ò        Klien nyaman.
































Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
ò        Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
ò        Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò        Pasien tidak gelisah.


















Mandiri
Kaji patologi masalah individu
Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
Identifikasi kemungkinan terjadi komplikasi jangka panjang.
Untuk menurunkan potensial komplikasi.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik contoh nutrisi baik, istirahat dan latihan
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan.
Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.




a.       Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
b.      Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

c.       Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
d.      Lakukan pernapasan diafragma.


e.       Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f.       Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
g.      Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.


h.      Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
i.        Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

j.        Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
ò        Pemberian expectoran.
ò        Pemberian antibiotika.
ò        Fisioterapi dada.

a.       Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

b.      Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
c.       Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
d.      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
e.       Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

f.       Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
g.      Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi medik untuk mencegah/ menurunkan potensial komplikasi.





a.       Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b.      Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
c.       Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
d.      Pernapasan diafragma menurunkanN frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e.       Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

f.       Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

g.      Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
h.      Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.



i.        Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
j.        Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.




a.      Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b.      Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.

c.      Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d.     Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.


e.      Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
f.       Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
g.      Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

3.4              Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual. Tekhnikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan evaluasi kemudian didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta bagaimana respon klien.

3.5              Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif dan formatif. Biasanya evaluasi menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER sebagai tolak ukur pencapaian implementasi. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai :
a.       Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan pada tujuan.
b.      Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c.       Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

BAB 4
PENUTUP

4.1              Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathoraks. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).

4.2              Saran
Dalam usaha peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam usaha pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa calon perawat dapat melakukan pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam pembuatan asuhan keparawatan dan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya dapat dilakukan dengan baik dan benar. Maka untuk itu dipandang perlu bimbingan yang optimal dari bapak/ibu pembimbing guna peningkatan mutu dari mahasiswa tersebut terlebih dalam bidang gawat darurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar