BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang
disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses
penyakit atau cedera. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam
kavum/ rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif
untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan
pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada
akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumotoraks dan
non-tension pneumotoraks. Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency
dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum
secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan.
Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi
udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ di dalam rongga
dada juga tidak meningkat.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengidentifikasi,
melaksanakan, dan merumuskan masalah keperawatan tension pneumothoraks serta
dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara baik dan benar.
1.2.2
Tujuan
Khusus
1.2.2.1
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian
pada pasien dengan tension pnemuthoraks.
1.2.2.2
Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.2.2.3
Mahasiswa mampu merencanakan
tindakan keperawatan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.2.2.4
Mahasiswa mampu mengimplementasikan
tindakan keperawatan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.2.2.5
Mahasiswa mampu mengevaluasi
tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tension pneumothoraks.
1.2.2.6
Mahasiswa mampu mendokumentasikan
tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan tension pneumothoraks.
1.3
Manfaat
1.3.1
Mahasiswa dapat melaksanakan
tindakan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.
1.3.3
Mahasiswa dapat memahami konsep
dasar asuhan keperawatan gawat darurat.
BAB 2
KONSEP MEDIK
2.1
Anatomi
Fisiologi
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang
rawan, dibatasi oleh :
1.
Depan : Sternum dan tulang iga.
2.
Belakang : 12 ruas tulang belakang
(diskus intervertebralis).
3.
Samping : Iga-iga beserta otot-otot
intercostal.
4.
Bawah : Diafragma
5.
Atas : Dasar leher.
Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh
paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Mediastinum : ruang di dalam rongga
dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh
darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava
superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).
2.2
Pengertian
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi
yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari
proses penyakit atau cedera. Sedangkan tension pneumotoraks merupakan
medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah
setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya
organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan.
Tension pneumothorax is the accumulation
of air under pressure in the pleural space. This condition develops when
injured tissue forms a 1-way valve, allowing air to enter the pleural space and
preventing the air from escaping naturally. Arising from numerous causes, this
condition rapidly progresses to respiratory insufficiency, cardiovascular
collapse, and, ultimately, death if unrecognized and untreated. Favorable
patient outcomes require urgent diagnosis and immediate management. Tension pneumothorax is a clinical diagnosis that now is
more readily recognized because of improvements in emergency medical services
(EMS) and the widespread use of chest x-rays. (Pneumothoraks, Albert. C.S./Journal of
Britsh/www.FrementalNurse.net/2007)
Tension pneumothoraks adalah pengumpulan penimbunan
udara di ikuti peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi
bila salah satu rongga paru terluka, sehingga udara masuk ke rongga pleura dan
udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat menyebabkan
terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya,
kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik memerlukan diagnosa
mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraks adalah diagnosa
klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan di
pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada. (Pneumothoraks,
Albert. C.S./Journal of Britsh/www.FrementalNurse.net/2007)
Tension Pneumothoraks adalah suatu pneumothoraks yang
progresif dan cepat sehingga membahayakan jiwa pasien dalam waktu yang singkat.
Udara yang keluar masuk paru masuk ke rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi
sehingga tekanan pleura terus meningkat. (Arief
Manjoer, Selekta Kapita, 2000).
2.3
Etiologi
Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering
terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai
berikut :
1.
Trauma benda tumpul atau tajam –
meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan sering dengan
patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi
terjadinya Tension Pneumotoraks).
2.
Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam
pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah
arah kateter subklavia).
3.
Komplikasi ventilator, pneumothoraks
spontan, Pneumotoraks sederhana ke Tension Pneumotoraks.
4.
Ketidakberhasilan mengatasi
pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka
sebagai 1-way katup.
5.
Akupunktur, baru-baru ini telah
dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks.
2.4
Tanda Dan Gejala
Tanda-tanda
dan gejala pada trauma thorak :
1.
Ada jejas pada thorak
2.
Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3.
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4.
Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5.
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6.
Penurunan tekanan darah
2.5
Patofisiologi
Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel,
terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke
dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak
dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan
meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga
pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru
mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran
darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum
terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga
menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan
sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.
2.6
Pathway
Trauma Thoraks
Mengenai rongga toraks sampai
rongga pleura, udara bisa
masuk (pneumothorax)
|
|
Terjadi robekan Pembuluh
Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru.
|
Karena tekanan negative
intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking
wound)
|
|
Terjadi perdarahan :
(perdarahan jaringan
intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan
atelektasi)
|
|
|
Tahanan perifer pembuluh paru naik
(aliran darah turun)
|
Oper penumothorax
Close pneumotoraks
Tension pneumotoraks
|
|
1. Ringan kurang 300 cc ---- di punksi
2. Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain
3. Berat lebih 800 cc ------ torakotomi
|
Tek. Pleura meningkat terus
|
|
Mendesak paru-paru
(kompresi dan dekompresi),
pertukaran gas berkurang
|
Sesak napas yang progresif
(sukar bernapas/bernapas
berat)
Bising napas berkurang/hilang
Bunyi napas sonor/hipersonor
Foto toraks gambaran udara
lebih 1/4 dari rongga torak
|
|
4. Sesak napas yang progresif
5. Nyeri bernapas / pernafsan asimetris /
adanya jejas atau trauma
6. Nyeri bernapas
7. Pekak dengan batas jelas/tak jelas.
8. Bising napas tak terdenga
9. Nadi cepat/lemah
10.
Anemis
/ pucat
11.
Poto
toraks 15 - 35 % tertutup bayangan
|
|
WSD/Bullow Drainage
|
|
Terdapat
luka pada WSD
Nyeri
pada luka bila untuk bergerak
Ketidak efektifan pola pernapasan
Inefektif
bersihan jalan napas
|
|
-
Kerusakan
integritas kulit
-
Resiko
terhadap infeksi
-
Perubahan
kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik
-
Potensial
Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum
|
2.7
Manifestasi Klinis
Clinical interpretation of the presenting signs and
symptoms of a tension pneumothorax is crucial for diagnosing and treating the
condition. Early findings : Chest pain, Dyspnea, Anxiety, Tachypnea,
Tachycardia, Hyperresonance of the chest wall on the affected side and
Diminished breath sounds on the affected side.
Late findings : Decreased level of consciousness,
Tracheal deviation toward the contralateral side, Hypotension, Distention of
neck veins (may not be present if hypotension is severe) and Cyanosis.
Manifestasi klinis dari tanda dan gejala yang muncul
pada tension pneumothoraks penting sekali untuk mendiagnosa dan mengetahui
kondisi pasien. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea,
takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang
sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun,
trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh
darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan
sianosis.). Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang
berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan segera :
dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks, mediastinal shift.
2.8
Penatalaksanaan
Tindakan penyelamatan hidup
yang cepat, lakukan disinfeksi kulit disela iga ke-2 dari garis midklavikuler
yang terkena tusuk benda tajam. Lalu dengan jarum suntik steril dilakukan
pungsi dan dibiarkan terbuka. Secepat mungkin lakukan tube torakostomi karena
sangat mungkin akan terjadi tension pneumothotarks lagi sesudah paru
mengembang. Namun pada prinsipnya, dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1.
Penatalaksanaan mengikuti prinsip
penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey – secondary survey).
2.
Tidak dibenarkan melakukan
langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik,
penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan)
3.
Standar pemeriksaan diagnostik (yang
hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable
blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan
pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency.
4.
Penanganan pasien tidak untuk
menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang
mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
5.
Pengambilan anamnesis (riwayat) dan
pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur
penanganan trauma.
6.
Penanganan pasien trauma toraks
sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS
(Advance Trauma Life Support).
7. Oleh karena
langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation)
merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular,
sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah
toraks kardiovaskular.
8. Bullow Drainage / WSD
Pada
trauma toraks dan tension pneumothoraks, WSD dapat berarti :
Diagnostik
:
Menentukan perdarahan
dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
Terapi
:
Mengeluarkan darah atau
udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
Preventive
:
Mengeluarkan udaran
atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" tetap baik.
Perawatan WSD dan
pedoman latihanya :
1) Mencegah
infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi
di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak
boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
2) Mengurangi
rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.
3) Dalam
perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan
slang.
Slang
diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi.
b) Pergantian
posisi badan.
Usahakan
agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau
memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh
sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
4) Mendorong
berkembangnya paru-paru.
Ø Dengan
WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Ø Latihan
napas dalam.
Ø Latihan
batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang
diklem.
Ø Kontrol
dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
5) Perhatikan
keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan
dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam
melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
6) Suction
harus berjalan efektif :
Perhatikan
setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam
selama 24 jam setelah operasi.
Ø Perhatikan
banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Ø Perlu
sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2
duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal :
slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang
slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
7) Perawatan
"slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a) Cairan
dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
b) Setiap
hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara
yang keluar dari bullow drainage.
c) Penggantian
botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu
meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d) Setiap
penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
e) Penggantian
harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan.
f) Cegah
bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
8) Dinyatakan
berhasil, bila :
a) Paru
sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b) Darah
cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c) Tidak
ada pus dari selang WSD.
BAB 3
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
3.1.1
Pengkajian
Umum
Klien tampak
sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
3.1.2
Pengkajian
AVPU (Kesadaran)
Untuk
menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan Glassglow Coma
Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks, biasanya
kesadaranya menurun.
Dapat juga
dinilai melalui cara berikut :
1. A
= Alert
Penderita
sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
2. V
= Verbal
Penderita
hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
3. P
= Pain
Penderita
hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong, misalnya
dicubit, tekanan pada tulang dada.
4. U
= Unrespon
Penderita
tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh penolong. Tidak
membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi
pada rangsang nyeri.
3.1.3
Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus didahulukan à langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat
digolongkan P1 (Emergency).
3.1.4
Primary
Survey
1.
Airway
a. Assessment :
1)
Perhatikan patensi airway.
2)
Dengar suara napas.
3)
Perhatikan adanya retraksi otot
pernapasan dan gerakan dinding dada
b. Management
1) Inspeksi orofaring
secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda
yang menghalangi jalan napas
2) Re-posisi
kepala, pasang collar-neck
3) Lakukan cricothyroidotomy
atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
2. Breathing
a. Assesment
1) Periksa
frekwensi napas
2) Perhatikan
gerakan respirasi
3) Palpasi
toraks
4) Auskultasi
dan dengarkan bunyi napas
b. Management:
1) Lakukan
bantuan ventilasi bila perlu
2) Lakukan
tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
1) Periksa
frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2) Periksa
tekanan darah
3) Pemeriksaan
pulse oxymetri
4) Periksa vena
leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
1)
Resusitasi cairan
dengan memasang 2 iv lines
2) Torakotomi
emergency bila diperlukan
3) Operasi
Eksplorasi vaskular emergency
4) Pemasangan
WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks,
penderita sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila
tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa
terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan
pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga
terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan
gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam
kehidupan meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan
needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua
sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy
diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada)
diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori
tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.
3.1.5
Secondary
Survey
Pengkajian
sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and
Symptom.
Tanda
gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat
inspirasi, Pembengkakan lokal dan
krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan darah
A : Allergies
Riwayat
alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan ataupun
kebutuhan akan makan/minum.
M
: Medications
(Anticoagulants,
insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan yang diberikan
pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka
reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat
pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan
cara mengkaji data dasar klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a.
Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b.
Sirkulasi
Takikardi,
frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi
apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman
(bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam
mediastinum).
c.
Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d.
Makanan / cairan
Adanya pemasangan
IV vena sentral / infuse tekanan.
e.
Nyeri / kenyamanan
Perilaku
distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul
tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang
diperberat oleh napas dalam.
f.
Pernapasan
Pernapasan
meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori
pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang
(auskultasi à
mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus
menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi
dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan bernapas,
batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi
paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g.
Keamanan
Adanya trauma
dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
3.1.6
Pengkajian
Nyeri
Pengkajian
nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai berikut :
P :Provokativ.
Penyebab terjadinya nyeri.
Q :Quality.
Kualitas
nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri dapat digunakan
skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R :Region.
Dari bagian
mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri doarasakan.
S :Skala.
Nyeri yang
digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik ataupun menilai raut
wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas atau kualitas nyeri.
T :Time.
Waktu nyeri
yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus menerus, timbul-hilang,
atau sewaktu-waktu.
3.1.7
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara
/ cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
2.
GDA : variabel tergantung dari
derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan
mengkompensasi.
3.
Torasentesis : menyatakan darah /
cairan sero sanguinosa.
4.
Hb : mungkin menurun, menunjukkan
kehilangan darah.
3.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Pola pernafasan tak efektif b/d
penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan), nyeri, ansietas, ditandai
dengan dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan otot
aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA tak normal.
2.
Resiko tinggi trauma penghentian
napas b/d kurang pendidikan keamanan/pencegahan, ditandai dengan dispnea,
takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, hilangnya suara nafas, pasien tidak
kooperatif.
3.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi
aturan pengobatan b/d kurang menerima informasi ditandai dengan kurang menerima
informasi, mengekspresikan masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.
4.
Inefektif bersihan
jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
5.
Perubahan kenyamanan :
Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
6.
Gangguan mobilitas
fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi
dengan alat eksternal.
3.3
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
|
Rencana Keperawatan
|
||
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24
jam pola pernafasan pasien efektif.
Kriteria Hasil :
|
Mandiri
Awasi kesesuaian pola
pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
|
Kesulitan bernafas dengan
ventilator atau peningkatan tekanan jalan nafas diduga terjadi komplikasi.
|
Auskultasi bunyi nafas
|
Area
atelektasis tak ada bunyi nafas dan sebagian area kolaps menurun bunyinya.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui pertukaran gas dan memberi data evaluasi
perbaikan pneumothoraks.
|
||
Kaji pasien adanya area nyeri, nyeri tekan bila
batuk.
|
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat
batuk lebih efektif atau mengurangi trauma.
|
||
Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/
pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
|
Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital
dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
|
||
Catat pengembangan dada dan posisi trakea
|
Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi
trakea dari area sisi yang sakit pada tension pneumotoraks.
|
||
Bila dipasang selang dada pada pasien, evaluasi
ketidaknormalan atau kontinuitas gelembung botol penampung.
|
Tak adanya gelembung udara dapat menunjukkan
ekspansi paru lengkap (normal) atau tidak adanya komplikasi.
|
||
Kolaborasi
Kaji hasil foto thoraks
|
Mengidentifikasi kesalahan posisi selang
endotrakeal, mempengaruhi inflamasi paru.
|
||
Awasi hasil Gas Darah
|
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi
|
||
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Pemasangan WSD
|
Untuk menurunkan kerja nafas dan menghilangkan
distres respirasi dan sianosis
Mengeluarkan
udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap
baik.
|
||
|
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam
resiko trauma dapat dicegah.
Kriteria Hasil :
- Mencari bantuan untuk mencegah komplikasi.
- Memberi perawatan untuk menghindari lingkungan dan
bahaya fisik.
|
Mandiri
Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring atau
menarik selang.
|
Menurunkan resiko obstruksi drainase atau
terlepasnya selang.
|
Kaji tujuan/ fungsi unit drainase dada dengan pasien
|
Untuk mengetahui informasi tentang bagaimana system
bekerja memberikan keyakinan untuk menurunkan ansietas pasien.
|
||
Identifikasi perubahan atau situasi yang harus
dilaporkan pada perawat.
|
Intervensi tepat waktu dapat
mencegah komplikasi serius.
|
||
Observasi tanda distres pernafasan bila kateter
toraks lepas atau tercabut.
|
Pneumothoraks dapat memburuk karena mempengaruhi
fungsi pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.
|
||
4. Inefektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
5. Perubahan
kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
|
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24
jam klien dan keluarga dapat mengerti tentang kondisi kesehatan klien.
Kriteria Hasil :
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil
:
ò
Menunjukkan batuk
yang efektif.
ò
Tidak ada lagi
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
ò
Klien nyaman.
Tujuan
: Nyeri
berkurang/hilang.
Kriteria
hasil :
ò
Nyeri
berkurang/ dapat diadaptasi.
ò
Dapat
mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
ò
Pasien
tidak gelisah.
|
Mandiri
Kaji patologi masalah individu
|
Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi
dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
|
Identifikasi kemungkinan
terjadi komplikasi jangka panjang.
|
Untuk menurunkan potensial komplikasi.
|
||
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik contoh
nutrisi baik, istirahat dan latihan
|
Mempertahankan kesehatan umum
meningkatkan penyembuhan.
|
||
Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
a.
Jelaskan
klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
b.
Ajarkan
klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
c.
Napas
dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
d.
Lakukan
pernapasan diafragma.
e.
Tahan
napas selama 3 - 5 detik kemudian
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
f.
Lakukan
napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek
dan kuat.
g.
Auskultasi
paru sebelum dan sesudah klien batuk.
h.
Ajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
i.
Dorong
atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
j.
Kolaborasi
dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
ò
Pemberian
expectoran.
ò
Pemberian
antibiotika.
ò
Fisioterapi
dada.
a.
Jelaskan
dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
b.
Ajarkan
Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
c.
Ajarkan
metode distraksi selama nyeri akut.
d.
Berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman;
misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
e.
Tingkatkan
pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung.
f.
Kolaborasi
denmgan dokter, pemberian analgetik.
g.
Observasi
tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat
analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
|
Berulangnya pneumotoraks
memerlukan intervensi medik untuk mencegah/ menurunkan potensial komplikasi.
a.
Pengetahuan
yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
b.
Batuk
yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
c.
Memungkinkan
ekspansi paru lebih luas.
d. Pernapasan
diafragma menurunkanN frekuensi napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
e. Meningkatkan
volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
f. Pengkajian
ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
g. Sekresi
kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
h. Untuk
menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.
i.
Hiegene mulut yang
baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut
j.
Expextorant untuk
memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
a.
Pendekatan
dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
b.
Akan
melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan
terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
c.
Mengalihkan
perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
d.
Istirahat
akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
e.
Pengetahuan
yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
f.
Analgetik
memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
g.
Pengkajian
yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
|
3.4
Implementasi
Pelaksanaan
adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
keterampilan interpersonal, intelektual. Tekhnikal yang dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik
dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan evaluasi kemudian
didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta bagaimana
respon klien.
3.5
Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam dokumentasi dikenal 2 cara
yaitu secara sumatif dan formatif. Biasanya evaluasi menggunakan acuan SOAP
atau SOAPIER sebagai tolak ukur pencapaian implementasi. Perawat mempunyai tiga
alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai :
a. Berhasil
: perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan pada tujuan.
b. Tercapai
sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
c. Belum
tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang
disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses
penyakit atau cedera. Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan
non-tension pneumathoraks. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura
akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal nafas.
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks,
penderita sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila
tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa
terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung. Himpitan
pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous return” juga
terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan
gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
4.2
Saran
Dalam usaha
peningkatan mutu dan kualitas sumber daya perawat dalam usaha pemenuhan
kebutuhan kesehatan masyarakat, maka hendaknya mahasiswa calon perawat dapat
melakukan pemenuhan pembelajaran. Khususnya dalam pembuatan asuhan keparawatan
dan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya dapat dilakukan dengan baik
dan benar. Maka untuk itu dipandang perlu bimbingan yang optimal dari bapak/ibu
pembimbing guna peningkatan mutu dari mahasiswa tersebut terlebih dalam bidang
gawat darurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar