Kamis, 13 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POLYHIDROMNION


A.    Cairan Ketuban
1.    Definisi
Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim. Cairan ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.

2.    Volume Cairan Ketuban
Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin sendiri.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.
Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 – 2100 ml.




Faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban :
a.       Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
b.      Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran
c.       Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Volume air ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi persalinan, karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding rahim meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat janin serta persalinan diakhiri dengan bedah cesar.
3.    Normal Cairan Ketuban
a.       Pada usia kehamilan cukup bulan volume 1000-1500 cc
b.      Keadaan jernih agak keruh
c.       Steril
d.      Bau khas, agak manis dan manis
e.       Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organic (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-sel epitel
f.       Cirkulasi sekitar 500 cc/jam

4.    Pengukuran Cairan Ketuban
Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa.
Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana 2ccm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion.
Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang lebih baik.
Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang.
Bagaimana mengetahui kecukupan jumlah cairan ketuban? Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu terlambat haid dan dengan USG sudah terlihat kantung janinkarena itu berarti sudah terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban sekitar 1000 cc.
Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus menerus melalui vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan tidak kental. Sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar atau merembes karena ketuban mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerak janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri12.
5.    Kelainan Cairan Ketuban
a.       Hidramnion (polihidramnion)
b.      Oligohidramnion

B.     Definisi Polygohidromnion
Polihydramnion atau disingkat hidramnion saja didefinisikan sebagai suatu kedaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2 liter. Sedangkan secara klinik adalah penumpukan cairan ketuban yang berlebihan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Sedangkan secara USG jika Amniotic Fluid Index (AFI)>20 atau lebih. Merupakan komplikasi pada kehamilan yang menyebabkan ibu dan janin dalam kondisi beresiko. Ini dapat menyebabkan ketuban pecah dini, sehingga ,muncul resiko terjadinya  infeksi tambahan dan prolaps korda, dan persalinan prematur akibat peningkatan tekanan pada interauterin.
Hidramnion dapat berkembang secara :
1.      Mendadak/akut
a.    Mendadak jika terjadi kenaikkan fundus uteri sekitar 1 cm dalam sehari atau  berlangsung dalam waktu 14 hari
b.    Terdapat keluhan di antaranya:
1)      Tidak nyaman
2)      dispneu ( sesak nafas )
3)      Takikardi dapat terjadi
c.    Hidramnion mendadak/akut memerlukan terapi  dengan segera untuk mengurangi keluhan penderita
d.   Komplikasi maternal hidramnion di antaranya :
1)      Morbiditas-mortalitas makin tinggi oleh karena kelainan congenital janin
2)      Terjadi persalinan prematuritas beserta akibatnya
3)      lebih sering terjadi solusio plasenta
4)      lebih sering terjadi ketuban pecah spontan
5)      Gangguan sirkulasi retroplasenta menyebabkan :
a)      Hipoksia janin-fetal distress
b)      Asidema – gangguan metabolism
2.      Hidramnion menahun
a.    Kejadiannya berlangsung lebih lama dari 14 hari
b.    Keluhannya tidak terlalu berat dan mendadak

C.    Etiologi
Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori hidramnion terjadi karena :
1.      Produksi air ketuban bertambah; yang diduga menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.
2.      Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei, anencephalus atau tumor-tumor placenta.

Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing berlebihan.
Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada gemelli mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan placenta besar.

Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:
1.      Produksi air jernih berlebih
2.      Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital
3.      Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
4.      Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni.
5.      Ada proses infeksi.
6.      Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
7.      Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
8.      Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus

D.    Patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979; Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasusu hidramnion epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan amnion belum pernah ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan kimiawi pada cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion, diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir selalu terjadi apabila janin yidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan menemukan bahwa pada beberapa kasusu hidramnion berat, janin menelan cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada kasus anensefalus dan spina bifida, factor etiologinya mungkin adalah meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang terpajan ke dalam rongga amnion. Penjelasan lain yang mungkin pada anensefalus, apabila tidak terjadi gangguan menelan, adalah peningkatan berkemih akibat stimulasi pusat-pusat di serebrospinal yang tidak terlindungi atau berkurangnya efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopresin. Hal yang sebaliknya telah dijelaskan, bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria hampir selalu menyebabkan oligohidramnion.
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama hamil trimester ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannya adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan, tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetik.







E.    
Dieresis osmotik
Cairan ketuban (Polihidromnion)
Pe↑ tekanan dalam dan sekitar uterus
Menekan diafragma kearah paru
Dispneu
Kerusakan pertukaran gas
Intoleransi aktifitas
Uterus membesar
Kurang pengetahuan
Anxietas
Malformasi janin (Atreshia esophagus, anensefalus)
Diabetes gestasional
Hiperglikemia Ibu
Hiperglikemia janin
Pe↑ transudasi cairandari menigen ke dalam rongga amnion
Terganggunya sirkulasi cairan ketuban
WOC/Pathway






















F.     Diagnosis
1.      Anamnesis
a.       Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
b.      Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak
c.       Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat maka terdapat keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ terutama pada diafragma, seperti sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan dianosis
d.      Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah
e.       Edema pada tungkai, vulva, dinding perut
f.       Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, bereringat dingin dan sesak.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Inspeksi
1)      Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak, kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
2)      Jika akut si ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis, serta terlihat payah membawa kandungannya
b.      Palpasi
1)      Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut valva dan tungkai
2)      Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
3)      Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan
4)      Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballotement jelas sekali
5)      Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin
c.       Auskultasi
Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika terdengar sangat halus sekali
3.      Rontgen foto abdomen
a.       Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-kadang banyak janin tidak jelas
b.      Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan untuk menentukan etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemelli)
4.      Pemeriksaan dalam
Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his



G.    Penatalaksanaan
1.    Implikasi Keperawatan hidromnion dibagi dalam tiga fase:
a.       Waktu hamil
1)      Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi simptomatis.
2)      Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur membrane atau kontraksi uterus.
3)      Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara meningkatkan masukan serat dalam diet atau dengan menggunakan pencahar sesuai resep karena terdapat kemungkinan terjadi rupture membran akibat peningkatan tekanan uterus.
4)      Ingat bahwa agens antiinflamasi nonsteroid seperti indometachin dapat efektif dalam menurunkan pembentukan cairan amnion.
5)      Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegah atau menghentikan persalinan premature.
6)      Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat diuresis. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc per jam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi  his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa :
a)      Timbul his
b)      Trauma pada janin
c)      Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
d)     Infeksi serta syok
e)      bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai placenta, maka pungsi harus dihentikan.
b.      Waktu partus
a.       Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu.
b.      Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk mencegh atau menghentikan persalianan premature.
c.       Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan
d.      Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.
c.       Post partum 
a.       Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika .
b.      Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post partum
c.       Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup.
d.      Kaji bayi baru lahir dengan cermat terhadap  factor yang dapat membuatnya tidak mampu menelan in utero.

2.    Terapi Medis :
Pada persiapan terapi hidramnion harus dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap; darah lengkap, system hemopoesis, fungsi liver dan ginjal, ultrasonografi.
Pengobatan Hidramnion dapat dibagi menjadi 3 jenis :
a.       Hidramnion menahun.
Terapi yang diberikan adalah obat oral :
1)      Indometasin 25-50 mg tiga kali/hari
a)      Keuntungannya : Menurunkan produksi urin janin sehingga menurunkan jumlah air ketuban
b)      Kerugiannya :
-          Dapat menimbulkan vasokonstriksi umum pembuluh darah termasuk yang menuju SSP
-          Mempercepat tertutupnya duktus arteriosus Bothali sehigga terjadi perubahan hemodinamik setelah lahir.
2)      Pemberian obat Indometasin harus diikuti dengan pemeriksaan USG untuk menetapkan AFI atau poket vertical dalam kantong amion. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya oligohidramnion.
b.      Hidramnion akut-mendadak usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Penatalaksanaan untuk hiramnion akut dapat dilakukan dengan 2 metode :
1)      Amniosestesis
a)      Dinding abdomen didesinfeksi
b)      Tutup dengan duk steril sekitarnya
c)      Jarum spiral no.22 dimasukkan menembus dinding abdomen langsung ke kavum uteri dengan tuntunan USG
d)     Selanjutnya air ketuban dikeluarkan sekitar 500 cc setiap kali tindakan.
e)      Amniosentesis dilakukan pada janin yang masih premature dengan usia kehamilan kurang dari 35 minggu

Amniosentesis tidak sulit dilakukan tetapi mempunyai komplikasi :
a)      Sebagai induksi persalinan premature
b)      Terjadi solusio plasenta
c)      Trauma langsung pada janin, plasenta dan menimbulkan perdarahan intrauteri
d)     Infeksi khoriomanionitis

Jika terjadi komplikasi yang serius, tindakan selanjutnya adalah operasi profilaksis mortalitas maternal.
2)      Memecahkan ketuban
Pada pemeriksaan ultrasonografi usia kehamilan kurang dari 35 minggu, tetapi memiliki kelainan congenital yang fatal, maka dilakukan amniotomi. Amniotomi dengan pertimbangan untuk melakukan induksi persalinan dan mengharapkan “euthanasia” terhadap janin yang tidak mungkin bertahan hidup, karena kelainan kongenitalnya bersifat fatal.
Amniotomi dilakukan pada hasil USG dengan kelainan congenital yang berat, tanpa memandang usia kehamilannya. Sudah tentu pertimbangan ini diambil setelah mendapat persetujuan keluarga dalam bentuk “informed consent” sehingga jika terjadi masalah akan terbebas dari tuntutan hukum.

c.       Hidramnion mendadak dengan usia kehamilan diatas 35 minggu. Amniotomi merupakan satu-satunya tindakan untuk dapat mencapai sasaran :
1)      Mengurangi keluhan maniefestasi klinis hidramnion akut.
2)      Bahwa dengan usia di atas 35 minggu, dapat diperkirakan kemungkinan janin akan dapat diselamatkan dengan kemampuan perawatan dan pelayanan prematuritas.
Kompilkasi amniotomi pada hidramnion :
1)      Terjadi fetal distress sehingga segera dilakukan tindakan seksio sesarea.
2)      Solusio plasenta dan prolaps tali pusat, pada aliran air ketuban yang deras akan meningkatkan tindakan seksio sesarea pada hidramnion


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
POLYHIDROMNION


A.    Pengkajian
1.      Lakukan pengkajian fisik
a.    Aktifitas
1)      kelelahan,
2)      aktivitas menurun karena perut terasa tegang dan lebih berat dari biasanya
b.    Sirkulasi
1)      TD dan nadi mungkin menurun yang berhuungan dengan kompresi vena kava
2)      DJJ sulit terdengar
3)      Waspada terhadap adanya deselerasi variebelyang dapat berindikasi prolaps tali pusat
4)      Sionasis
c.    Integritas ego
Kehamilan biasanya direncanakan
d.   Eliminasi
1)      Konstipasi,
2)      Oliguria berat
e.    Makanan dan carian
Sirkulasi pada daerah ekstremitas bawah menurun, sehingga kemungkinan ada edema karena uterus yang terus menerus menegang akan menekan diafragma dan pembuluh darah pelvis
f.     Neurosensori
Dapat mengalami kesulitan fungsi otot ( misal sklerosis multiple, miastenia gravis, paralisis)
g.    Pernapasan
Sesak nafas yang parah
h.    Seksualitas
1)      Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
2)      Vulva dan perineum membengkak
3)      Kaji diameter pelvis
i.      Pemeriksaaan diagnostik
1)      USG : AFI di atas 25 cm atau poket lebarnya di atas 8 cm.
2)      Amniosintesis : cairan amnion dikeluarkan ±500cc tiap tindakan
3)      Tes toleransi glukosa : untuk mengetahui adanya indikasi diabetes gestasional. Ibu yang mengalami diabetes gestasional beresiko tinggi mengalami hidramnion.
4)      Jumlah trombosit : Pada ibu dengan riwayat perdarahan jumlah trombosit meningkat
5)      Urinalisis : Mendeteksi bakteriuria
6)      Pemeriksaan koagulasi (APPT. PPT, PT) : Mengidentifikasi kelainan pembekuan bila ada perdarahan. Pada Kehamilan dengan hidramnion, resiko terjadinya perdarahan sangat tinggi.
2.      Riwayat kesehatan
1)      Riwayat adanya komplikasi klinis (diabetes, penyakit ginjal, masalah jantung, asma, TBC, Nefritis)
2)      Riwayat masalah menstruasi seperti kram, atau uterus peka rangsang.
3)      Riwayat partus dengan bayi makrosomia, malformasi janin, dan gestasi multiple.

B.     Diagnosa Keperawatan
1.    Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion (Marilynn E. Doenges, 2001)
2.    Anxietas b/d hasil kehamilan yang tidak diketahui (Marilynn E. Doenges, 2001)
3.    Intoleransi aktivitas b/d dispneu (Adelle Pillateri, 2002)
4.    Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan hidrmnion ( Marilynn E. Doenges, 2001)
5.    Resiko tinggi cedera terhadap janin b/d hidramnion

C.    Intervensi Keperawatan


Dx1 : Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion
1.    Kaji kelainan pernapasan yg dapat mempengaruhi fungsi paru, seperti asma atau tuberkulosis, frekuensi pernapasan, atau upaya ibu dan munculnya bunyi nafas.


2.    Perhatikan kondisi yg menimbulkan perubahan vaskular/penurunan sirkulasi plasenta (mis : diabetes, masaalah jantung) atau yg mengubah kapasitas pembawa oksigen (mis : anemia, hemoragi)
3.    Pantau TD dan nadi



4.    Tingkatkan istirahat di tempat tidur/kursi pada posisi tegak atau semifowler bila upaya pernafasan menurun

5.    Anjurkan pasien u/ melakukan posisi miring kiri.



6.    Tinjau ulang sumber vitamin C, zat besi,dan protein. Identifikasi zat-zat yg membantu absorbsi zat besi (asam sedang, vit. c) dan yg menurunkan absorbsi (alkalin sedang, susu).
7.    Beri obat-obat sesuai indikasi :
a.       Teofilin
b.      Besi dekstran (inferon)

8.    Beri oksigen suplemental
1.    Kondisi ini, baik yg ada sebelum atau selama kehamilan, yang meenurunkan atau mempengaruhi kapasitas pertukaran oksigen, menganggu pertukaran gas normal.
2.    Luasnya masalah vaskular maternal dan penurunan kapasiatas pembawa oksigen berpengaruh langsung pada sirkulasi dan pertukaran gas uteroplasenta.

3.    Peningkatan TD dpt menandakan HAK; penurunan TD dan peningkatan nad dpt menyertai hemoragi.
4.    Menurunkan upaya pernapasan dan meningkatkan konsumsi oksigen sesuai penurunan diafragma, meningkatakan diameter dada vertikal.
5.    Meningkatkan perfusi ginjal/plasenta, juga merupakan posisi efektif untuk mencegah syndrom hipotensi terlentang.
6.    Ketidakadekuatan nutrsi mengakibatkan anemia defisiensi zat besi dan dapat menimbulkan masalah transpor oksigen.

7.    Mendilatasi bronkial, ttp dpt dihubungkan dgn efek samping takikardi pada klien atau janin
8.    Pemberian parenteral mungkin perlu pada adanya anemia defisiensi zat besi berat untuk meningkatkan oksigen ibu.

Dx2 : Anxietas b/d hasil kehamilan yang tidak diketahui
1.    Perhatikan tingkat ansietas dan derajat pengaruh terhadap kemampuan untuk membuat keputusan

2.    Berikan kehangatan secara emosional dan situasi medukung dan terima klien/pasangan seperti adanya mereka.


3.    Berikan akses 24 jam pada tim perawat kesehatan.

4.    Kaji tingkat stres klien/pasangan berkenaan dengan komplikasi medis.


5.    Kaji respon fisilogis terhadap ansietas (TD, nadi)

1.    Stres yg tidak diatasi dapat mempengaruhi penyelesaian tugas-tugas kehamilan dengan penerimaan normal dari kehamilan atau janin.
2.    Memudahkan perkembangan hubungan saling percaya.




3.    Ansietas dapat dikurangi apabila informasi atau bantuan telah ada.
4.    Hubungan keluarga yg buruk dan tidak tersedianya sistem pendukung dapat meningkatkan tingkat stres.
5.    Anxietas/stres dapat disertai dgn pelepasan katekolamin, menciptaka respon fisik yg mempengaruhi rasa sejahtera klien dan kemudian meningkatkan anxietas.

Dx3 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
1.    Anjurkan klien mengikuti aktifitas dengan istirahat yg cukup.



2.    Anjurkan istirahat yg adekuat dan penggunaan posisi miring kiri.

3.    Anjurkan menghindari perjalanan dan perubahan ketinggian pada trimester ke-3

4.    Tekankan pentingnya aktifitas hiburan yg tenang.

5.    Anjurkan tirah baring yg dimodifikasi/komplit sesuai indikasi
1.    Menghemat energi dan menghindari penegrahan tenaga terus menerus untuk meminimalkan kelelelahan/kepekaan uterus.
2.    Meningkatkan aliran darah ke uterus dan dapat menurunkan kepekaan/ aktifitas  uterus
3.    Gerakan perjalanan, posisi duduk yg lama, dan penrunana ksigen tampak menurunkan kepekaan uterus.
4.    Mencegah kebosanan dan meningkatkan kerja sama dgn pembatasan aktifitas.
5.    Tingkat aktifitas mungkin perlu modifikasi tergantung pada gejala aktifitas uterus, perubahan servix atau perdarahan.
Dx4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan hidramnion
1.    Beri informasi mengenai hidramnion dengan penjelasan yg singkat dan sederhana sesuai tingkat pendidikan klien dan keluarga dari perubahan patofisiologis dan implikasi.
2.    Beri informasi yg tepat berkenaan dgn skrining dan metode test seta prosedur.
3.    Identifikasi tanda-tanda bahaya yg memerlukan pemberitahuan segera terhadap pemberi keperawatan (KPD, persalinan preterm, perdarahan vagina)
4.    Tekankan pentingnya melaporkan peningkatan atau perubahan rabas vagina.



5.    Anjurkan klien untuk mengkaji tonus/kontraksi uterus satu jam sekali atau dua kali sehari.
1.    Tingkat pengetahuan berdampak langsung pada hasil kehamilan beresiko tinggi khususnya hidrmanion.


2.    Pemahaman ttg tes dapat menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama klien.
3.    Pengenalan situas beresiko mendorong evaluasi/interensi segera, yg dapat meningkatkan atau membatasi hasil.

4.    Dapat menunjukkan perubahan servix, menandakan kebutuhan untuk pemeriksaaan terhadap infeksi vagina yg dapat mencetuskan persalinan praterm/KPD
5.    Meskipun kontraksi uterus terjadi kadang-kadang, dilatasi servix dapat terjadi bila kontraksi terjadi tiap 10 menit atau kurang selama periode satu jam.

Dx5 : Resiko tinggi cedera terhadap janin b/d hidramnion
1.    Kaji terhadap mual/muntah berlebihan.







2.    Bantu dalam skiring dan mengidenfikasi kelainan genetik atau kromosom.


3.    Kaju denyut jantung janin(DJJ), perhatikan frekuensi dan regularitas. Biarkan klien memantau gerakan janin setiao hari sesuai indikasi. Perhatikan adanya kondisi ibu yang berdampak pada DJJ.
4.    Kaji atau periksa adanya kontraksi uterus preterm, yang mungkin ataupun tidak diertai dengan dilatasi serviks.
5.    Pantau pemeriksaan lab : kadar alfa fetoprotein serum (AFP) pada gestasi minggu ke-14 sampai ke-16 dan amniosintesis bila kadar abnormal.



6.    Beri suplemen oksigen sesuai kebutuhan.
1.    Memanjakan perkembangan janin pada status asidotik dan malnutrisi dan dapat memperberat IUGR dan pertumbuhan otak yang buruk.Perkembangan hipermesis gravidum memerlukan perawatan di rumah sakit.
2.    Kelaianan seperti fenilketonuria tindakaan yang khusus untuk mencegah efek negatif pada pertumbuhan janin.
3.    Takikardia pada janin yang term dapat menandakan mekanisme kompensasi untuk menurunkan kadar oksigen dan/atau sepsis.


4.    Terjadi pada 6%-7% dari semua kehamilan dan dapat mengakibatkan kelahiran janin preterm.
5.    Dengan kerusakan tube neural (paling umum spina bifida dan anensefali), AFP ada pada serum maternal pada tingkat 8x lebih tinggi dari normal pada gestasi minggu ke-15. Kemudian menurun sampai term.
6.    Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin, khususnya pada kasus hidramnion dimana Ibu mengalami sesak nafas.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar