A. Cairan Ketuban
1. Definisi
Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang
memenuhi rahim. Cairan ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut
kantung ketuban atau kantung janin. Cairan ketuban diproduksi oleh buah
kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan bertambah dengan produksi
cairan janin, yaitu air seni
janin. Sejak usia kehamilan 12 minggu, janin mulai minum air ketuban dan
mengeluarkannya kembali dalam bentuk air seni. Jadi ada pola berbentuk
lingkaran atau siklus yang berulang.
2. Volume Cairan Ketuban
Cairan amnion
pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya campuran partikel
solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan
material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800
ml, atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu
rata-rata volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600
ml. Pada kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan
dengan janin sendiri.
Cairan amnion
diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri pada
setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia
kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara
difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan
permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi
cairan amnion.
Pada
kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin
janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan
cairan amnion.
Pada kondisi
dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan
menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin,
seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
Volume cairan
amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum volume
bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan meningkat
menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan
menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33
minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia
kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 – 1500 ml
pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai
200 ml atau kurang.
Brace dan
Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12 penelitian dengan
705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar terdapat pada
usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 – 2100 ml.
Faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban
:
a. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
b. Pergerakan air dan larutan didalam dan
yang melintasi membran
c. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan
transplasenta
Volume air
ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi persalinan,
karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding rahim
meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat janin
serta persalinan diakhiri dengan bedah cesar.
3. Normal Cairan Ketuban
a. Pada usia kehamilan cukup bulan volume
1000-1500 cc
b. Keadaan jernih agak keruh
c. Steril
d. Bau khas, agak manis dan manis
e. Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam
anorganik dan bahan organic (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo,
vernix caseosa dan sel-sel epitel
f.
Cirkulasi sekitar 500 cc/jam
4. Pengukuran Cairan Ketuban
Terdapat 3
cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa.
Pemeriksaan
dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari
pemeriksaan biofisik, dimana 2ccm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion.
Metode single
pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis sebagai gold
standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan
ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah
dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24)
dan dua dari tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket
memiliki kemampuan yang lebih baik.
Kelebihan
cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara langsung,
namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan
cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai
janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang.
Bagaimana
mengetahui kecukupan jumlah cairan ketuban? Jumlah cairan ketuban dapat
dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan parameter AFI (Amniotic Fluid
Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu terlambat haid dan dengan USG sudah terlihat kantung
janinkarena itu berarti sudah terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal,
saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban sekitar 1000 cc.
Cairan
ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini
diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu
harus curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi
terus menerus melalui vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan
tidak kental. Sangat mungkin itu adalah cairan yang keluar atau merembes karena
ketuban mengalami perobekan. Tanda lainnya adalah gerak janin menyebabkan perut
ibu terasa nyeri12.
5. Kelainan Cairan Ketuban
a.
Hidramnion (polihidramnion)
b.
Oligohidramnion
B.
Definisi Polygohidromnion
Polihydramnion atau disingkat hidramnion
saja didefinisikan sebagai suatu kedaan dimana jumlah air ketuban melebihi 2
liter. Sedangkan secara klinik adalah penumpukan cairan ketuban yang berlebihan
sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien. Sedangkan secara USG jika
Amniotic Fluid Index (AFI)>20 atau lebih. Merupakan komplikasi pada
kehamilan yang menyebabkan ibu dan janin dalam kondisi beresiko. Ini dapat
menyebabkan ketuban pecah dini, sehingga ,muncul resiko terjadinya infeksi tambahan dan prolaps korda, dan
persalinan prematur akibat peningkatan tekanan pada interauterin.
Hidramnion dapat berkembang secara :
1.
Mendadak/akut
a.
Mendadak jika terjadi
kenaikkan fundus uteri sekitar 1 cm dalam sehari atau berlangsung dalam waktu 14 hari
b.
Terdapat keluhan di
antaranya:
1)
Tidak nyaman
2)
dispneu ( sesak nafas )
3)
Takikardi dapat terjadi
c.
Hidramnion mendadak/akut
memerlukan terapi dengan segera untuk
mengurangi keluhan penderita
d.
Komplikasi maternal
hidramnion di antaranya :
1)
Morbiditas-mortalitas makin
tinggi oleh karena kelainan congenital janin
2)
Terjadi persalinan
prematuritas beserta akibatnya
3)
lebih sering terjadi
solusio plasenta
4)
lebih sering terjadi
ketuban pecah spontan
5)
Gangguan sirkulasi
retroplasenta menyebabkan :
a)
Hipoksia janin-fetal
distress
b)
Asidema – gangguan
metabolism
2.
Hidramnion menahun
a.
Kejadiannya berlangsung
lebih lama dari 14 hari
b.
Keluhannya tidak terlalu
berat dan mendadak
C.
Etiologi
Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita
ketahui. Secara teori hidramnion terjadi karena :
1.
Produksi air ketuban bertambah; yang diduga
menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat
bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing
anak atau cairan otak pada anencephalus.
2.
Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang
telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan
pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke
placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka
kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei, anencephalus atau
tumor-tumor placenta.
Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa
hidramnion terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput
sum-sum tulang belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran
air terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing
berlebihan.
Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak
tidak menelan. Pada gemelli mungkin disebabkan karena salah satu janin pada
kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat dan oleh karena itu juga
menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya amnion lebih besar
pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan placenta besar.
Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA
Hermina Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:
1.
Produksi air jernih berlebih
2.
Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban
menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan
saluran kencing kongenital
3.
Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia
tidak bisa menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
4.
Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang
menghasilkan air seni.
5.
Ada proses infeksi.
6.
Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut
sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
7.
Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
8.
Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus
D.
Patofisiologi
Pada awal kehamilan, rongga amnion terisi oleh cairan
yang komposisinya sangat mirip dengan cairan ekstrsel. Selama paruh pertama
kehamilan, pemindahan air dan molekul kecil lainnya berlangsung tidak saja
melalui amnion tetapi juga menembus kulit janin. Selama trimester kedua, janin
mulai berkemih, menelan, dan menghirup cairan amnion (Abramovich dkk. 1979;
Duenhoelter dan Pritchard, 1976). Proses-proses ini hampir pasti secara
bermakana mengatur pengendalian volume cairan. Walaupun pada kasusu hidramnion
epitel emnion sering dianggap sebagai sumberutama cairan amnion belum pernah
ditemukan adanya perubahan histologik pada amnion atau perubahan kimiawi pada
cairan amnion.
Karena dalam keadaan normal janin menelan cairan amnion,
diperkirakan bahwa mekanisme ini adalah salah satu cara pengaturan volume
cairan ketuban. Teori ini dibenarkan dengan kenyataan bahwa hidramnion hampir
selalu terjadi apabila janin yidak dapat menelan, seperti pada kasus atresia
esophagus. Pros ini jelas bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah
hidramnion. Pritchard (1966) dan Abramovich (1970) mengukur hal ini dan
menemukan bahwa pada beberapa kasusu hidramnion berat, janin menelan cairan
amnion dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada kasus anensefalus dan spina bifida, factor
etiologinya mungkin adalah meningkatnya transudasi cairan dari meningen yang
terpajan ke dalam rongga amnion. Penjelasan lain yang mungkin pada anensefalus,
apabila tidak terjadi gangguan menelan, adalah peningkatan berkemih akibat
stimulasi pusat-pusat di serebrospinal yang tidak terlindungi atau berkurangnya
efek antidiuretik akibat gangguan sekresi arginin vasopresin. Hal yang
sebaliknya telah dijelaskan, bahwa kelainan janin yang menyebabkan anuria
hampir selalu menyebabkan oligohidramnion.
Hidramnion yang sering terjadi pada diabetes ibu selama
hamil trimester ketiga masih belum dapat diterangakan. Salah satu penjelasannya
adalah bahwa hiperglikemia ibu menyebabkan hiperglikemia janin yang menimbulkan
diuresis osmotik. Barhava dkk (1994) membuktikan bahwa volume air ketuban
trimester ketiga pada 399 diabetes gestasional mencerminkan status glikenik
terakhir. Yasuhi dkk. (1994) melaporkan peningkatan produksi urin janin pada
wanita diabetic yang puasa dibandingkan dengan control nondiabetik. Yang
menarik, produksi urin janin meningkat pada wanita nondiabetik setelah makan,
tetapi hal ini tidak dijumpai pada wanita diabetik.
E.
WOC/Pathway
Dieresis
osmotik
|
Cairan
ketuban (Polihidromnion)
|
Pe↑ tekanan
dalam dan sekitar uterus
|
Menekan
diafragma kearah paru
|
Dispneu
|
Kerusakan pertukaran gas
|
Intoleransi aktifitas
|
Uterus
membesar
|
Kurang pengetahuan
|
Anxietas
|
Malformasi
janin (Atreshia esophagus, anensefalus)
|
Diabetes
gestasional
|
Hiperglikemia
Ibu
|
Hiperglikemia
janin
|
Pe↑
transudasi cairandari menigen ke dalam rongga amnion
|
Terganggunya
sirkulasi cairan ketuban
|
F.
Diagnosis
1. Anamnesis
a.
Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
b.
Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak
c.
Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat
maka terdapat keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ
terutama pada diafragma, seperti sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan dianosis
d.
Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah
e.
Edema pada tungkai, vulva, dinding perut
f.
Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok,
bereringat dingin dan sesak.
2. Pemeriksaan
Fisik
a.
Inspeksi
1)
Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut
berkilat, retak-retak, kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
2)
Jika akut si ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis,
serta terlihat payah membawa kandungannya
b.
Palpasi
1)
Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada
dinding perut valva dan tungkai
2)
Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan
sesungguhnya
3)
Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya
cairan
4)
Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka
ballotement jelas sekali
5)
Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak
terfiksir, maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin
c.
Auskultasi
Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika terdengar sangat halus
sekali
3. Rontgen
foto abdomen
a.
Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya
cairan, kadang-kadang banyak janin tidak jelas
b.
Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan
untuk menentukan etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemelli)
4. Pemeriksaan
dalam
Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his
G.
Penatalaksanaan
1.
Implikasi Keperawatan hidromnion dibagi dalam tiga
fase:
a.
Waktu hamil
1)
Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup
diobservasi dan berikan terapi simptomatis.
2)
Ajarkan klien untuk melaporkan setiap tanda ruptur
membrane atau kontraksi uterus.
3)
Bantu klien untuk menghindari konstipasi dengan cara
meningkatkan masukan serat dalam diet atau dengan menggunakan pencahar sesuai
resep karena terdapat kemungkinan terjadi rupture membran akibat peningkatan
tekanan uterus.
4)
Ingat bahwa agens antiinflamasi nonsteroid seperti
indometachin dapat efektif dalam menurunkan pembentukan cairan amnion.
5)
Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk
mencegah atau menghentikan persalinan premature.
6)
Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan,
harus dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah
garam. Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat diuresis. Bila sesak
hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada
bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc per jam sampai keluhan
berkurang. Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak
belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa :
a)
Timbul his
b)
Trauma pada janin
c)
Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
d)
Infeksi serta syok
e)
bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya
janin mengenai placenta, maka pungsi harus dihentikan.
b.
Waktu partus
a.
Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita
menunggu.
b.
Persiapkan tokolisis dengan magnesium sulfat untuk
mencegh atau menghentikan persalianan premature.
c.
Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka
lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan
memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban
akan keluar pelan-pelan
d.
Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba
pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan
tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar
pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta,
syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum karena
atonia uteri.
c.
Post partum
a.
Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum,
jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan
obat uterotonika .
b.
Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan
perdarahan post partum
c.
Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus
lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup.
d.
Kaji bayi baru lahir dengan cermat terhadap factor yang dapat membuatnya tidak mampu
menelan in utero.
2.
Terapi Medis :
Pada persiapan terapi hidramnion harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium lengkap; darah lengkap, system hemopoesis, fungsi
liver dan ginjal, ultrasonografi.
Pengobatan Hidramnion dapat dibagi menjadi 3 jenis :
a.
Hidramnion menahun.
Terapi yang diberikan adalah obat oral :
1)
Indometasin 25-50 mg tiga kali/hari
a)
Keuntungannya : Menurunkan produksi urin janin sehingga
menurunkan jumlah air ketuban
b)
Kerugiannya :
-
Dapat menimbulkan vasokonstriksi umum pembuluh darah
termasuk yang menuju SSP
-
Mempercepat tertutupnya duktus arteriosus Bothali
sehigga terjadi perubahan hemodinamik setelah lahir.
2)
Pemberian obat Indometasin harus diikuti dengan
pemeriksaan USG untuk menetapkan AFI atau poket vertical dalam kantong amion.
Dengan demikian dapat dihindari terjadinya oligohidramnion.
b.
Hidramnion akut-mendadak usia kehamilan kurang dari 35
minggu. Penatalaksanaan untuk hiramnion akut dapat dilakukan dengan 2 metode :
1) Amniosestesis
a)
Dinding abdomen didesinfeksi
b)
Tutup dengan duk steril sekitarnya
c)
Jarum spiral no.22 dimasukkan menembus dinding abdomen
langsung ke kavum uteri dengan tuntunan USG
d)
Selanjutnya air ketuban dikeluarkan sekitar 500 cc
setiap kali tindakan.
e)
Amniosentesis dilakukan pada janin yang masih premature
dengan usia kehamilan kurang dari 35 minggu
Amniosentesis tidak sulit dilakukan tetapi mempunyai komplikasi :
a)
Sebagai induksi persalinan premature
b)
Terjadi solusio plasenta
c)
Trauma langsung pada janin, plasenta dan menimbulkan
perdarahan intrauteri
d) Infeksi
khoriomanionitis
Jika terjadi komplikasi yang serius, tindakan selanjutnya adalah operasi
profilaksis mortalitas maternal.
2) Memecahkan
ketuban
Pada pemeriksaan ultrasonografi usia kehamilan kurang
dari 35 minggu, tetapi memiliki kelainan congenital yang fatal, maka dilakukan
amniotomi. Amniotomi dengan pertimbangan untuk melakukan induksi persalinan dan
mengharapkan “euthanasia” terhadap janin yang tidak mungkin bertahan hidup,
karena kelainan kongenitalnya bersifat fatal.
Amniotomi dilakukan pada hasil USG dengan kelainan
congenital yang berat, tanpa memandang usia kehamilannya. Sudah tentu
pertimbangan ini diambil setelah mendapat persetujuan keluarga dalam bentuk
“informed consent” sehingga jika terjadi masalah akan terbebas dari tuntutan
hukum.
c.
Hidramnion mendadak dengan usia kehamilan diatas 35
minggu. Amniotomi merupakan satu-satunya tindakan untuk dapat mencapai sasaran
:
1)
Mengurangi keluhan maniefestasi klinis hidramnion akut.
2)
Bahwa dengan usia di atas 35 minggu, dapat diperkirakan
kemungkinan janin akan dapat diselamatkan dengan kemampuan perawatan dan
pelayanan prematuritas.
Kompilkasi
amniotomi pada hidramnion :
1)
Terjadi fetal distress sehingga segera dilakukan
tindakan seksio sesarea.
2)
Solusio plasenta dan prolaps tali pusat, pada aliran
air ketuban yang deras akan meningkatkan tindakan seksio sesarea pada
hidramnion
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
POLYHIDROMNION
A.
Pengkajian
1.
Lakukan pengkajian fisik
a.
Aktifitas
1)
kelelahan,
2)
aktivitas menurun karena perut terasa tegang dan lebih
berat dari biasanya
b.
Sirkulasi
1)
TD dan nadi mungkin menurun yang berhuungan dengan
kompresi vena kava
2)
DJJ sulit terdengar
3)
Waspada terhadap adanya deselerasi variebelyang dapat
berindikasi prolaps tali pusat
4)
Sionasis
c.
Integritas ego
Kehamilan biasanya direncanakan
d.
Eliminasi
1)
Konstipasi,
2)
Oliguria berat
e.
Makanan dan carian
Sirkulasi pada daerah ekstremitas bawah menurun,
sehingga kemungkinan ada edema karena uterus yang terus menerus menegang akan
menekan diafragma dan pembuluh darah pelvis
f.
Neurosensori
Dapat mengalami kesulitan fungsi otot ( misal sklerosis
multiple, miastenia gravis, paralisis)
g.
Pernapasan
Sesak nafas yang parah
h.
Seksualitas
1)
Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan
sesungguhnya
2)
Vulva dan perineum membengkak
3)
Kaji diameter pelvis
i.
Pemeriksaaan diagnostik
1)
USG : AFI di atas 25 cm atau poket lebarnya di atas 8
cm.
2)
Amniosintesis : cairan amnion dikeluarkan ±500cc tiap
tindakan
3)
Tes toleransi glukosa : untuk mengetahui adanya
indikasi diabetes gestasional. Ibu yang mengalami diabetes gestasional beresiko
tinggi mengalami hidramnion.
4)
Jumlah trombosit : Pada ibu dengan riwayat perdarahan
jumlah trombosit meningkat
5)
Urinalisis : Mendeteksi bakteriuria
6)
Pemeriksaan koagulasi (APPT. PPT, PT) :
Mengidentifikasi kelainan pembekuan bila ada perdarahan. Pada Kehamilan dengan
hidramnion, resiko terjadinya perdarahan sangat tinggi.
2.
Riwayat kesehatan
1)
Riwayat adanya komplikasi klinis (diabetes, penyakit
ginjal, masalah jantung, asma, TBC, Nefritis)
2)
Riwayat masalah menstruasi seperti kram, atau uterus
peka rangsang.
3)
Riwayat partus dengan bayi makrosomia, malformasi
janin, dan gestasi multiple.
B.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Kerusakan pertukaran gas b/d tekanan pada diafragma,
sekunder akibat hidramnion (Marilynn E. Doenges, 2001)
2.
Anxietas b/d hasil kehamilan yang tidak diketahui
(Marilynn E. Doenges, 2001)
3.
Intoleransi aktivitas b/d dispneu (Adelle Pillateri,
2002)
4.
Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal resiko individu
pada penatalaksanaan hidrmnion ( Marilynn E. Doenges, 2001)
5.
Resiko tinggi cedera terhadap janin b/d hidramnion
C.
Intervensi
Keperawatan
Dx1 : Kerusakan pertukaran
gas b/d tekanan pada diafragma, sekunder akibat hidramnion
|
|
1. Kaji kelainan pernapasan yg dapat
mempengaruhi fungsi paru, seperti asma atau tuberkulosis, frekuensi
pernapasan, atau upaya ibu dan munculnya bunyi nafas.
2. Perhatikan kondisi yg menimbulkan
perubahan vaskular/penurunan sirkulasi plasenta (mis : diabetes, masaalah
jantung) atau yg mengubah kapasitas pembawa oksigen (mis : anemia, hemoragi)
3. Pantau TD dan nadi
4. Tingkatkan istirahat di tempat
tidur/kursi pada posisi tegak atau semifowler bila upaya pernafasan menurun
5. Anjurkan pasien u/ melakukan posisi
miring kiri.
6. Tinjau ulang sumber vitamin C, zat
besi,dan protein. Identifikasi zat-zat yg membantu absorbsi zat besi (asam
sedang, vit. c) dan yg menurunkan absorbsi (alkalin sedang, susu).
7. Beri obat-obat sesuai indikasi :
a. Teofilin
b. Besi
dekstran (inferon)
8. Beri oksigen suplemental
|
1. Kondisi ini, baik yg ada sebelum atau
selama kehamilan, yang meenurunkan atau mempengaruhi kapasitas pertukaran
oksigen, menganggu pertukaran gas normal.
2. Luasnya masalah vaskular maternal dan
penurunan kapasiatas pembawa oksigen berpengaruh langsung pada sirkulasi dan
pertukaran gas uteroplasenta.
3. Peningkatan TD dpt menandakan HAK;
penurunan TD dan peningkatan nad dpt menyertai hemoragi.
4. Menurunkan upaya pernapasan dan
meningkatkan konsumsi oksigen sesuai penurunan diafragma, meningkatakan
diameter dada vertikal.
5. Meningkatkan perfusi ginjal/plasenta,
juga merupakan posisi efektif untuk mencegah syndrom hipotensi terlentang.
6. Ketidakadekuatan nutrsi mengakibatkan
anemia defisiensi zat besi dan dapat menimbulkan masalah transpor oksigen.
7. Mendilatasi bronkial, ttp dpt
dihubungkan dgn efek samping takikardi pada klien atau janin
8. Pemberian parenteral mungkin perlu pada
adanya anemia defisiensi zat besi berat untuk meningkatkan oksigen ibu.
|
Dx2 : Anxietas b/d hasil
kehamilan yang tidak diketahui
|
|
1. Perhatikan tingkat ansietas dan derajat
pengaruh terhadap kemampuan untuk membuat keputusan
2. Berikan kehangatan secara emosional dan
situasi medukung dan terima klien/pasangan seperti adanya mereka.
3. Berikan akses 24 jam pada tim perawat
kesehatan.
4. Kaji tingkat stres klien/pasangan
berkenaan dengan komplikasi medis.
5. Kaji respon fisilogis terhadap ansietas
(TD, nadi)
|
1. Stres yg tidak diatasi dapat
mempengaruhi penyelesaian tugas-tugas kehamilan dengan penerimaan normal dari
kehamilan atau janin.
2. Memudahkan perkembangan hubungan saling
percaya.
3. Ansietas dapat dikurangi apabila
informasi atau bantuan telah ada.
4. Hubungan keluarga yg buruk dan tidak
tersedianya sistem pendukung dapat meningkatkan tingkat stres.
5. Anxietas/stres dapat disertai dgn
pelepasan katekolamin, menciptaka respon fisik yg mempengaruhi rasa sejahtera
klien dan kemudian meningkatkan anxietas.
|
Dx3 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan umum
|
|
1. Anjurkan klien mengikuti aktifitas
dengan istirahat yg cukup.
2. Anjurkan istirahat yg adekuat dan
penggunaan posisi miring kiri.
3. Anjurkan menghindari perjalanan dan
perubahan ketinggian pada trimester ke-3
4. Tekankan pentingnya aktifitas hiburan yg
tenang.
5. Anjurkan tirah baring yg
dimodifikasi/komplit sesuai indikasi
|
1. Menghemat energi dan menghindari
penegrahan tenaga terus menerus untuk meminimalkan kelelelahan/kepekaan
uterus.
2. Meningkatkan aliran darah ke uterus dan dapat
menurunkan kepekaan/ aktifitas uterus
3. Gerakan perjalanan, posisi duduk yg
lama, dan penrunana ksigen tampak menurunkan kepekaan uterus.
4. Mencegah kebosanan dan meningkatkan
kerja sama dgn pembatasan aktifitas.
5. Tingkat aktifitas mungkin perlu modifikasi
tergantung pada gejala aktifitas uterus, perubahan servix atau perdarahan.
|
Dx4 : Kurang pengetahuan b/d
tidak mengenal resiko individu pada penatalaksanaan hidramnion
|
|
1. Beri informasi mengenai hidramnion
dengan penjelasan yg singkat dan sederhana sesuai tingkat pendidikan klien
dan keluarga dari perubahan patofisiologis dan implikasi.
2. Beri informasi yg tepat berkenaan dgn
skrining dan metode test seta prosedur.
3. Identifikasi tanda-tanda bahaya yg
memerlukan pemberitahuan segera terhadap pemberi keperawatan (KPD, persalinan
preterm, perdarahan vagina)
4. Tekankan pentingnya melaporkan
peningkatan atau perubahan rabas vagina.
5. Anjurkan klien untuk mengkaji
tonus/kontraksi uterus satu jam sekali atau dua kali sehari.
|
1. Tingkat pengetahuan berdampak langsung
pada hasil kehamilan beresiko tinggi khususnya hidrmanion.
2. Pemahaman ttg tes dapat menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama klien.
3. Pengenalan situas beresiko mendorong
evaluasi/interensi segera, yg dapat meningkatkan atau membatasi hasil.
4. Dapat menunjukkan perubahan servix,
menandakan kebutuhan untuk pemeriksaaan terhadap infeksi vagina yg dapat
mencetuskan persalinan praterm/KPD
5. Meskipun kontraksi uterus terjadi
kadang-kadang, dilatasi servix dapat terjadi bila kontraksi terjadi tiap 10
menit atau kurang selama periode satu jam.
|
Dx5 : Resiko tinggi cedera
terhadap janin b/d hidramnion
|
|
1. Kaji terhadap mual/muntah berlebihan.
2. Bantu dalam skiring dan mengidenfikasi
kelainan genetik atau kromosom.
3. Kaju denyut jantung janin(DJJ),
perhatikan frekuensi dan regularitas. Biarkan klien memantau gerakan janin
setiao hari sesuai indikasi. Perhatikan adanya kondisi ibu yang berdampak
pada DJJ.
4. Kaji atau periksa adanya kontraksi
uterus preterm, yang mungkin ataupun tidak diertai dengan dilatasi serviks.
5. Pantau pemeriksaan lab : kadar alfa
fetoprotein serum (AFP) pada gestasi minggu ke-14 sampai ke-16 dan
amniosintesis bila kadar abnormal.
6. Beri suplemen oksigen sesuai kebutuhan.
|
1. Memanjakan perkembangan janin pada
status asidotik dan malnutrisi dan dapat memperberat IUGR dan pertumbuhan
otak yang buruk.Perkembangan hipermesis gravidum memerlukan perawatan di
rumah sakit.
2. Kelaianan seperti fenilketonuria
tindakaan yang khusus untuk mencegah efek negatif pada pertumbuhan janin.
3. Takikardia pada janin yang term dapat
menandakan mekanisme kompensasi untuk menurunkan kadar oksigen dan/atau
sepsis.
4. Terjadi pada 6%-7% dari semua kehamilan
dan dapat mengakibatkan kelahiran janin preterm.
5. Dengan kerusakan tube neural (paling
umum spina bifida dan anensefali), AFP ada pada serum maternal pada tingkat
8x lebih tinggi dari normal pada gestasi minggu ke-15. Kemudian menurun
sampai term.
6. Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk
ambilan janin, khususnya pada kasus hidramnion dimana Ibu mengalami sesak
nafas.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar