Kamis, 13 September 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ABORTUS


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan yang paling sering terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn, 2002). Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, 2002).
Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya  wanita mengalami yang kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang mengalami abortus spontan.
Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).
Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini.
Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian abortus.
B.     Tujuan
1.           Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan kejadian Abortus sesuai dengan konsep teori asuhan keperawatan
2.           Tujuan Khusus
a)  Mengetahui dan memahami definisi abortus
b) Mengetahui dan memahami jenis – jenis abortus beserta tanda dan gejalanya.
c)  Mengetahui dan memahami epidemiologi dari abortus
d) Mengetahui dan memahami etiologi dan web of causation abortus
e)  Mengetahui dan memahami komplikasi dari abortus
f)  Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari abortus
g) Mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus.



BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi
Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram atau kurang, dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore, 2001).
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002).
B.     Epidemiologi
Frekuensi Abortus sukar ditentukan karena Abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi Abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan wanita yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun,  dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta Abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :
1.    1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura
2.    antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
3.    antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
4.    antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand
Di perkotaan Abortus dilakukan 24-57% oleh dokter,16-28% oleh bidan/ perawat, 19-25% oleh dukun dan 18-24% dilakukan sendiri. Sedangkan di pedesaan Abortus dilakukan 13-26% oleh dokter, 18-26% oleh bidan/perawat, 31-47% oleh dukun dan 17-22% dilakukan sendiri.
Cara Abortus yang dilakukan oleh dokter dan bidan/perawat adalah berturut-turut: kuret isap (91%), dilatasi dan kuretase (30%) sertas prostaglandin / suntikan (4%). Abortus yang dilakukan sendiri atau dukun memakai obat/hormon (8%), jamu/obat tradisional (33%), alat lain (17%) dan pemijatan (79%).
Data dan lapangan menunjukkan bahwa ternyata sekitar 70-80% wanita yang meminta tindakan aborsi legal ternyata dalam status menikah, karena tidak menginginkan kehamilannya. Sisanya antara lain dan kalangan remaja puteri, yang walaupun lebih sedikit namun menunjukkan kecenderungan meningkat, terutama di kota besar atau di daerah tertentu seperti di Sulawesi Utara dan Bali. Bila ditinjaulebih lanjut, penyebab kehamilan yang tidak diinginkan antara lain meliputi kegagalan KB, alasan ekonomi, kehamilan di luar nikah atau kehamilan akibat perkosaan dan insest.
Abortus terkomplikasi berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut seringkali tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan atau sepsis. Data lapangan menunjukkan bahwa sekitar 60-70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, dan sekitar 60% kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dan seluruh kematian ibu, disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar15-20% kematian ibu disebabkan oleh sepsis. Manajemen aktif kala III dalam persalinan normal dikatakan dapat mencegah sekitar 50% perdarahan postpartum,atau sekitar 17-20% kematian ibu. Dengan demikian, paket intervensi berupa pelayanan paska keguguran dan pertolongan persalinan yang bersih dengan manajemen aktif kala III dapat berkontribusi dalam mencegah kematian ibu sampai sekitar 50%.
C.    Klasifikasi Abortus :
1.    Abortus spontanea
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga. Abortus spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu:
a.       Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :
1)      perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan biasanya terjadi beberapa jam sampai beberapa hari. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama beberapa minggu.
2)      nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan Sonografi vagina, pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (HCG) serum, dan kadar progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Selain itu, juga digunakan tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.
Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase. Ultrasonografi abdomen atau probe vagina dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase. Penanganan abortus imminens meliputi :
1)      Istirahat baring.
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2)      Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral atau secara intramuskular. Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
3)      Pemeriksaan ultrasonografi
b.                   Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Gejala-gejala abortus insipiens adalah:
1)      rasa mules lebih sering dan kuat
2)      perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.
3)      Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan pembukaan.
 Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan. Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
1)      Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual.  
Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan :
a)      Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila perlu).
b)      Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2)      Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a)      Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
b)      Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
c)      Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
c.       Abortus Inkompletus
Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat. Gejala-gejala yang terpenting adalah:
1)      Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus.
2)      Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama, cervix akan menutup.
Penanganan abortus inkomplit :
1)      Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral.
2)      Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
a)      Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
b)      Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3)      Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a)      Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
b)      Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
c)      Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d)     Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d.                  Abortus kompletus
Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Klien dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
2.    Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)
Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
a.       Missed abortion
Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Gejala missed abortion adalah :
1)   Tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
2)   Gejala subyektif kehamilan menghilang,
3)   Mamma agak mengendor lagi,
4)   Uterus tidak membesar lagi malah mengecil,
5)   Tes kehamilan menjadi negatif
6)   Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung terus.
 Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan. Tindakan pengeluaran janin, tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus dengan oxitocin dan antibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan

b.      Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
D.    Etiologi
Sebab-sebab abortus tersebut antara lain:
1.    Etiologi dari keadaan patologis
Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosentase  abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab abortus spontan yaitu :
a.       Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa  sebab abortus adalah :
1)      Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus trisemester pertama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom. Sedangkan pada monosomi X  (45, X) merupakan  kelainan kromosom tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
2)      Mutasi atau faktor poligenik
Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan kromosom baik kelainan struktural kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada abortus euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan. (Williams,2006)
b.      Faktort ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
1)      Infeksi yang terdiri dari :
a)      Infeksi akut
·         Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.
·         Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
·         Parasit, misalnya malaria.
b)      2  Infeksi kronis
·         Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
·         Tuberkulosis paru aktif.
2)      Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
3)      Penyakit kronis, misalnya :
a)      hipertensi à jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu,
b)      nephritis
c)      diabetes à angka abortus dan malformasi congenital meningkat pada wanita dengan diabetes. Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada trisemester pertama.
d)     anemia berat
e)      penyakit jantung
f)       toxemia gravidarum yang beratà dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada plasenta
4)      Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus
5)      Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan abortus.
6)      Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus
7)      Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola)
c.       Pemakainan obat dan faktor lingkungan
1)      Tembakau
merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat dobandingkan wanita yang tidak merokok.
2)      Alkohol
 abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan.
3)      Kafein
 konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak sedikit meningkatkan abortus spontan
4)      Radiasi
5)      Kontrasepsi
alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik setelah kegagalan kontasepsi.
6)      Toxin lingkungan
pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal, formaldehida, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (barlow, 1982)
d.      Faktor Imunologis
1)      Autoimun
2)      Alloimun
e.       Faktor ayah
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus.(william,2006)
2.    Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang bersangkutan

E.     Patofisiologi
Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”.
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
F.     Pemeriksaan ginekologi :
1.      Inspeksi Vulva
Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.
2.      Inspekulo
Perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
3.      Colok vagina
Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
G.    Komplikasi
1.      Perdarahan (haemorrogrie)
2.      Perforasi
3.      Infeksi dan tetanus
4.      Payah ginjal akut
5.      Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)
6.      Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah
H.    Pemeriksaan penunjang
1.      Tes Kehamilan
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2.      Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3.      Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
I.       Penatalaksanaan Abortus
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1.      Teknik bedah
a.       Kuretose / dilatasi
Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan uterus dengan vakum disebut kuretase isap .
b.      Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.
c.       Laporotomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup significanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.
2.      Teknik medis
a.       Oksitosin
b.      Prostaglandin
c.       Urea hiperosomik
d.      Larutan hiperostomik intraamnion.




J.      WOC ABORTUS



BAB 3
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A.      Pengkajian
1.       Identitas klien
Meliputi nama, usia, alamat, agama ,bahasa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis. Ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun rentang terjadi aborsi pada kandungannya. Pendidikan dan pekerjaan yang semakin berat akan meningkatkan resiko aborsi.
2.      Keluhan utama                      
Dalam kasus abortus masalah yang banyak dikeluhkan pasien pada umumnya adalah rasa nyeri pada bagian abdomen. Tingkat nyeri yang dirasakan dapat menunjukkan jenis aborsi yang terjadi.
3.      Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dimonitor adalah riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu(faktor pendukung terjadinya aborsi misalnya mioma uteri) dan keluarga(faktor genetik), riwayat pembedahan ( seksio sesaria atau tidak), riwayat penyakit yang pernah dialami(misal : hipertensi, DM, typhoid, dll), riwayat kesehatan reproduksi, riwayat seksual, riwayat pemakaian obat(misalnya : obat jantung), pola aktivitas sehari – hari.
4.      Pemeriksaan fisik
a.       B1 (Breath)
1)      RR= 18 x/menit
2)      Tidak ada suara nafas tambahan
3)      Tidak menggunakan alat bantu pernafasan
b.      B2 (Blood)
1)      Tekanan darah            : 60/40 mmHg
2)      Nadi                                 : 50x/menit
3)      Suhu                                                : 39o C
4)      Hb                                     : 5 gr/Dl
5)      Leukosit                         : 15.000
6)      Akral dingin
7)      CRT > 2 detik
c.       B3 (Brain)
-          Stupor, tidak mengalami gangguan tidur
a.       B4 (Bladder) : -
b.      B5 (Bowel)
-          Nyeri di daerah perut
-          Penurunan nafsu makan
-          Frekuensi BAB 1 x/hari, berbau khas, konsistensi padat
c.       B6 (Bone)
-          Turgor kulit baik
-          Pergerakan dalam batas normal
d.      Psikologis
-          Ansietas
e.       Sosial
Hubungan dengan suami dan keluarga    : baik
3.3.1.    Pemeriksaan laboratorium
a.          darah : leukosit naik        15.000
Hb    : 5 gr/dL
B.     Analisis Data

NO
DATA
ETIOLOGI
PROBLEM
1
S  : -
O :
·      Suhu pasien biasanya ≥ 39o, hb 5 gr/dl
·      Pasien biasanya mengeluarkan banyak darah
·      Biasanya darah yang keluar + 1 liter



Perdarahan
 

hipovolemik
 

syok

Resiko syok hemorrhagic
2
S :
·      Biasanya pasien merasa lemas
O :
·      Biasanya nadi lemah (50 x/menit) dan pasien terlihat pucat
Perdarahan

Anemia

Kelemahan

Gangguan aktivitas
Gangguan aktivitas
3
S :
·      Biasanya pasien mengeluh nyeri di perut dan pasien  merintih kesakitan
O :
P = Aborsi
Q = Severe pain
R = Abdomen
S = (skala ± 8)
T = Current

Keguguran janin

Rangsangan pada uterus

Prostaglandin
 

Dilatasi serviks
 

Nyeri
Gangguan rasa nyaman : nyeri
4
S : -
O :
·      Leukosit klien biasanya 15.000,
·      Suhu 39oC
Keguguran janin

Lepasnya buah kehamilan dari implantasinya

Terputusnya pembuluh darah ibu

Perdarahan

Resiko terjadi infeksi
Resiko Tinggi infeksi
5
S :
·      px biasanya mengatakan ketakutan  tidak bisa memberi keturunan
O :
·      px akan terlihat gelisah dan akralnya dingin

Keguguran janin

Terganggunya psikologis ibu

Kecemasan
Cemas

C.    Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko syok hemorrhagic b.d perdarahan
2.      Gangguan aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
3.      Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d kerusakan jaringan intrauteri
4.      Resiko tinggi infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab
5.      Cemas b.d kurang pengetahuan










D.    Rencana Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Resiko syok hemorrhagic b.d Perdarahan
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas
Mandiri :
1.      Cek Airway, Breathing, and Circulation
2.      Penderita dibaringkan dalam posisi trendelenburg, yaitu posisi telentang biasa dengan kaki sedikit tinggi 30 derajat
3.      Monitor kondisi TTV tiap 2 jam


4.      Monitor input dan output cairan


Kolaborasi :
1.      Berikan sejumlah cairan pengganti harian(NaCl 0.9%, RL, Dekstran), plasma dan transfusi darah
2.      Evaluasi status hemodinamika

2.      Setelah kebebasan jalan nafas terjamin untuk meningkatkan oksigenasi dapat diberi oksigen 100% kira- kira 5 liter pm melalui jalan nafas dan bila perlu penderita diberi cairan bikarbonat natricus

1.      Sebagai pertolongan pertama pada keadaan syok
2.      Mencegah gangguan perfusi serebral dan untuk auto transfusi


3.      Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus memiliki karekteristik bervariasi
4.      Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal

1.      Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan massif


2.      Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik
3.      Untuk mencegah atau menanggulangi asidosis
2
Gangguan Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Mandiri :
1.      pantau tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas



2.      Monitor pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
3.      Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
4.      Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan / kondisi klien
5.      Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas

1.      Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk.
2.      Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
3.      Mengistiratkan klilen secara optimal

4.      Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5.      Menilai kondisi umum klien
3
Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d Kerusakan jaringan intrauteri
Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Mandiri :
1.      Monitor kondisi nyeri yang dialami klien

Edukasi:
2.       Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Kolaborasi :
3.      Kolaborasi pemberian analgetika

1.      Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun deskripsi

2.      Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri


3.      Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
4
Resiko tinggi Infeksi b.d perdarahan, kondisi vulva lembab
Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan
Mandiri :
1.      Monitor kondisi keluaran atau  dischart yang keluar; jumlah, warna, dan bau



2.      Lakukan perawatan vulva


Edukasi:
1.      Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa perdarahan
2.      Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda infeksi



3.      Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama selama masa perdarahan




Kolaborasi:
1.      Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart

1.      Perubahan yang terjadi pada dishart dimonitor setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
2.      Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat dapat menyebabkan infeksi

1.      Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan genital

2.      Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin merupakan gejala infeksi
3.      Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasanganyang lebih luar

1.      Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart
5
Cemas b.d kurang pengetahuan
Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga terhadap penyakit meningkat
Mandiri :
1.      Monitor tingkat pengetahuan/ persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit.
2.      Monitor derajat kecemasan yang dialami klien.


3.      Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan



4.      Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama.

Edukasi :
1.      Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan keluarga

1.      Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas

2.      Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penialaian objektif klien tentang penyakit.
3.      Kelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan kesadaran diri klien.
4.      Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi menurunkan kecemasan.

1.      Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
Hamilton, C. M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC: Jakarta.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius : Jakarta.
Marylin E. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Tridasa Printer : Jakarta
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8 Volume 2. Jakarta ; EGC.
Normahendi, W.A. 2007. Abortus.  http://fkuii.org/tiki download_wiki_attachment.php?attId=964&page=Wulan%20Asih%20Normahendri. 23 September 2009 pada pukul 14.27
-------.2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien Abortus. http://mediadankomputer.co.cc//?p=424  23 September 2009 pada pukul 14.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar