BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau
penyakit kardiovaskular saat ini merupakan salah satu penyebab utama dan
pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia.
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh
pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali
lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK
(yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab utama
dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali
lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%).
Oleh karena itu, untuk mengurangi kasus
ini, dilakukanlah penanganan yang berupa operasi bypass arteri koroner yang
merupakan jenis operasi dimana darah dilewati sekitar arteri tersumbat sehingga
aliran darah dan oksigen ke jantung meningkat. Operasi ini juga dirujuk ke CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting). Arteri koroner bertanggung jawab untuk
membawa darah ke otot jantung. Kadang-kadang arteri bias tersumbat yang
disebabkan oleh plak dan bahan lemak lainnya. Sumbatan ini akhirnya
memperlambat aliran darah atau dapat menghentikan aliran darah sepenuhnya.
Ketika seseorang memiliki penyumbatan
arteri koroner, ia akan mengalami nyeri di dada atau mengembangkan serangan
jantung. Namun, dengan melakukan operasi bypass arteri koroner, aliran darah ke
jantung membaik dan akhirnya mengurangi nyeri dada dan risiko serangan jantung.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan sumber informasi
tentang Penyakit Jantung Koroner yang penatalaksanaannya dengan Coronary Artery
Bypass Graft (CABG) kepada pembaca dan masyarakat pada umumnya.
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan setelah mempelajari materi
ini kita dapat mengetahui:
1. Pengertian PJK
2. Faktor-faktor yang menyebabkan PJK
1.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis
melakukan beberapa studi literature dan dengan melakukan searching di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Jantung Koroner
adalah jenis penyakit yang banyak menyerang penduduk Indonesia. Kondisi ini
terjadi akibat penyempitan/penyumbatan di dinding nadi koroner karena adanya
endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplaian darah ke jantung
menjadi terganggu. Perubahan pola hidup, pola makan, dan stres juga dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung coroner atau penyakit
arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi
khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak
jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi
secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau
penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus
yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk
menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya
penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak
permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard
infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.
2.2 Etiologi/Faktor Resiko
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya
disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung
(pembuluh koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses
seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah, dll.,yang
kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini
akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah
dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari Angina Pectoris
(nyeri dada) sampai Infark Jantung, yang dalam masyarakat di kenal dengan
serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.
Beberapa faktor resiko terpenting
Penyakit Jantung Koroner :
1.
Memasuki usia 45 tahun bagi
pria.
Sangat penting bagi kaum pria untuk menyadari kerentanan mereka dan
mengambil tindakan positif untuk mencegah datangnya penyakit jantung.
2.
Bagi wanita, memasuki usia 55
tahun atau mengalami menopause dini (sebagai akibat operasi).
Wanita mulai menyusul pria dalam hal risiko penyakit jantung setelah
mengalami menopause.
3.
Riwayat penyakit jantung dalam
keluarga.
Riwayat serangan jantung didalam keluarga sering merupakan akibat
dari profil kolesterol yang tidak
normal.
4.
Diabetes.
Kebanyakan penderita diabetes
meninggal bukanlah karena meningkatnya level gula darah, namun
karena kondisi komplikasi jantung mereka.
5.
Merokok.
Resiko penyakit jantung drai merokok setara dengan 100 pon kelebihan
berat badan - jadi tidak mungkin menyamakan keduanya.
6.
Tekanan darah tinggi
(hipertensi).
7.
Kegemukan (obesitas).
Obesitas tengah (perut buncit) adalah bentuk dari kegemukan.
Walaupun semua orang gemuk cenderung memiliki risiko penyakit jantung, orang
dengan obesitas tengah lebih-lebih lagi.
8.
Gaya hidup buruk.
Gaya hidup yang buruk merupakan salah satu akar penyebab penyakit jantung
- dan menggantinya dengan kegiatan fisik merupakan salah satu langkah paling
radikal yang dapat diambil.
9.
Stress.
Banyak penelitian yang sudah
menunjukkan bahwa, bila menghadapi situasi yang tegang, dapat terjadi arithmias
jantung yang membahayakan jiwa.
Ada beberapa anggapan sebagian orang
mengenai PJK
1.
Penyakit jantung hanya terjadi
pada orang gemuk saja
2.
Penyakit jantung tidak bisa
pada anak atau orang muda
3.
Wanita terbebas dari penyakit
jantung
4.
Penyakit jantung hanya satu
macam
5.
Jantungnya sehat, tak mungkin
bisa sakit jantung
6.
Tidak ada hubungan dengan
serangan stroke
7.
Penyakit jantung merupakan penyakit keturunan
8.
Penyakit jantung tidak dapat
dicegah
9.
Terkena penyakit jantung sebab
sering dikagetkan
10.
Penyakit jantung muncul sebab
sering mengonsumsi menu jantung pisang
2.3 Patofisiologi
Penyakit jantung koroner merupakan
respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan oleh penyempitan arteri
koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen di perlukan oleh sel-sel
miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine Triphospate di bebaskan
untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70 % oksigen. Banyaknya
oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut sebagai Myocardial Oxygen
Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh percepatan jantung, kontraksi
miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan mudah
menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan menambah
percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat jantung.
Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai darah
tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya obstruksi
letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi menyerupai
glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen. Penimbunan asam laktat
merupakan akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi
terjadinya disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat
mengganggu fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen
iskemik menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri menyebabkan
penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan ventrikel
kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri
pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung. Kelanjutan dan iskemia
tergantung pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara),
lokasi serta ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina
pectoris, penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan
miocardial infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
2.4 Manifestasi Klinis
1.
Sesak napas mulai dengan napas
yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya
tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan
aktivitas ringan.
2.
Klaudikasio intermiten, suatu
perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi selama atau setelah olah
raga Peka terhadap rasa dingin
3.
Perubahan warna kulit.
4.
Nyeri dada kiri seperti
ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri.
5.
Nyeri dada serupa dengan angina
tetapi lebih intensif dan lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin
6.
Dada rasa tertekan seperti
ditindih benda berat, leher rasa tercekik.
7.
Rasa nyeri kadang di daerah
epigastrium dan bisa menjalar ke punggung.
8.
Rasa nyeri hebat sekali
sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Untuk memberikan pengobatan seorang
dokter harus mengetahui dulu penyakit/diagnosis pasiennya. Layaknya detektif,
dokter mengumpulkan sebanyak mungkin keterangan baik subjektif maupun objektif
untuk kemudian mengambil kesimpulan. Pilihan pengobatan ditentukan berdasarkan
jenis penyakit dan derajatnya.
Pengumpulan keterangan dilakukan
melalui anamnesa (wawancara), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
dengan menggunakan alat. Ini berlaku untuk semua keadaan, termasuk PJK.
Seperti biasa bila anda diperiksa
dokter, ia akan mulai bertanya (melakukan anemnesa) mulai dari keluhan anda
sampai semua hal yang berkaitan dengan PJK. Keluhan yang terpenting adalah
nyeri dada. Dokter akan bertanya cukup detail mengenai hal ini, seperti apakah
nyerinya, kapan dirasakan, berapa lama, di dada sebelah mana, apakah menjalar.
Nyeri dada yang dirasakan seperti ditindih beban berat, di-tusuk2, diremas,
rasa terbakar adalah yang paling sering dilaporkan. Walaupun bisa saja
dirasakan berbeda. Biasanya nyeri dirasakan di dada kiri dan menjalar ke lengan
kiri.
Setelah itu dokter akan menanyakan
semua faktor risiko PJK, antara lain: apakah anda merokok, menderita darah
tinggi atau penyakit gula (diabetes), pernahkah memeriksakan kadar kolesterol
dalam darah, dan adakah keluarga yang menderita PJK dan faktor resikonya? Ya,
tampaknya memang nyinyir dokter itu, semua ditanya.
Setelah semua ditanya, dokterpun akan
melakukan pemeriksaan fisik. Dimaksudkan untuk mengetahui kelainan jantung lain
yang mungkin ada. Hal ini dilakukan terutama dengan menggunakan stetoskop.
Pemeriksaan penunjang tergantung
kebutuhannya, beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang
invasif sifatnya.
2.5.1
Elektrokardiogram
(EKG)
Pemeriksaan
aktifitas listrik jantung, atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah
pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini
kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan
jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang
masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
2.5.2
Foto
rontgen dada
Dari
foto rontgen dada dokter dapat melihat ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran.
Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak
bisa dilihat dari foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah
seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang
sudah berlanjut pada payah jantung. Gambarannya, biasanya jantung terlihat
membesar.
2.5.3
Pemeriksaan
Laboratorium
Dilakukan
untuk mengetahui kadar kolesterol darah dan trigliserida sebagai faktor risiko.
Dari Pemeriksaan darah juga dapat diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut
dengan melihat kenaikan enzim jantung.
Bila dari semua pemeriksaan diatas
diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/kardiologis
akan merekomendasikan untuk dilakukan treadmill.
2.6 Penatalaksanaan Penyakit
Jantung Koroner
Tatalaksana untuk penyakit jantung
koroner bersifat umum dan khusus. Untuk tatalaksana umum yang terpenting adalah
perubahan gaya hidup yang dapat mengendalikan faktor-faktor risiko yang dapat
memperberat penyakit. Pemeriksaan jantung berkala sangat penting dilakukan
untuk pasien yang berisiko maupun tidak.
Tatalaksana khusus diberikan untuk
pasien yang sudah mengalami gejala PJK. Pemberian obat-obatan vasodilator dan
trombolitik sangat penting dalam jangka waktu yang cepat setelah mengalami
serangan.
Untuk mengatasi nyeri dapat diberikan
obat-obatan seperti nitrat sublingual (diberikan dibawah lidah), nitrogliserin
atau morfin.
1.
Obat-Obatan
a.
Obat-obat yang dapat
meningkatkan supply darah ke otot jantung.
b.
Obat-obat yang menurunkan
kebutuhan o2 pada otot jantung.
c.
Obat-obat untuk penyakit
penyerta.
2.
Balon dan pemasangan stent.
Balon arteri koroner adalah suatu
tehnik menggunakan balon halus yang dirancang khusus untuk membuka daerah
sempit di dalam lumen arteri koroner.
3.
Operasi By-pass
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
merupakan salah satu penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK),
dengan cara membuat saluran yang baru melewati bagian arteri koronia yang
mengalami penyempitan atau penyumbatan. Dimana arteri atau vena diambil dari
bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati
arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran
darah yang menuju sel-sel otot jantung.
Selama dilakukan pembedahan, pasien
diberikan anestesi umum agar tidak sadar dan tidak merasa sakit. Pernapasan
dibantu dengan ventilator. Setelah itu, dinding toraks (dada) dibuka, jantung
yang sedang berdenyut dihentikan dengan suhu dingin, kemudian aliran darah yang
secara normal dipompakan keluar dari jantung dialihkan pada mesin jantung
(heart lung machine).
Dengan demikian, dokter ahli bedah
dapat dengan tenang menggunakan sepotong vena atau arteri untuk membuat bypass
(jalan pintas) pada bagian arteri koroner yang tersumbat atau sakit. Jadi jalan
pintas yang mulus ini memungkinkan darah dan oksigen dapat mengalir kembali ke
otot jantung.
Pembuluh darah yang dipakai untuk
bypass ini disebut graft; ujung yang satu dihubungkan dengan aorta ascenden
sedangkan ujung yang lain akan disambungkan ke arteri koroner dibawah dari pada
daerah penyempitan. Operasi bypass membutuhkan waktu 4 hingga 6 jam.
Pengobatan penyakit jantung adalah
untuk memaksimalkan curah jantung. Melalui pembedahan, ini dapat dilakukan
dengan memperbaiki fungsi otot miokordia dan aliran darah melalui tandur bypass
arteri koroner (CABG) dan atau penggantian katup yang rusak.
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran Artety Coronaria akibat adanya
penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang mengalami
penyempitan telah dilakukan sebelumnya dengan melakukan kateterisasi Artery
Coronary.
Sasaran operasi bypass adalah
mengurangi gejala penyakit arteri koroner (termasuk angina), sehingga pasien
bisa menjalani kehidupan yang normal dan mengurangi risiko serangan jantung
atau masalah jantung lain.
Pasien penyakit jantung koroner (PJK)
yang dianjurkan operasi bypass adalah mereka yang hasil katererisasi jantung
ditemukan adanya:
a.
Penyempitan >50% dari arteri
koroner kiri utama (left main disease), atau left main equivalent yaitu
penyempitan menyerupai left main artery misalnya ada penyempitan di bagian
proximal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex.
b.
Penderita dengan 3 vessel
disease yaitu tiga arteri koroner semuanya mengalami penyempitan bermakna yang
fungsi jantung mulai menurun (ejection fraction <50%).
c.
Penderita yang gagal dilakukan
balonisasi dan stent.
d.
Penyempitan 1 atau 2 pembuluh
namun pernah mengalami henti jantung.
e.
Anatomi pembuluh darah suitable
(sesuai) untuk operasi bypass.
Pasien Penyakit Jantung Koroner (PJK)
yang tidak dianjurkan untuk operasi bypass adalah:
a.
Usia lanjut
b.
Tidak ada gejala angina
c.
Fungsi ventrikel kiri jelek
(kurang dari 30%)
d.
Struktur arteri koroner yang
tidak memungkinkan untuk disambung.
Komplikasi operasi bypass yang sering
terjadi adalah:
a.
Pendarahan
b.
Infeksi pada Sternum
c.
Serangan jantung atau gangguan
irama sampai pasien meninggal
d.
Gangguan pernapasan.
4.
EECP (Enhanced External Counter
Pulsation)
2.7 Proses Keperawatan
2.7.1
Pengkajian
1.
Aktivitas / Istirahat
·
Gejala : Riwayat tidak toleran
terhadap latihan, Kelemahan umum, kelelahan, Ketidakmampuan melakukan aktivitas
yang diharapkan / biasanya
·
Tanda : Kecepatan jantung
abnormal, perubahan TD karena aktivitas, Ketidaknyamanan kerja atau dispnea,
Perubahan EKG / Disritmia.
2.
Sirkulasi
·
Gejala : Riwayat IM akut/saat
ini penyakit arteri koroner tiga atau lebih, penyakit katup jantung,
hipertensi.
·
Tanda : variasi pada TD,
frekuensi jantung atau irama, Disritmia atau perubahan EKG, Bunyi jantung
abnormal : S3/S4 Murmur, Pucat atau kulit sianosis atau membran mukosa, Kulit
dingin atau lembab, Edema, JVD., Penurunan nadi perifer, Krekels, Gelisah atau
perubahan lain pada mental atau sensori (dekompensasi jantung berat)
3.
Integritas Ego
·
Gejala : perasaan takut atau
ketakutan, tak berdaya, Distress terhadap kejadian saat ini, Katup mati atau
hasil akhir pembedahan, Takut tentang perubahan pola hidup atau fungsi peran.
·
Tanda : Ketakutan, Gelisah,
Insomnia, Wajah tegang, Menolak, Menangis, Fokus pada diri sendiri, gelisah,
marah. Perubahan kecepatan jantung, TD, pola pernafasan.
4.
Makanan/Cairan
·
Gejala : Perubahan Berat badan,
Kehilangan nafsu makan, Nyeri abdomen, mual muntah, Perubahan frekuensi urin
·
Tanda : Peningkatan atau
penurunan berat badan, Kulit kering, Turgor kulit buruk, Hipotensi postural,
Penurunan atau tak ada bunyi usus, Edema
5.
Neurosensori
·
Gejala : Rasa berdenyut,
vertigo
·
Tanda : Perubahan orientasi,
Gelisah, Mudah terangsang, Apatis, Respon emosi meningkat.
6.
Nyeri/Ketidaknyamanan
·
Gejala : Nyeri dada, angina,
Paska operasi: Ketidaknyamanan insisi, Nyeri bahu, tangan, lengan, kaki
·
Tanda : Pasca operasi:
Hati-hati, Nyeri tampak pada wajah, Meringis, Perilaku Distraksi, Merintih,
Gelisah, Perubahan pada TD/nadi/frekuensi pernapasan
7.
Pernapasan
·
Gejala : Napas pendek,
Pascaoperasi : Ketidakmampuan batuk / napas dalam
·
Tanda : Pascaoperasi :
Penurunan ekspansi dada, Mengerutkan / gerak otot hati-hati, Dispnea, Area
penurunan / tak ada bunyi nafas, Ansietas, Perubahan GDA /Nadi oksimetri
8.
Keamanan
·
Gejala : Infeksi dengan
keterlibatan katup
·
Tanda : Pascaoperasi : Pengeluaran
/ perdarahan dari dada
9.
Pemeriksaan Diagnostik (Pasca
Operasi)
·
Hemoglobin/hematokrit :
Penurunan Hb menurunkan kapasitas oksigen pembawa dan mengindikasikan kebutuhan
penggantian sel darah merah. Peningkatan Ht menunjukkan dehidrasi atau kebutuhan
penggantian cairan.
·
Pemeriksaan koagulasi :
berbagai pemeriksaan dilakukan (contoh, jumlah trombosit, waktu perdarahan dan
pembekuan) untuk menentukan kemungkinan masalah sebelum pembedahan.
·
Elektrolit : ketidakseimbangan
(hiperkalemia atau hipokalemia, hipernatremia atau hiponatremia, dan
hipokalsemia) dapat mempengaruhi fungsi jantung dan keseimbangan cairan.
·
GDA : Mengidentifikasi status
oksigenasi /keefektifan fungsi pernapasan dan keseimbangan asam-basa.
·
Nadi oksimetri : Pengukuran
noninvasif terhadap oksigen pada tingkat jaringan
·
BUN / kreatinin : Menunjukkan
keadekuatan perfusi / fungsi ginjal /hati
·
Amilase : Peningkatan
kadang-kadang tampak pada pasien dengan resiko tinggi, contoh pada gagal
jantung karena penggantian katup.
·
Glukosa : Peningkatan dapat
terjadi sehubungan dengan status nutrisi praoperasi, adanya diabetes atau
disfungsi organ dari infus dekstrosa.
Enzim jantung / Isoenzim : Peningkatan pada adanya IM akut, sedang terjadi atau
perioperasi.
·
Foto dada : Menyatakan ukuran
jantung dan posisi, vaskularisasi pulmonal, dan perubahan indikatif komplikasi
( contoh atelektasis). Berbagai kondisi katup buatan dan kawat sternal, posisi
lead pacu, garis intravaskuler /jantung.
·
EKG : Mengidentifikasi
perubahan pada fungsi elektrik / fungsi mekanik seperti yang dapat terjadi pada
fase segera pascaoperasi, IM akut / perioperasi, disfungsi katup, dan
perikarditis.
·
Angiografi jantung : Tekanan
serambi abnormal dan tekanan gradien melewati katup ada pada penyakit katup.
Penemuan penyakit arteri koroner termasuk hambatan arteri, gangguan perfusi
koroner, dan kemungkinan gerakkan dinding abnormal.
·
Pemeriksaan nuklir : Gambaran
jantung menunjukkan penyakit arteri koroner, dimensi serambi jantung, dan
kemampuan fungsi prabedah / paska bedah.
10.
Prioritas Keperawatan
·
Mendukung stabilitas
hemodinamik / fungsi ventilator
·
Meningkatkan hilangnya nyeri /
ketidaknyamanan
·
Meningkatkan penyembuhan
·
Memberikan informasi tentang
harapan pascaoperasi dan program pengobatan
11.
Tujuan Pemulangan
·
Toleransi aktivitas adekuat
untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
·
Nyeri hilang / tertangani
·
Komplikasi tercegah /minimal
·
Insisi sembuh
·
Obat pasca pulang, latihan,
diet, terapi dipahami.
2.7.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut, ketidaknyamanan b/d
sternotomi (insisi mediastinal)
2.
Resiko tinggi penurunan curah
jantung b/d Penurunan kontraktilitas miokard terhadap faktor sementara (contoh
bedah dinding ventrikuler, adanya IM, respons terhadap interaksi obat).
3.
Resiko tinggi inefektif pola
nafas b/d Ketidakadekuatan ventilasi ( nyeri / kelemahan
4.
Kerusakan integritas kulit b/d
Insisi bedah , luka tusuk
5.
Perubahan penampilan peran b/d
Krisis situasi ( peran tergantung ) / proses penyembuhan
6.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi, perawatan pasca operasi b/d Kesalahan interpretasi informasi
2.7.3
Intervensi Keperawatan
ü
Dx 1:
1.
Dorong pasien untuk melaporkan
tipe, lokasi, dan intensitas nyeri, rentang skala 0-10, tanyakan pasien
bagaimana membandingkan dengan nyeri dada praoperasi.
RASIONAL : penting untuk pasien membedakan nyeri insisi
dari tipe lain nyeri dada, contoh angina.beberapa pasien CABG tidak mengalami
ketidaknyamanan berat pada insisi dada dan mengeluh lebih sering pada sisi
donor. Nyeri berat pada area ini harus diselidiki untuk kemungkinan komplikasi.
2.
Observasi cemas, mudah
terangsang, menangis, gelisah, gangguan tidur, pantau tanda vital.
RASIONAL : petunjuk nonverbal ini dapat mengindikasikan
adanya derajat nyeri yang dialami.
3.
Identifikasi / tingkatkan
posisi nyaman menggunakan alat bantu bila perlu
RASIONAL : bantal/ gulungan selimut berguna untuk
menyokong ekstremitas, mempertahankan postur tubuh, dan penahan insisi untuk
menurunkan tegangan otot/ meningkatkan kenyamanan.
4.
Berikan tindakan nyaman (
contoh pijatan punggung, perubahan posisi), bantu aktivitas perawatan diri dan
dorong aktivitas senggang sesuai indikasi.
RASIONAL : dapat meningkatkan relaksasi / perhatian tak
langsung dan menurunkan frekuensi / kebutuhan dosis analgesik.
5.
Jadwalkan aktivitas perawatan
untuk seimbang dengan peeriode tidur / istirahat adekuat.
RASIONAL : untuk penyembuhan jantung dan daoat
meningkatkan koping terhadap stress dan ketidaknyamanan.
6.
Identifikasi / dorong
penggunaan perilaku seperti bimbingan imajinasi,distraksi, visualisasi, napas
dalam.
RASIONAL : teknik relaksasi pada penanganan stress,
meningkatkan rasa sehat, dapat menurunkan kebutuhan analgesik, dan meningkatkan
penyembuhan.
7.
Beritahu pasien bahwa wajar
saja, meskipun lebih baik, untuk meminta analgesik segera setelah ketidaknyamanan
menjadi dilaporkan.
RASIONAL : adanya nyeri menyebabkan tegangan otot, yang
mengganggu sirkulasi, memperlambat proses penyembuhan, dan memperberat nyeri.
8.
Beri obat pada saat prosedur /
aktivitas sesuai indikasi
RASIONAL : kenyamanan/ kerjasama pasien pada pengobatan
pernapasan, ambulasi, dan prosedur dipermudah oleh pemberian analgesik.
9.
Selidiki laporan nyeri pada
area tak biasanya ( contoh betis kaki, abdomen) atau keluhan tak jelas adanya
ketidaknyamanan, khususnyabila disertai oleh perubahan mental, tanda vital, dan
kecepatan pernafasan.
RASIONAL : manifestasi dini terjadinya komplikasi,
contoh tromboplebitis, infeksi, disfungsi gastrointestinal.
10.
Catat laporan nyeri dan kebas
pada area ulnar ( keempat dan kelima) tangan sering terjadi disertai nyeri /
ketidak nyamanan pada tangan dan bahu. Beritahu pasien bahwa masalah biasanya
teratasi sesuai waktu.
RASIONAL : indikasi regangan cedera pleksus brakialis
sebagai akibat posisi tangan selama pembedahan.
ü
Dx 2 :
1.
Pantau kecenderungan frekuensi
jantung dan TD. Khususnya mencatat hipotensi. Waspada terhadap batas sistolik/diastolik
khusus pada pasien
RASIONAL : takikardi adalah respon umum untuk
ketidaknyamanan dan cemas. Ketidakadekuatan penggantian darah/ cairan dan
stress pembedahan. Takikardi terus menerus meningkatkan kerja jantung dan dapat
menurunkan curah jantung. Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan,
disritmia, gagal jantung/syok.
2.
Pantau disritmia jantung.
Observasi respons pasien terhadap disritmia, contoh penurunan TD.
RASIONAL :disritmia dapat terjadi sehubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit. Iskemia miokardia atau gangguan pada konduksi
elektrikal jantung.
3.
Observasi perubahan status
mental/ orientasi/ gerakan atau refleks tubuh, contoh timbulnya bingung,
disorientasi, gelisah, penurunan respons terhadap rangsang, pingsan.
RASIONAL : dapat mengindikasikan penurunan aliran darah
atau oksigenisasi serebral akibat penurunan curah jantung.
4.
Catat suhu kulit/ warna, dan kualitas
/ kesamaan nadi perifer.
RASIONAL : kulit hangat, merah muda, dan nadi kuat
adalah indikator umum curah jantung adekuat.
5.
Ukur/catat pemasukan, pengeluaran,
dan keseimbangan cairan.
RASIONAL : untuk menentukan kebutuhan cairan atau
mengidentifikasi kelebihan cairan yang dapat mempengaruhi curah jantung.
6.
Jadwal istirahat/ periode tidur
tanpa gangguan. Bantu aktivitas perawatan diri.
RASIONAL : mencegah kelemahan/ kelelahan dan stress
kardiovaskuler berlebihan.
7.
Pantau program aktivitas. Catat
respons pasien, tanda vital sebelum/ selama/ setelah aktivitas, terjadinya
disritmia.
RASIONAL : latihan teratur merangsang sirkulasi / tonus
kardiovaskuler dan meningkatkan rasa sehat. Kemajuan aktivitas tergantung pada
toleransi jantung.
8.
Evaluasi adanya derajat
cemas/emosi. Dorong penggunaan teknik relaksasi contoh napas dalam, aktivitas
senggang.
RASIONAL : reaksi emosi berlebihan dapat mempengaruhi
tanda vital dan tahanan vaskuler sistemik, juga mempengaruhi fungsi jantung.
9.
Lihat adanya DVJ, edema
perifer, kongesti paru, napas pendek, berkeringat, perubahan EKG.
RASIONAL : meskipun tidak umum komplikasi CABG,
perioperasi atau pasca operasi dapat terjadi.
10.
Laporkan adanya hipotensi
(tidak responsif terhadap perubahan cairan, misalnya takikardi, bunyi jantung
tambahan, pingsan/ koma).
RASIONAL : terjadinya tamponade jantung dapat dengan
cepat berlangsung menjadi henti jantung mengisi secara adekuat untuk curah
jantung yang efektif.
11.
Kaji ulang seri EKG
RASIONAL : untuk mengikuti kemajuan normalisasi pola
konduksi elektrikal/ fungsi ventrikel setelah pembedahan atau mengidentifikasi
komplikasi.
12.
Berikan cairan IV/ transfusi
darah sesuai indikasi
RASIONAL : cairan IV dipertahankan untuk penggantian
cairan / obat jantung darurat. Penggantian sel darah merah mungkin
diindikasikan kadang kadang untuk memperbaiki/ mempertahankan sirkulasi adekuat
dan meningkatkan kapasitas pembawa oksigen.B
13.
Berikan oksigen tambahan sesuai
indikasi
RASIONAL : meningkatkan oksigenasi maksimal, yang
menurunkan kerja jantung, alat dalam memperbaiki iskemia jantung dan disritmia.
14.
Berikan elektrolit dan obat
sesuai indikasi, contoh cairan elektrolit/ kalium, antidisritmia, penyekat
beta, digitalis, diuretik antikoagulan.
RASIONAL : elektrolit, obat antidisritmia, dan jantung
lain diperlukan pada jangka pendek atau jangka panjang untuk memaksimalkan
kontraktilitas/ curah jantung.
15.
Pertahankan kabel pacu yang
ditempatkan melalui pembedahan (atrial/ventrikel) dan melakukan pacu sesuai
indikasi.
RASIONAL : diperlukan untuk mendukung curah jantung pada
adanya gangguan konduksi (disritmia berat) yang mempengaruhi fungsi jantung.
ü
Dx 3 :
1.
Evaluasi frekuensi pernapasan
dan kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh adanya dispnea, penggunaan otot
bantu napas, pelebaran nasal.
RASIONAL : respon pasien bervariasi. Kecepatan dan upaya
mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi
(kehilangan darah atau cairan), akumulasi sekretm hipoksiam atau distensi
gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari
penggunaan analgesik berlebihan. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal
dapat mencegah komplikasi.
2.
Auskultasi bunyi napas. Catat
area yang menurun / taka da bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, contoh
krekels atau ronki.
RASIONAL : bunyi napas sering menurun pada dasar paru
selama periode waktu setelah pembedahan sehubungan dengan terjadinya
atelektasis. Kehilangan bunyi napas aktif pada area ventilasi sebelumnya dapat
menunjukkan kolaps segmen paru. Khususnya bila selang dada telah dilepaskan.
3.
Observasi penyimpangan dada.
Selidiki penurunan ekspansi atau ketidaksimetrisan gerakan dada.
RASIONAL : udara atau cairan pada area pleural mencegah
ekspansi lengkap dan memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.
4.
Observasi karakter batuk dan
produksi sputum
RASIONAL : batuk sering dapat mempengaruhi iritasi dari
selang ET operasi atau dapat menunjukkan kongesti paru. Sputum pululen menunjukkan
timbulnya infeksi paru.
5.
Lihat kulit dan membran mucosa
untuk adanya sianosis.
RASIONAL : sianosis menunjukkan kondisi hipoksia
sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru. Pucat umum dapat
menunjukkan anemia karena kehilangan darah / kegagalan penggantian darah atau
kerusakan sel darah merah dari pompa bypass kardiopulmonal.
6.
Tinggikan kepala tempat tidur,
letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler. Bantu ambulasi dini/
peningkatan waktu tidur.
RASIONAL : merangsang fungsi pernapasan/ ekspansi paru.
Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
7.
Dorong pasien berpartisipasi/
bertanggung jawab selama napas dalam, gunakan alat bantu dan batuk sesuai
indikasi.
RASIONAL : membantu reekspansi / mempertahankan patensi
jalan napas kecil khususnya setelah melepaskan selang dada. Batuk tidak perlu
kecuali ada mengi/ ronki, menunjukkan retensi sekret.
8.
Tekankan menahan dada dengan
bantal selama napas dalam / batuk.
RASIONAL : menurunkan tegangan pada insisi, meningkatkan
ekspansi paru.
9.
Jelaskan bahwa batuk /
pengobatan pernapasan tidak akan menghilangkan/ merusak penanaman atau
terbukanya insisi dada.
RASIONAL : berikan keyakinan bahwa cedera tidak akan
terjadi dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program terapeutik.
10.
Dorong pemasukan cairan maksimal
dalam perbaikan jantung
RASIONAL : hidrasi adekuat membantu pengenceran sekret,
memudahkan ekspektoran.
11.
Beri obat analgesik sebelum
pengobatan pernapasan sesuai indikasi.
RASIONAL : memungkinkan kemudahan gerakan dada dan
menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan nyeri insisi, memudahkan kerja
sama pasien dengan keefektifan pengobatan pernafasan.
12.
Catat respon terhadap latihan
napas dalam atau pengobatan pernapasan lain, catat bunyi napas (sebelum/
setelah pengobatan), batuk/ produksi sputum.
RASIONAL : catat keefektifan terapi atau kebutuhan untuk
intervensi lebih agresif.
13.
Selidiki distress pernapasan,
penurunan/ tak ada bunyi napas, takikardi, agitasi berat, penurunan TD.
RASIONAL : hemotoraks/ pneumotoraks daoat terjadi
setelah pelepasan selang dada dan memerlukan upaya intervensi untuk mempertahankan
fungsi pernapasan.
ü
Dx 4 :
1.
Anjurkan menggunakan baju katun
halus dan hindari baju ketat, tutup/ beri bantalan pada insisi sesuai indikasi,
biarkan insisi terbuka terhadap udara sebanyak mungkin.
RASIONAL : menurunkan orotasi garis jahitan dan tekanan
dari baju. Membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkatkan proses
penyembuhan dan menurunkan risiko infeksi.
2.
Mandikan pasien dengan pancuran
air hangat, cuci insisi dengan perlahan. Beri tahu pasien hindari mandi dalam
bak sampai diizinkan oleh dokter.
RASIONAL : mempertahankan insisi bersih, meningkatkan
sirkulasi/ penyembuhan.
3.
Sokong insisi dengan
strip-Steri (sesuai kebutuhan) bila jahitan diangkat.
RASIONAL : membantu mempertahankan penyatuan tepi luka
untuk meningkatkan penyembuhan.
4.
Dorong peningkatan kaki bila
duduk di kursi
RASIONAL : meningkatkan sirkulasi, menurunkan edema untuk
memperbaiki penyembuhan luka.
5.
Laporkan pada dokter : insisi
yang tidak sembuh, pembukaan kembali insisi yang telah sembuh, adanya drainase
( berdarah atau purulen), area lokal yang bengkak dengan kemerahan, rasa nyeri
meningkat, dan panas pada sentuhan.
RASIONAL : tanda/ gejala yang menandakan kegagalan
penyembuhan, terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi
lanjut.
6.
Tingkatkan nutrisi dan masukkan
cairan adekuat
RASIONAL : membantu untuk mempertahankan volume
sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan memenuhi kebutuhan energi
seluler untuk memudahkan proses regenerasi/ penyembuhan jaringan.
ü
Dx 5 :
1. Kaji peran pasien dalam hubungan keluarga. Identifikasi masalah
tentang disfungsi peran / gangguan, contoh penyembuhan, transisi sehat – sakit
RASIONAL : membantu mengetahui tanggung jawab pasien dan
bagaimana efek penyakit terhadap peran ini. Peran tergantung klien menimbulkan
cemas dan masalah tentang bagaimana pasien akan mampu menangani tanggung jawab
peran biasanya.
2. Kaji tingkat cemas, persepsi pasien tentang derajat ancaman terhadap
diri / hidup.
RASIONAL : Informasi memberikan dasar untuk identifikasi
/ perencanaan perawatan individual.
3. Pertahankan perilaku positif terhadap pasien, berikan kesempatan
untuk pasien melakukan latihan kontrol sebanyak mungkin.
RASIONAL : membantu klien menerima perubahan yang
terjadi dan mulai menyadari kontrol terhadap diri sendiri.
4. Bantu pasien / orang terdekat mengembangkan strategi untuk menerima
perubahan, contoh pembagian tanggung jawab untuk anggota keluarga lain / teman
atau tetangga ; menerima bantuan sementara ( perawatan rumah / petugas kebun )
; selidiki adanya bantuan finansial.
RASIONAL : perencanaan untuk perubahan yang dapat
terjadi atau diperlukan meningkatkan rasa kontrol dan menyelesaikan tanpa
kehilangan harga diri.
5. Ketahui kenyataan proses kehilangan sehubungan dengan perubahan
peran dan bantu pasien untuk menerima kenyataan rasa marah dan sedih.
RASIONAL : bedah jantung merupakan titik dramatik pada
hidup pasien, dan tak pernah sama lagi. Kebutuhan pasien untuk mengenal
perasaan ini sehubungan dengan penerimaan terhadap hal tersebut dan terus
memandang ke depan.
ü
Dx 6 :
1.
Tegaskan penjelasan ahli bedah
tentang prosedur pembedahan reguler, berikan diagram bila perlu.
RASIONAL : memberikan informasi spesifik secara
individual yang menciptakan dasar pengetahuan untuk pengetahuan selanjutnya
mengenai manajemen rumah.
2.
Gabungkan informasi ini ke
dalam diskusi tentang harapan pemulihan jangka pendek/ panjang.
RASIONAL : lama rehabilitasi dan prognosis tergantung.pada
tipe prosedur pembedahan, kondisi fisik praoperasi dan durasi komplikasi.
3.
Tinjau program latihan yang
ditentukan dan tingkatkan bertahap. Bantu pasien/ orang terdekat untuk menyusun
tujuan realistis.
RASIONAL : kemampuan individu dan harapannya tergantung
pada tipe prosedur pembedahan, fungsi jantung dasar, dan kondisi fisik
sebelumnya
4.
Dorong periode istirahat
bergantian dengan aktivitas dan tugas-tugas ringan dengan tugas berat. Hindari
mengangkat berat, latihan isometrik/ peregangan bagian atas tubuh.
RASIONAL : mencegah kelelahan/ keletihan berlebihan.
5.
Pecahkan masalah dengan pasien/
orang terdekat untuk melanjutkan program aktivitas progresif selama suhu
ekstrem dan hari dimana polusi/ angin kencang, mis, berjalan dengan jarak yang
ditentukan sebelumnya dalam rumah sendiri atau ruang tertutup/ pertokoan /
pusat kebugaran.
RASIONAL : Mempunyai rencana akan gagal dalam melakukan
latihan karena pengaruh-pengaruh seperti cuaca.
6.
Jadwalkan periode istirahat dan
instirahat sejenak beberapa kali dalam sehari.
RASIONAL : istirahat dan tidur meningkatkan kemampuan
koping, menurunkan kegugupan dan meningkatkan penyembuhan.
7.
Kuatkan pembatasan dari dokter
tentang mengangkat, mengemudi, kembali bekerja dan melakukan kembali aktivitas
seksual
RASIONAL : pembatasan ini ada sampai setelah kunjungan
pasca operasi pertama untuk pengkajian terhadap penyembuhan sternum.
2.7.4
Evaluasi
1.
Menyatakan nyeri hilang / tak
ada. Menunjukkan postur tubuh rileks, kemampuan istirahat /tidur dengan cukup.
Membedakan ketidaknyamanan bedah dari angina / nyeri jantung praoperasi.
2.
Menunjukkan penurunan episode
angina dan disritmia. Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang memaksimalkan/ meningkatkan fungsi jantung.
3.
Mempertahankan pola nafas
normal /efektif bebas sianosis dan tanda / gejala lain dari hipoksia dengan
bunyi nafas sama secara bilateral, area paru bersih. Menunjukkan reakspansi
lengkap dengan tak ada pneumotorak / hemotorak.
4.
Menunjukkan perilaku/ teknik
untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi. Menunjukkan penyembuhan
luka tepat waktu.
5.
Menyatakan persepsi nyata dan
penerimaan diri pada perubahan peran, Bicara dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang telah terjadi, Mengembangkan rencana nyata untuk
adaptasi peneerimaan perubahan peran.
6.
Berpartisipasi dalam proses
belajar, Melakukan tanggung jawab untuk pembelajaran sendiri, Mulai mencari
informasi / mengajukan pertanyaan, Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan terapeutik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
merupakan salah satu penanganan intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK),
dengan cara membuat saluran yang baru melewati bagian arteri koronia yang
mengalami penyempitan atau penyumbatan. Dimana arteri atau vena diambil dari
bagian tubuh lain kemudian disambungkan untuk membentuk jalan pintas melewati
arteri koroner yang tersumbat. Sehingga menyediakan jalan baru untuk aliran
darah yang menuju sel-sel otot jantung.
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran Artety Coronaria akibat adanya
penyempitan bahkan penyumbatan ke otot jantung. Pemastian daerah yang mengalami
penyempitan telah dilakukan sebelumnya dengan melakukan kateterisasi Artery
Coronary.
Sasaran operasi bypass adalah mengurangi
gejala penyakit arteri koroner (termasuk angina), sehingga pasien bisa
menjalani kehidupan yang normal dan mengurangi risiko serangan jantung atau
masalah jantung lain
3.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan, khususnya
perawat, kita harus mengetahui proses-proses keperawatan dalam masa penyembuhan
klien. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan kesehatan pasien penyakit jantung koroner dengan CABG khususnya dalam
rangka meningkatkan kepuasan klien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan
yang dilakukan secara profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Grace, Pierce A.et All, 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga.
Jakarta. Erlangga
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2.
Jakarta : EEC
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3.
Jakarta : EEC
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta :
EEC
http://www.helpfulhealthtips.com/atherosclerosis-arteriosclerosis-symptoms-causes-suggestions/,
diakses 24 Mei 2010
http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/Overseas-Referral/bh/Procedures/Pages/CardiothoracicSurgeryPackages.aspx,
diakses 24 Mei 2010.
http://perawattegal.wordpress.com/2009/09/11/penyakit-jantung-koroner/,
diakses 24 Mei 2010
http://ruslanpinrang.blogspot.com/2009/03/penyakit-jantung-koroner.html,
diakses 24 Mei 2010
http://cakmoki86.wordpress.com/2008/11/02/penyakit-jantung-koroner/,
diakses 24 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar