BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Luka
gigitan binatang terindikasi rabies dan penyakit lain segeralah hubungi dokter
atau rumah sakit terdekat. Binatang yang diduga membawa virus rabies adalah
liar atau binatang peliharaan yang status imunisasinya tidak diketahui. Dokter
menyarankan bahwa binatang peliharaan mendapatkan sebuah suntikan
tetanus-diphtheria setiap sepuluh tahun.
Gigitan
dari binatang dan binatang liar yang tak terimunisasi membawa risiko penyakit
rabies. Rabies biasanya lebih sering diperoleh dari rakun, bajing, rubah dan kelelawar
ketimbang kucing dan anjing. Sedangkan kelinci, tupai atau binatang pengerat
lainnya, binatang-binatang itu jarang membawa virus rabies.
Gigitan hewan merupakan kasus yang
sering terjadi. Namun tidak ada data yang menunjukan secara pasti angka kejadian
kasus gigitan hewan di Indonesia. Sebagian besar hewan yang menggigit dalam
kasus gigitan hewan adalah anjing yang berkisar antara 80-90%. Kucing terlibat
dalam sekitar 10% kasus dan sisanya
merupakan hewan lain. Kebanyakan kasus
gigitan mengenai ekstrimitas dan dapat juga mengenai daerah kepala dan leher.
Kasus gigitan pada daerah kepala dan leher lebih sering mengenai anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Di Indonesia
khususnya Bali dengan populasi anjing sekitar 460.000 ekor menyebabkan
tingginya kemungkinan kasus gigitan terutama yang disebabkan oleh anjing.
Banyaknya flora oral pada hewan
menyebabkan tingginya kemungkinan infeksi yang ditularkan melalui gigitan.
Infeksi yang mungkin ditularkan melalui gigitan diantaranya adalah tetanus dan
rabies. Rabies menjadi sebuah penyakit infeksi yang perlu mendapat perhatian
lebih oleh karena memiliki case fatality rate yang tinggi. Rabies merupakan
penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing,
kucing dan kera. Lebih dari 100 negara di dunia memiliki kasus rabies dimana
diperkirakan terdapat 55.000 kematian yang disebabkan oleh rabies di daerah
terpencil di Afrika dan Asia setiap tahun. Jumlah terbesar terdapat di India,
dimana terdapat 20.000 kematian akibat rabies setiap tahun. Di Indonesia data
pada tahun 2008 menunjukan terdapat 9 dari 33 provinsi yang bebas rabies.
Provinsi bali yang awalnya merupakan provinsi yang bebas rabies ternyata pada
tahun 2008 ditemukan kasus gigitan anjing dengan rabies positif.
Virus rabies termasuk dalam genus
Lyssavirus dalam family Rhabdoviridae dimana transmisinya dapat ditularkan
melalui gigitan, kontak dengan membran mukosa, dan inhalasi aerosol pada gua
kelelawar walaupun kasusnya sangat jarang. Virus akan masuk ke tubuh manusia
melalui luka gigitan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan
umum
Mahasiswa mengetahui dan memahami
bagaimana membuat asuhan keperawatan gawat darurat dengan Gigitan Binatang
1.2.2 Tujuan
khusus
1. Untuk
mengetahui pengertian gigitan binatang
2. Untuk
mengetahui etiologi gigitan binatang
3. Untuk
mengetahui patofisiologi gigitan binatang
4. Untuk
mengetahui Tanda dan Gejala gigitan binatang
5. Untuk
mengetahui penatalaksanaan gigitan binatang
6. Untuk
mengetahui komplikasi gigitan binatang
7. Untuk
mengetahui pengkajian gigitan binatang
8. Untuki
mengetahui diagnosa gigitan binatang
9. Untuk
mengetahui intervensi gigitan binatang
10. Untuk
mengetahui implementasi gigitan binatang
11. Untuk
mengetahui evaluasi gigitan binatang
1.3 Manfaat
1. Mahasiswa
Menambah pengetahuan/pengalaman nyata
dalam penatalaksanaan dan pendokumentasian terhadap gigitan binatang
2. Keluarga
klien
Menambah pengetahuan dalam perawatan dan
penanganan utama dalam gigitan binatang
3. Institusi
Pendidikan
Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan dan untuk mengevaluasi materi.
4. Rumah
sakit
Mengetahui perkembangan klien dan dapat
mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah di berikan.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Konsep
Teori
2.1 Pengertian
Gigitan Binatang
Menurut Smetlzer and Bare Luka gigitan
atau vulnus biasanya ditimbulkan akibat binatang seperti kucing, anjing, ular
dan lain- lain.
Definisi lainnya luka gigitan adalah cedera
yang disebabkan oleh mulut
dan gigi
hewan.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan
khusus untuk mencari makanan.
Gigitan dan sengatan serangga adalah
gigitan yang diakibatkan karena serangga atau binatang yang menyengat atau
menggigit seseorang.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulakan
gigitan dan sengatan serangga adalah gigitan atau sengatan dari binatang atau
serangga yang dapat menyebabkan luka gigitan atau vulnus dimana binatang
ataupun serangga yang menggigit tersebut menggigit untuk mempertahankan
dirinya.
2.2 Macam-macam
gigitan binatang
1. Gigitan
Anjing
a. Pengertian
Rabies (penyakit anjing gila) adalah
penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies.
b. Etiologi
Penyakit ini
disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus Lyssa-virus, famih
Rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui secret yang terinfeksi pada
gigitan binatang atau ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama
anjing, kucing, dan kera. Nama lainnya ialah hydrophobia la rage (Prancis), la
rabbia (Italia), la rabia (spanyol), die tollwut (Jerman), atau di Indonesia
dikenal sebagai penyakit anjing gila.
Adapun penyebab dari rabies adalah :
1.
Virus rabies.
2.
Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
3.
Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
c. Tanda
dan Gejala
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri
dari 4 stadium yang dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang
lainnya, yaitu:
1)
Gejala prodromal non spesifik
2)
Ensefalitis akut
3)
Disfungsi batang otak
4)
Koma dan kematian
d. Patofisiologi
Virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan atau
melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan masuk melalui
saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka
berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan berpindah
lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan
pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya
dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak
badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak
terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa
menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya
gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin
sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh
karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia
(takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk
pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat
mengakibatkan kematian.
e. Pathway
Gangguan mobilisasi fisik virus rabies yang bersifat
neurotropik dan menyebabkan ensefalitis virus serta infeksi melalui saliva Traumatik jaringan Terputusnya kontinuitas jaringan Menstimulasi pengeluaran
neurotransmitter (prostaglandin,histamin,bradikinin, serotonin) Terpaparnya dengan lingkungan Rusaknya barier tubuh Kerusakan kulit Kerusakan saraf perifer Serabut eferen Resiko
infeksi Serabut eferen Medula spinalis Korteks serebri Kekurangan volume cairan nyeri Perdarahan berlebih stress ansietas Gangguan
pola istirahat dan tidur Kemampuan ambang batas tubuh tidak
menahan Syok
neurogenik Perpindahan cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler Keluarnya cairan tubuh (ketidak
seimbangan) Resiko syok
hipovolemik Aktivitas motorik terbatas Kekuatan otot menurun
f. Pemeriksaan
Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan pada penyakit rabies yaitu:
a.
Elektroensefalogram ( EEG ) :
dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b.
Pemindaian CT : menggunakan kajian
sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan.
c.
Magneti resonance imaging ( MRI ) :
menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
d.
Pemindaian positron emission tomography
( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e.
Uji laboratorium
-
Pungsi lumbal : menganalisis cairan
serebrovaskuler
-
Hitung darah lengkap : mengevaluasi
trombosit dan hematokrit
-
Panel elektrolit
-
Skrining toksik dari serum dan urin
-
Glukosa Darah : Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang < 200 mq/dl
-
BUN : Peningkatan BUN mempunyai
potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
-
Elektrolit : K, Na
-
Ketidakseimbangan elektrolit
merupakan predisposisi kejang
-
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
g. Penatalaksanaan
1.
Luka
dibersihkan dengan sabun dan air berulang-ulang
2.
Irigasi dengan larutan betadine, bila perlu lakukan debridement
3.
Jangan melakukan anestesi infiltrasi local tetapi anestesi dengan cara
blok atau umum
4.
Balut luka
secara longgar dan observasi luka 2 kali sehari
5.
Berikan
ATS atau HTIG
6.
Bila luka gigitan berat berikan suntikkan infiltrasi serum anti rabies
disekitar luka
h. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita
rabies dan biasanya timbul pada fase koma. Komplikasi Neurologik dapat berupa
peningkatan tekanan intra cranial: kelainan pada hypothalamus berupa diabetes
insipidus, sindrom abnormalitas hormone anti diuretic (SAHAD); disfungsi
otonomik yang menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertermia, hipotermia,
aritmia dan henti jantung. Kejang dapat local maupun generalisata, dan sering
bersamaan dengan aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium pradromal sering
terjadi komplikasi hiperventilasi dan depresi pernapasan terjadi pada fase
neurolgik. Hipotensi terjadi karena gagal jantung kongestif, dehidrasi dan
gangguan saraf otonomik.
2. Gigitan
Ular
a. Pengertian
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin
bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular.
Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan
beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu
organ,beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ.
b. Etiologi
Karena
gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu
Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan
local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan
local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan
beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun
terhadap darah (hematoxic)
Bisa
ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung,
tenggorokan, dan lain-lain.
2.
Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu
bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan
tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limphe.
c. Tanda
dan Gejala
Gejala-gejala
awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri
ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal,
dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang
bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya
timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage
(pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir,
pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit
seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing
(urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan
pada alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui
pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing
kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut
nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.
Secara umum, akan timbul gejala lokal
dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
1.
Gejala lokal: edema,
nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang
terperangkap di jaringan bawah kulit).
2.
Gejala sistemik:
hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah
bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Tanda
gigitan ular(fang mark) ekimosis
Edema menghitam
d. Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh,
menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang
dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik
tersebut dapat mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang
dapat mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik
mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan
pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi
koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.
e. Pathway
f. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap, penentuan golongan
darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah
merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
g. Penatalaksanaan
1.
Pertolongan
pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila penanganan medis
tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan dilapangan adalah
immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4
jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik
dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan,
immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan,
merupakan tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi
ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular
tersebut untuk identifikasi.
2.
Lakukan evaluasi
klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium dasar, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula
darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan
fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi
bekuan.
3.
Derajat
envenomasi harus dinilai, dan observasi 6 jam untuk menghindari penilaian
keliru dan envenomasi yang berat.
4.
Mulai larutan
salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok jika ada.
5.
Pertahankan
posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila syok sudah
diatasi dan anti bisa diberikan.
6.
Beberapa sumber
menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan kedalaman dan jumlah
jaringan yang rusak.
h. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b.
Edema paru
c.
Kematian
d.
Gagal napas
3.
Gigitan Serangga
a.
Pengertian
Insect
Bites adalah gigitan atau serangan serangga. Gigitan serangga seringkali
menyebabkan bengkak, kemerahan, rasa sakit (senut-senut), dan gatal-gatal.
Reaksi tersebut boleh dibilang biasa, bahkan gigitan serangga ada yang berakhir
dalam beberapa jam sampai berhari-hari. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena
gigitan serangga dibanding orang dewasa.
Insect bites adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau menggigit seseorang.
Beberapa
contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau serangan gigitan serangga
didantaranya adalah:
1)
Reaksi alergi berat
(anaphylaxis).
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun
dapat mengancam kahidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau
gejalanya adalah:
-
Terkejut (shock).
Dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah tidak mendapatkan masukan
darah yang cukup untuk organ-organ penting (vital)
-
Batuk, desahan, sesak
nafas, merasa sakit di dalam mulut atau kerongkongan/tenggorokan
-
Bengkak di bibir,
lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan selaput lendir
(angioedema)
-
Pusing dan kacau
-
Mual, diare, dan nyeri
pada perut
-
Rasa gatal dengan
bintik-bintik merah dan bengkak
Gejala tersebut dapat diikuti dengan gejala lain dari beberapa reaksi.
2)
Reaksi racun oleh
gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
-
Laba-laba janda (widow)
yang berwarna hitam
-
Laba-laba pertapa
(recluse) yang berwarna coklat
-
Laba-laba gembel (hobo)
-
Kalajengking
3)
Reaksi racun dari
serangan lebah, tawon, atau semut api.
-
Seekor lebah dengan
alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah menyengat. Lebah madu afrika,
yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah yang banyak
-
Tawon, penyengat dan si
jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat berkali-kali. Si jaket kuning
dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
-
Serangan semut api
kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian memutar kepalanya dan
menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan berkali-kali
4)
Reaksi kulit yang lebar
pada bagian gigitan atau serangan.
5)
Infeksi kulit pada
bagian gigitan atau serangan.
6)
Penyakit serum (darah),
sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan
atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan
bintik-bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat
belas hari setelah penggunaan anti serum.
7)
Infeksi virus. Infeksi
nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang, menyebabkan inflamasi
pada otak (encephalitis).
8)
Infeksi parasit.
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
b.
Etiologi
Serangga tidak akan
menyerang kecuali kalau mereka digusar atau diganggu. Kebanyakan gigitan dan
sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga untuk melindungi sarang
mereka.
Sebuah gigitan atau
sengatan dapat menyuntikkan bisa(racun) yang tersusun dari protein dan
substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang
tersengat.Lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api adalah
anggota keluarga Hymenoptera. Gigitan atau sengatan dari mereka dapat
menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap mereka.
Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada
kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api
berbeda-beda dalam menyengat.
Ketika lebah
menyengat, dia melepaskan seluruh alat sengatnya dan sebenarnya ia mati ketika
proses itu terjadi. Seekor tawon dapat menyengat berkali-kali karena tawon
tidak melepaskan seluruh alat sengatnya setelah ia menyengat.
Semut api
menyengatkan bisanya dengan menggunakan rahangnya dan memutar tubuhnya. Mereka
dapat menyengat bisa berkali-kali.
c.
Tanda dan Gejala
Gejala dari gigitan
serangga bermacam-macam dan tergantung dari berbagai macam faktor yang
mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak,
nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan atau sengatan
serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi jika
daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut tidak dirawat,
maka akan mengakibatkan peradangan akut.
Rasa gatal dengan
bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsan dan hampir
meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis.
Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga.
Gigitan serangga juga
mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan kematian karena gangguan udara.
Sengatan dari
serangga jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah jarang sekali
ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.
d.
Patofisiologi
Sebuah gigitan atau sengatan dapat
menyuntikkan bisa (racun) yang disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari
protein dan substansi lain atau bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi
kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan
rasa gatal di lokasi yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam.
Gigitan atau sengatan dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut
api dapat menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap
mereka. Kematian yang diakibatkan oleh serangga 3-4 kali lebih sering dari pada
kematian yang diakibatkan oleh gigitan ular. Lebah, tawon dan semut api
berbeda-beda dalam menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut
atau kerongkongan, pteromone yang dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan
menyempitnya saluran pernafasan sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas
yang akan berlanjut pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.
e.
Pemeriksaan Penunjang
Dari gambaran histopatologis pada fase
akut didapatkan adanya edema antara sel-sel epidermis, spongiosis,
parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa
eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran
ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni
dengan pemeriksaan laboratorium dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil
dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen
tersangka.
f.
Penatalaksanaan
Jika
seseorang yang telah digigit serangga mengalami gejala seperti di atas maka
carilahpengobatan. Gejala tersebut bisa jadi anafilaksis fatal.Rasa gatal
dengan bintik-bintik merah dan bengkak adalah gejala yang paling sering
ditemui.Paling sering ini diobati di rumah dengan antihistamin.Jika gigitan
menyebabkan infeksi(kemerahan dengan atau tanpa nanah, suhu tubuh tinggi,
demam, atau kemerahan di tubuh),pergilah ke dokter.Jika tidak diketahui apa
yang menggigit, sangat penting untuk menjaga areayang digigit agar tidak
terjadi infeksi.Hubungi dokter jika ada luka yang terbuka, mungkin itu sengatan
racun laba-laba. Seseorangyang mempunyai riwayat tergigit atau tersengat
serangga harus pergi ke rumah sakit terdekat jikamendapati gejala lain. Sedang
orang yang tidak mempunyai riwayat tergigit serangga juga haruske bagian gawat
darurat jika:
-
Mendesah
-
Sesak nafas
-
Dada sesak atau sakit
-
Tenggorokan
sakit atau susah berbicara
-
Pingsan
atau lemah
-
Infeksia.
Pengobatan gigitan
serangga pribadi di rumah
Pengobatan
tergantung pada jenis reaksi yang terjadi. Jika hanya kemerahan dan nyeri
padabagian yang digigit, cukup menggunakan es sebagai pengobatan. Bersihkan
area yang terkenagigitan dengan sabun dan air untuk menghilangkan partikel yang
terkontaminasi oleh serangga(seperti nyamuk). Partikel-partikel dapat
mengkontaminasi lebih lanjut jika luka tidak dibersihkan.Pengobatan dapat
juga menggunakan antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl) dalambentuk
krim/salep atau pil. Losion Calamine juga bisa membantu mengurangi gatal-gatal.
4.
Gigitan Trigoid atau bulu babi
a.
Pengertian
Bulu babi atau urchin adalah binatang kecil, berbentuk bulat,
bertulang belakang,
yang merupakan bagian
dari kelas Echinoidea.
Bulu babi ditemukanseluruh
samudra di dunia. Kulit atau
"Test", mebentuk putaran dan bertulang belakang,
secara khas dari 3 sampai 10 cm berhadapan. Warna umum hitam dan paduan dari hijau
olive,, zaitun,
coklat, ungu, dan
merah. Pergerakkan pelan,Makanan
kebanyakan dari ganggang. Berang-Berang Laut, Ikan belut Serigala,
dan pemangsa lain merupakan predator bulu babi. Bulu babi juga dipanen
oleh manusiadan rusa kecil sebagai makan yang lezat.
b. Bentuk dan Morfologi Bulu babi
Bulu babi merupakan fauna dari filum
Echinodermata yang paling melimpah dan tersebar di seluruh perairan Indonesia.
Menurut Radjab (2001) secara morfologi, bulu babi terbagi menjadi dua kelompok
yaitu bulu babi regularia (Gambar 1) atau bulu babi beraturan (regular sea
urchin) dan bulu babi iregularia atau bulu babi tidak beraturan (irregular
sea urchin).
Gambar 1. Bentuk umum bulu babi regularia
(Dobo, 2009).
Bulu babi memiliki bentuk tubuh segilima,
mempunyai lima pasang garis kaki tabung dan duri panjang yang dapat digerakkan.
Kaki tabung dan duri memungkinkan binatang ini merangkak di permukaan karang
dan juga dapat digunakan untuk berjalan di atas pasir. Cangkang luarnya tipis
dan tersusun dari lempeng-lempeng yang berhubungan satu sama lain. Diadema
setosum merupakan salah satu jenis dari bulu babi yang memiliki nilai
konsumsi penting di Indonesia
Suwignyo et al. (2005)
menyebutkan bahwa tubuh bulu babi berbentuk bulat atau pipih bundar, tidak
bertangan, mempunyai duri-duri panjang yang dapat digerakkan. Semua organnya
umumnya terdapat di dalam tempurung, yang terdiri dari 10 keping pelat ganda,
biasanya bersambung dengan erat, yaitu pelat ambulakral selain itu terdapat
pelat ambulakral yang berlubang-lubang tempat keluarnya kaki tabung. Pada
permukaan tempurung terdapat tonjolan-tonjolan pendek yang membulat, tempat
menempelnya duri. Kebanyakan bulu babi mempunyai dua duri, duri panjang atau
utama dan duri pendek atau sekunder. Selanjutnya, mulut bulu babi terletak di
daerah oral, dilengkapi dengan lima gigi tajam dan kuat untuk mengunyah yang
dikenal sebagai aristotle’s lantern. Anus, lubang genital dam madreporit
terletak di sisi aboral.
c.
Reproduksi dan Siklus Hidup Bulu babi
Siklus hidup dari bulu babi diawali
dengan terjadinya pembuahan yang terjadi diluar tubuh. Induk jantan membuahi
telur-telur dari induk betina. Telur bulu babi dibungkus dengan semacam
gelatinous yang biasa disebut dengan jelly coat. Setelah itu
terbentuklah embrio, dimana embrio ini akan membelah dengan frekuensi yang
sangat tinggi. Setelah mencapai tahap embrio terus masuk fase morula dan embrio
muda disebut blastula. Selama 10 jam setelah terbuahi sejak fase blastula, maka
embrio tersebut mulai aktif berenang. Setelah itu muncullah anakan bulu babi
(Gambar 2), bulu babi sudah dapat dikatakan telah menjadi anakan bila sudah
terdapat tentakel-tentakel, duri-duri dan pediselaria
Semakin bertambahnya waktu, anakan bulu
babi menjadi dewasa. Bulu babi dewasa telah memiliki organ tubuh yang lengkap
mulai dari tubuh bagian dalam sampai pada organ tubuh bagian luar semuanya
telah tampak dengan jelas.
Namun bulu babi dikatakan dewasa betul
apabila telah mencapai ukuran cangkang 60 mm. Selain itu bulu babi dewasa
memiliki organ lengkap secara morfologi (Gambar 3). Bulu babi dewasa telah
memiliki kulit (cangkang) yang keras, jari-jari dan duri-duri (spine) yang
sudah dapat berfungsi dengan sempurna, misalnya jari-jari yang sudah dapat
memegang pada substrat
d.
Habitat Bulu babi
Bulu babi banyak ditemukan di daerah
padang lamun dan terumbu karang. Mereka ditemukan di daerah yang berpasir atau
pasir berlumpur biasa juga didapatkan di atas pecahan karang. Mereka menyukai
perairan yang jernih dan tenang. Lamun adalah tumbuhan berbunga (angiospermae)
yang tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan laut dangkal, dan
membentuk kelompok-kelompok sampai padang lamun yang sangat luas. Jenis-jenis
lamun umumnya memiliki morfologi luar yang tampak hampir serupa yakni memiliki
daun panjang, tipis dan mirip pita yang mempunyai saluran air, serta bentuk
pertumbuhannya monopodial. Bagian tubuh lamun dapat dibedakan ke dalam
morfologi yang tampak seperti akar, batang, daun, bunga dan 10 buah
B.
KONSEP
ASKEP GIGITAN BINATANG
1.
Pengkajian
a. Penggolongan
sesuai Triage
Gigitan binatang merupakan luka yang
tercabik-cabik yang dapat berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang
sehingga memerlukan tindakan medis dan apabila tidak segera ditangani akan
memperburuk keadaan pasien karena luka bekas gigitan binatang sangat infeksius
dan bisa menyebabkan syok. Untuk itu maka gigitan binatang termasuk dalam P1
(Urgent).
b. Keadaan
Umum
Pada kasus gigitan binatang klien
mengeluh nyeri pada daerah luka gigitan dan mengalami perdarahan sehingga pada
pengkajian ini klien dengan kasus gigitan binatang tergolong sakit berat pada
pengkajian umum gawat darurat.
c. Kesadaran
1)
Alert (sadar
lingkungan)
Pada kasus ini klien dapat dalam keadaan sadar ataupun tidak
sadar, tergantung etiologi dan mekanisme terjadinya gigitan.
2)
Verbal (menjawab
pertanyaan)
Kadang-kadang Klien masih mampu menjawab
pertanyaan dari tim medis karena pada kasus gigitan binatang ini Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam
kemudian setelah klien digigit klien akan merasa Sakit kepala, pusing, dan pingsan.
3)
Pain (nyeri)
Klien dapat memberi respons nyeri yang
dirasakan pada daerah luka gigitan, tetapi klien merespon nyeri tergantung dari
etiologi dan mekanisme gigitan.
d.
Primer
Survei
A
: Airway :
Adanya obstruksi jalan napas
B
: Breathing (Pernapasan)
: Pada pasien Gigitan Binatang ada dipneu, takipneu, penggunaan otot bantu
napas dan napas cuping hidung
Masalah
keperawatan : Pola napas tidak efektif
Tindakan
:
-
Berikan oksigen sesuai
indikasi
-
Observasi TTV setiap 5
menit
-
Pasang intubasi jika
pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan ventilator sesuai indikasi.
C : Circulation (sirkulasi) : pada
pasien dengan Gigitan Binatang ditemukan
-
Nadi
menurun dan teratur
-
Tekanan
menurun
-
Distensi vena jugularis kiri dan kanan tidak ada
-
Crt dalam
batas normal
-
Warna
kulit kemerahan dan edema
-
Sianosis
-
Sirkulasi jantung (irama jantung teratur, bunyi jantung jantung normal
S1dan S2, nyeri dada tidak ada)
Masalah
: Resiko Syok Hipovolemik
Tindakan
:
-
Observasi TTV setiap 5
menit
-
Pemasangan infuse IV double line dan pemberian RL atau NS
-
Tinggikan daerah
ekstremitas bawah
-
Transfusi darah
e. Secondary
survey
1)
DCAP-BTLS
D (Deformitas) : pemendekan tulang jika
terjadi trauma pelvis.
C (Contusio) : abrasi pada bagian
Gigitan.
A (Abration) : abrasi pada bagian
Gigitan.
P (penetratinon) : terdapat luka jika
terjadi gigitan.
B (Burn) : tidak ditemukan adanya luka
bakar
T (Tenderness) : nyeri tekan, nyeri
spontan dan nyeri lepas.
L (Laserasi) : laserasi pada bagian gigitan.
S (Swelling) :-
Masalah : Nyeri
Tindakan :
-
Kaji skala nyeri dari
0-5, faktor pencetus
-
Ajarkan teknik non
analgetik
-
Berikan obat analgetik
2)
Riwayat pasien
·
S (sign and symptom) :
terdapat robekan pada luka,distensi,ketegangan pada daerah yang terken gigitan
·
A (allergies) : kaji
apakah pasien ada riwayat alergi.
·
M (Medication) : kaji
riwayat pengobatanya pasien.
·
P (Pentinant past
medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu pasien.
·
L (Last oral intake
solid liquid) : kaji kejadian sebelum kecelakaan
·
E (Event leading to
injuri ilmes)
3)
TTV
a. Tekanan
darah : tekanan darah pada pasien gigitan binatang cenderung mengalami
penurunan sekitar 90/80 mmHg
b. Irama
dengan kekuatan nadi menurun
c. Irama,
kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan : klien dengan gigitan binatang
mengalami peningkatan frekuensi pernapasan dan sering menggunakan otot
pernapasan
d. Suhu
tubuh klien meningkat di atas 37,8 ºC.
e. Langkah
dalam pengkajian nyeri menggunakan PQRST, yaitu :
· P
( provoked ) : klien mengatakan nyeri timbul ketika klien beraktivitas berat
dan pada klien berkemih.
· Q
( quality ) : pada kasusu ini klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk.
· R
( radian ) : Klien mengatakan nyeri dirasakan pada daerah yang terkena gigitan
· S
( severity ) : Nyeri yang dirasakan klien adalah nyeri sangat hebat dengan
menggunakan skala intensitas nyeri deskritif sederhana.
· T
( time ) : Klien mengatakan nyeri terasa hilang timbul, nyeri datang ketika
klien melakukan aktivitas yang berat dan stress.
Tindakan: rujuk ke
fasilitas kesehatan sesuai triage
Evaluasi: evaluasi
keadaan umum pasien, pantau keadaan pasien setiap 15 menit atau sesuai
indikasi.
f. Pengkajian
fisik/pengkajian persistem
1) Sistem
Pernapasan / Respirasi
Perlu diperiksa sumbatan jalan napas,
sesak napas terdapat retraksi klavikula/dada pada auskultasi suara napas
menurun, bising napas yang berkurang/menghilang, gerakan dada tidak sama waktu
bernapas
2) Sistem
Cardiovaskuler
Bradikardia,lemah,pucat,hb turun/normal,
hipotensi
3) Sistem
Persyarafan / neurologi
Kesadaran klien syok karena perdarahan
hebat
4) Sistem
Perkemihan
Klien biasanya akan mengalami disuria,
urgensi, hesitensi, nuktoria, retensi
5) Sistem
Pencernaan
Sistem pencernaan dalam kasusu ini tidak
terganggu
6) Sistem
integument
Perdarahan hebat akan menimbulkan
kerusakan turgor kulit akibat penurunan cairan dan elektrolit tubuh.
2.
Analisa
Data
No
Dx |
Data |
Etiologi |
Problem |
1 |
Ds
: - Mengeluh
deman - Mengeluh
nyeri - Mengeluh
kaku Do
: - SDP
> 10.000/mm3 - Suhu
> 37,2ºC |
Kerusakan
saraf perifer Kerusakan
kulit Terpaparnya
dengan lingkungan |
Resiko infeksi |
2 |
Ds
:klien mengeluh nyeri di daerah luka dan tidak bisa istirahat Do
:klien tampak kesakitan dan meringis |
Traumatik
jaringan Terputusnya
kontuitas kulit Kerusakan
saraf perifer |
Nyeri |
3 |
Ds :Klien mengeluh mengalami
perdarahan Do : - Klien terlihat pucat, lemah - Kulit klien teraba dingin - Konjungtiva anemis |
Perdarahan berlebih Perpindahan cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler Kekurangan volume cairan |
Syok Hipovolemik |
4 |
Ds
: klien mengeluh sesak Do : -
Retraksi dinding dada (+) -
Penggunaan otot bantu napas (+) -
Napas cuping hidung (-) -
RR = 30 x/menit -
Sianosis (-) |
Kelelahan
otot-otot pernapasan |
Ketidakefektivan
Pola Napas |
5 |
Ds
: Klien mengatakan demam dan gatal Do
: klien kelihatan lemah akibat peningkatan suhu tubuh Suhu
: 38ºC |
Infeksi virus |
Peningkatan
suhu tubuh / hipertermi |
3.
Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan
dengan kerusakan perlindungan kulit
2. Nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit
3. syok
hipovolemik berhubungan dengan Kekurangan volume cairan dan intake tidak
adekuat
4. Gangguan Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
reaksi endotoksin
5. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung
endotoksin pada hipotalamus
4.
Intervensi
No Dx |
Tujuan/Kriteria
Hasil |
Intervensi
|
Rasional
|
1 |
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan 2x60 menit diharakan pasien bebas dari infeksi,dengan Kriteria Hasil
: · Tidak
ada demam · Pembentukan
jaringan granulasi baik |
· Kaji
tanda-tanda infeksi · Pantau
TTV,terutama suhu tubuh · Ajarkan
teknik aseptik pada pasien · Cuci
tangan sebelum memberi asuhan keperawatan pada pasien · Lakukan
perawatan luka steril |
· Untuk
mengetahui apakah pasien mengalami infeksi dan untuk menentukan tindakan
keperawatan berikutnya. · Tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien · Meminimalkan
terjadinya infeksi · Mencegah
terjadinya infeksi nosokomial · Perawatan
luka yang steril meminimalkan terjadinya infeksi |
2 |
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan 2x60 menit diharakan nyeri berkurang,dengan Kriteria Hasil
: · Melaporkan
perasaan nyaman · Ekspresi
wajah dan postur tubuh rileks |
· Berikan
analgesik narkotik yang diresepkan dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan
luka. Evaluasi keefektifanx. · Pertahankan
pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra
untuk memberikan kehangatan · Observasi
keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter,intensitas · Jelaskan
prosedur /berikan informasi setelah diberikan debridement luka · Dorong
penggunaan tekhnik manajemen stress dan tekhnik relaksasi |
· Analgesik
narkotik diperlukan untuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat · Suhu
dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri pada pemajanan ujung saraf · Perubahan
lokasi / karakter / intensitas nyeri dapat mengidentifikasi terjadinya
komplikasi · Dukungan
empati dapat membantu mengurangi nyeri atau meningkatkan relaksasi · Memfokuskan
kembali perhatian dan meningkatkan relaksasi |
3 |
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan 2x60 menit diharakan Kebutuhan cairan terpenuhi,dengan Kriteria Hasil
: · TTV
dalam batas normal · Menunjukan
perbaikan keseimbangan cairan · Haluaran
urine normal |
· Awasi
tanda vital,CVP, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi perifer · Awasi
haluaran urine dan observasi warna urine · Observasi
mual muntah esuai dengan frekuensi · Berikan
penggantian cairan IV yang dihitung,elektrolit,plasma dan albumin · Observasi
pemeriksaan laboraturium (Hb, Ht, elektrolit dan natrium urine) |
· Memberi
pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler · Penggantian
cairan harus difiltrasi untuk meyakinkan rata-rata atau balance haluaran
urine dan pemasukan · Untuk
mengobservasi output cairan dan menyesuaikan intake cairan · Resusitasi
cairan menggantikan kehilangan cairan elektrolit dan membantu pencegahan
komplikasi · Mengidentifikasi
kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah dan kebutuhan penggantian
cairan dan elektrolit |
4 |
Tujuan :
setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x60 menit diharakan pola napas teratur dan normal,dengan Kriteria Hasil
: · Hipoksemia
teratasi,mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen · Tidak
sesak,pernapasan normal 16-18 kali/menit · Tidak
sianosis |
· Monitor
irama pernapasan dan respirasi rate · Atur
posisi luruskan jalan napas · Observasi
tanda dan gejala sianosis · Oksigenasi
· Observasi
TTV tiap 2 jam · Observasi
timbulnya gagal napas |
· Indikasi
adnya penyimpangan atau kelalaian dari pernapasan dapat dilihat dari
frekuensi,jenis pernapasan,kemampuan dan irama napas · Jalan
napas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi dapat berjalan
dengan lancar · Sianosis
merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada
jaringan tubuh perifer · Pemberian
oksigen secara adequat dapat mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia · Dyspneu,sianosis
merupakan tanda terjadinya gangguan napas disertai dengan kerja jantung yang
menurun timbul takikardia dan capilay refill tme yang memanjang/lama · Ketidakmampuan
tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernapasan (mekanical ventilation) |
5 |
Tujuan :
setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x60 menit diharakan suhu tubuh normal,dengan Kriteria Hasil
: · 36-37
ºC · Hasil
lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm³ |
· Atur
suhu lingkungan yang yaman · Pantau
suhu tubuh tiap 2 jam · Berikan
hidrasi atau minum yang cukup adekuat · Lakukan
tindakan tekhnik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka · Berikan
kompres dingin bila terjadi eksternal rangsangan kejang |
· Iklim
lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh indiviodu sebagai suatu
proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi · Identifikasi
perkembangan gejala-gejala ke arah syok exhaution · Cairan-cairan
membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresibadan dari dalam · Perawatan
luka mengelaminasi kemungkinan toksin yang masih berada disekitar luka · Kompres
dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi |
BAB
3
PENUTUP
2.1
Kesimpulan
Semua luka yang disebabkan oleh gigitan
menyebabkan bakteri masuk ke dalam luka di mana hal ini merupakan faktor
predisposisi timbulnya infeksi. Luka tersebut rawan untuk timbulnya komplikasi
sehingga pasien kemungkinan memerlukan profilkasis untuk infeksi virus. Hal-hal
yang perlu diperhatikan terkait dengan luka gigitan adalah: keadaan di sekitar
gigitan, sumber gigitan, tanda-tanda infeksi, jumlah gigitan dan tipe luka,
lokasi dan kedalaman; menilai kerusakan yang melibatkan tulang, otot, tendon,
dan saraf; serta lakukan irigasi dan debridemen luka untuk meminimalkan
kontaminasi bakteri.
2.2
Saran
1. Mahasiswa
Menambah pengetahuan/pengalaman nyata
dalam penatalaksanaan dan pendokumentasian terhadap gigitan binatang
2. Keluarga
klien
Menambah pengetahuan dalam perawatan dan
penanganan utama dalam gigitan binatang
3. Institusi
Pendidikan
Mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa
dalam melakukan asuhan keperawatan dan untuk mengevaluasi materi.
4. Rumah
sakit
Mengetahui perkembangan klien dan dapat
mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah di berikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari. 2012. Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzzane,
and Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah/ Brunner & Suddarth.
Vol. 2. Jakarta: EGC.
Santosa Budi.
2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika.
Muttaqin, Arif,
dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:
Salemba Medika.
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar