Jumat, 18 November 2022

PENYAKIT JANTUNG KORONER

 

Etiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :

  1. penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) a coronaria, akan tetapi penyempitan bertahap akan memungkinkan berkembangnya kolateral yang cukup sebagai pengganti.
  2. aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK.
  3. penyempitan a coronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai jenis arteritis yang mengenai a coronaria, dll. (Chandrasoma, 2006; Kusmana dan Hanafi, 2003).

Faktor Risiko

Faktor risiko ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko penting yang dapat dimodifikasi adalah merokok, hiperlipoproteinemia dan hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes melitus, dan obesitas. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan aterosklerotik (Kusmana dan Hanafi, 2003).

 

Risiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor aterogenik. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria; diduga oleh adanya efek perlindungan estrogen. Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap ateros-klerosis daripada orang kulit putih. Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya pengaruh genetik dan lingkungan masih belum diketahui. Komponen genetik dapat diduga pada beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat per-kembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas (Santoso dan Setiawan, 2005).

 

Merokok dapat merangsang proses ateriosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri, karbon monoksida menyebabkan hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menimbulkan reaksi trombosit, glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas dinding arteri. DM, obesitas, dan hiperlipoproteinemia berhubungan dengan pengendapan lemak. Hipertensi merupakan beban tekanan dinding arteri (Kusmana dan Hanafi, 2003).

 

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas didapatkan seorang laki-laki berumur 40 tahun dengan keluhan utama nyeri dada. Dia khawatir terkena penyakit jantung koroner karena ayahnya dengan keluhan yang sama dinyatakan menderita PJK. Beberapa tahun yang lalu, kebanyakan pasien takut menderita tuberkulosis bila merasa sakit dalam dadanya. Namun, sekarang yang lebih ditakutkan adalah penyakit jantung. Kertohoesodo (1987) mengatakan bahwa nyeri dada dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit seperti flu, salah tidur, ketegangan batin, penyakit pada tulang rusuk, pada otot dan atau saraf sela iga, bronkhitis, pleuritis, perikarditis, dan lain-lain.

 

Masing-masing penyakit tersebut menimbulkan manifestasi nyeri dada dengan sifat yang berbeda-beda. Pada angina dan infark miokard sudah dijelaskan di atas. Pada pleuritis, nyeri dirasakan saat inspirasi dan batuk. Perikarditis, nyeri dengan lokasi di tengah dada, menusuk ke belakang dan ke pinggir trapezius. Chandrasoma dan Taylor (2006) mengatakan bahwa nyeri dada pada penyakit jantung diyakini disebabkan oleh stimulasi ujung-ujung saraf oleh asam laktat yang dihasilkan selama glikolisis anaerobik. Pada kasus, sifat nyeri dada tidak disebutkan, kemungkinan nyeri dada tidak bersifat khas.

 

Pasien juga tidak memilki keluhan penyerta seperti sesak napas, lekas capek, maupun dada berdebar (palpitasi). Rakhman (2003) mengatakan bahwa sesak napas memberikan petunjuk adanya gangguan pada sistem respirasi. Pada penyakit jantung menunjukan bahwa gangguan juga mengenai paru, contohnya pada stenosis mitral, infark miokard. Lekas capek terjadi bila suplai nutrisi dan oksigen tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Palpitasi (dada berdebar, merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepatan, keteraturan, atau kekuatan kontraksi jantung. Karena keluhan tersebut tidak ada pada pasien berarti penyakit pasien cenderung tidak mengenai paru, tidak terjadi hambatan distribusi nutrisi dan oksigen, serta tidak terjadi perubahan denyut jantung.

 

Berdasar hasil anamnesis, pasien meiliki beberapa faktor risiko PJK, yaitu merokok 2 bungkus sehari, jarang olahraga, dan riwayat keluarga (ayah) menderita PJK. Berarti dalam kasus ini, pasien berisiko besar menderita PJK.

 

Dari hasil pemeriksaan fisik (keadaan umum) didapatkan data bahwa kesadaran, tekanan darah, denyut nadi, irama, isian sekuncup, frekuensi napas, dan JVP, pada pasien semuanya normal. Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) juga merupakan faktor risiko PJK. Denyut nadi menggambarkan aktivitas pompa jantung maupun keadaan pembuluh darah itu sendiri. Bila pada penderita penyakit jantung mengalami bradikardi, denyut nadi perlu dicocokan dengan denyut jantung karena kemungkinan jantung berdenyut lebih sering dari pada nadi. Hal ini terjadi pada isian sekuncup yang kecil. Bila isian cukup maka selisih denyut nadi dan jantung sangat sedikit bahkan tidak ada.

 

Peningkatan frekuensi napas (takipneu) merupakan pertanda gagal jantung dan asidosis karena penyakit jantung sianotik. JVP memberikan gambaran tentang aktivitas (faal) jantung bagian kanan. Bila terdapat bendungan, tekanan vena jugularis akan meningkat. Dengan demikian berdasarkan pemeriksaan keadaan umum, jantung pasien sementara ini adalah normal.

 

Begitu pula pada pemeriksaan fisik berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, hasilnya adalah normal. Hal mana tidak ditemukan heaving, pemebesaran jantung, thrill, bising, gallop, maupun ronkhi. Letak apex cor, bunyi jantung I dan II, serta splitting adalah normal. Heaving adalah getaran jantung yang teraba seperti gelombang atau kursi goyang, ditemukan pada hipertrofi ventricel dexter. Thrill adalah getaran dinding thorax di daerah prekordial yang terjadi karena adanya aliran turbulensi, ditemukan pada penyempitan katup, dilatasi segmen arteri. Bising adalah desiran yang berlangsung lebih lama dari suatu bunyi, penyebab sama seperti pada thrill. Gallop ialah bunyi kembar dari bunyi jantung yang terdengar berurutan seperti derap kaki kuda, ditemukan pada bundle branche blok, dekompensasi cor dengan hipertrofi venrticel sinister. Ronkhi ditemukan pada kelainan saluran napas.

 

Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, EKG, foto thorax, exercise stress test, echocardiografi, pemeriksaan vascularisasi perifer, juga didapatkan hasil yang normal. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan rutin dan spesifik. Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi 2 unsur, yaitu pemeriksaan darah rutin dan urin. Pemeriksaan darah tepi seperti hemoglobin, hematokrit, apus darah tepi, ureum, gula darah, laju endap darah, merupakan pemeriksaan rutin yang penting dan efektif. Pemeriksaan analisis urin rutin untuk mendeteksi dan memantau kelainan intrinsik dari ginjal, saluran kencing, atau perubahan sekunder akibat penyakit lain. Hematuria dapat merupakan petunjuk adanya infark ginjal yang terjadi sekunder akibat emboli dari jantung bagian kiri atau suatu endokarditis bakterialis. Proteinurea atau urobilinogen dalam urin ditemukan pada gagal jantung.

 

Pemeriksaan laboratorium spesifik hanya dilakukan pada penyakit jantung untuk menegakan diagnosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan adalah memeriksa enzim jantung, CK, isoenzim CK-MB, troponin T, SGOT, LDH, alfa HBDH, CRP, ASTO, tes fungsi hati, sistem koagulasi, kultur darah, kadar digitalis dalam darah, pemeriksaan CES, dan lain-lain. Pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan indikasi suatu penyakit untuk menegakkan diagnosis.

 

Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung yang direkam pada permukaan tubuh melalui elektroda. EKG memberikan informasi yang berguna untuk penilaian hipertrofi jantung, aritmia dan hambatan konduksi, iskemia dan infark mikard, penyakit perikardium, dan kelainan elektrolit dan beberapa efek obat. EKG normal belum tentu menyingkirkan adanya suatu angina. EKG pada angina biasanya memperlihatkan kelainan khas berupa elvasi segmen ST. Sedangkan pada infark miokard, timbul gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST, dan inversi gelombang T.

 

Pada foto thorax, kontur jantung sangat kontras dengan paru yang terisi udara yang berwarna radiolusen. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui pembesaran jantung secara umum, pembesaran lokal salah satu ruang jantung, kalsifikasi katup atau arteri coronaria, kongesti vena pulmonalis. Jota (2002) mengatakan bahwa metode yang lazim dipakai untuk mengetahui adanya pembesaran jantung adalah dengan Cardiothoracic ratio (CTR), yaitu perbandingan antara lebar maksimal jantung dengan thorax, normalnya < 0,5.

 

Exercise stress test ialah suatu tes dengan cara memberikan beban pada jantung sehingga kebutuhan oksigen otot jantung meningkat, bila terjadi insufisiensi koroner akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut yang dapat direkam dengan EKG berupa perubahan segmen ST.

 

Echokardiografi adalah suatu pemriksaan dengan menggunakan alat yang dapat membangkitkan suara ultrasound dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu > 20.000 Hz. Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui informasi tentang anatomi, morfologi, serta fungsi ruang jantung, dinding jantung, katup-katup, dan pembuluh darah besar.

 

Setelah menganalisis semua hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa hasilnya normal semua. Dengan demikian, jantung pasien dalam keadaan normal. Namun, bila memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti skintigrafi talium-201 dan angiografi koroner.

 

Walaupun saat ini jantung pasien masih dalam keadaan normal, pasien memiliki kemungkinan besar dapat terkena PJK. Hal ini dikarenakan pasien memiliki beberapa faktor risiko. Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan pada pasien ini adalah memberikan edukasi pada pasien agar dapat mengurangi faktor risiko dengan berhenti merokok, melakukan olahraga yang rutin dan teratur, serta mengatur pola makan. Selain itu, pasien diberi koborantia atau vitamin.


PENUTUP

KESIMPULAN

  1. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang menyerang arteri coronaria dengan tiga kelompok utama, yaitu penyakit aterosklerotik, angina pektoris, dan infark miokard.
  2. Penyakit aterosklerotik coroner dapat ditegakan diagnosis apabila sesak napas yang makin lama makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan; nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi selama atau setelah olah raga. Laboratorium : kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang, atau di atas 200 mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun.
  3. Nyeri dada di daerah sternum, substernal atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan.Gambaran EKG, foto rontgen dada, exercise stress test positif adalah gambaran pada angina pektoris.
  4. Untuk menegakan diagnosis infark miokard berikut ini gambarannya. Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri, lebih intensif dan lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang T; kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan. Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut yaitu kreatinin fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, LDH, alfa hidroksi butirat dehidrogenase, dan isoenzim CK-MB. Yang paling awal meningkat adalah CPK tetapi paling cepat turun.
  5. Pasien pada kasus ini memiliki jantung yang normal berdasar hasil pemeriksaan, baik itu dari pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, pasien memiliki kemungkinan besar terkena PJK, mengingat pasien memiliki beberapa faktor risiko terkena PJK.
  6. Penatalaksanaan pada pasien tersebut adalah memberikan edukasi dan memberi vitamin.

SARAN

  1. Mengingat PJK adalah penyakit pertama yang menimbulkan kematian, dan salah satu sebabnya adalah rokok, hal mana rokok adalah faktor risiko yang dapat dihindari. Maka sebaiknya setiap orang harus mau untuk tidak merokok.
  2. Selain itu, sebaiknya setiap orang mengatur pola makan dan mengurangi makanan yang mengandung terlalu banyak lemak dan kolesterol.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
  2. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
  3. Joto, Santa. 2001. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
  4. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI.
  5. Kusmana dan Hanafi. 2003. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
  6. Linda dan Lilavati. 2009. Hanout Anatomi Blok Cardiovasculer. Surakarta : Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
  7. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.
  8. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
  9. Santoso dan Setiawan. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar