Jumat, 18 November 2022

ASKEP GAWAT DARURAT KEJANG

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.

Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme, trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy sendiri bukan suatu penyakit

B.       Tujuan

1.        Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat sistem persarafan pada pasien dengan kejang.

2.        Tujuan Khusus

Setelah membaca makalah ini diharapkan:

a.       Memahami seperti apa asuhan keperawatan gawat darurat sistem persarafan pada pasien dengan kejang

b.      Mampu membuat pengkajian pada pasien dengan kejang

c.       Mampu membuat diagnosa pada pasien dengan kejang

d.      Mampu membuat perencanaan pada pasien dengan kejang

e.       Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan kejang

f.       Mampu menilai evaluasi pada pasien dengan kejang

 

 

 

C.       Manfaat

1.    Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan pembanding dalam pembuatan tugas serupa

2.    Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa

3.    Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal

4.    Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan kesehatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHSAN

 

A.    Definisi

Kejang      merupakan       perubahan        fungsi   otak      mendadak  dan sementara         sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)

Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi. Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi.

Spasme kuat dengan kontraksi dan relaksasi otot yang silih berganti, yang disebabkan oleh penyebab dari otak maupun diluar otak. Merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel sel kortek cerebral yang ditandai dengan serangan tiba tiba, terjadi penurunan kesadaran, aktifitas motorik atau ganguan sensori.

B.     Anatomi Otak Dan Fisiologi

1.       Anatomi

a.       Otak

Gambar : 1

 

 

 

 

 

 

Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral  yang terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

Bagian-bagian otak :

1)      Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di bawah sulkus  hipotalamik  dan  di depan  nucleus  interpundenkuler  hipotalamus  terbagi dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja dengan hipofisis      untuk   mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan  vasokontriksi atau vasodilatasi  dan mempengaruhi sekresi  hormonal  dengan  kelenjar  hipofisis,  juga  sebagai  pusat lapar dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekana n darah, perilaku agresif dan seksual dan pusat respon emosional.

2)      Talamus  berada  pada  salah  satu  sisi  pada  sepertiga  ventrikel  dan  aktivitas primernya  sebagai  pusat penyambung  sensasi bau  yang diterima semua  impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

3)      Traktus Spinotalamus (serabut -serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.

4)      Kelenjar  Hipofisis  dianggap sebagai  masker  kelenjar  karena sejumlah  hormon- hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.

5)      Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan menghambat nafsu makan.

6)      Mekanisme  Aferen  :  empat  hipotesis  utama  tentang  mekanisme  aferen  yang terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan keempat hipotesis itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain.

b.      Fisiologi

Hipotalamus mempunyai fungsi   sebagai pengaturan suhu  tubuh dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

1)      Pirogen Endogen

Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.

2)      Pengaturan Suhu

Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari tubuh melalui  radiasi,  konduksi  (hantaran)  dan  penguapan  air disaluran  nafas dan kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan (Price Sylvia A : 1995)

C.    Insiden

Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam.

D.    Etiologi

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya), (Mutaqqin, 2008).

E.     Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi  dimana oksigen disediakan dengan peraataraan fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan  luar  adalah  ionic. Dalam  keadaan normal  membrane  sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan elektrolit  lainnya,  kecuali  ion klorida  (Cl-).  Akibatnya  konsentrasi  K+ dalam  sel neuron tinggi dan konsentrasi  Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan yang disebut potensial membrane dari selneuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

1.    Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

2.    Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.

3.    Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur  3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari  membran  sel  neuron  dan  dalam  waktu  yang  singkat  terjadi  difusi  dari  ion  kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi  pada  ambang  kejang  yang  rendah  sehingga dalam  penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya  tidak berbahaya dan tidak menimbulkan  gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya  disertai  terjadinya apnea, meningkatnya  kebutuhan  oksigen  dan  energi  untuk  kontraksi  otot  skelet  yang  akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak  selama  berlangsungnya  kejang  lama.  Faktor  terpenting  adalah  gangguan  peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.(FKUI, 2007).

 

F.    

Infeksi bakteri virus dan parasit

 
Pathway

 

 

Reaksi inflamasi

 

Proses demam

 

hipertermia

 
 

 

 

 

 

 

 


G.    Klasifikasi

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus b adan dan tungkai dapat diklasifikasikan  menjadi 3 bagian  yaitu : kejang,  klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

1.      Kejang Tonik

Kejang ini biasanya  terdapat  pada bayi baru lahir dengan berat  badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

2.      Kejang Klonik

Kejang ini biasanya  terdapat  pada bayi baru lahir dengan berat  badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

3.      Kejang Mioklonik

Gambaran  klinis  yang terlihat  adalah  gerakan  ekstensi  dan  fleksi  lengan  atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.(Lumbang Tebing, 1997)

H.    Manifestasi Klinik

1.      Kejang parsial ( fokal, lokal )

a.       Kejang parsial sederhana :

Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

1)      Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

2)      Gejala somatosensoris  atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.

3)      Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

4)      Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

b.      Parsial kompleks

1)      Terdapat  gangguan kesadaran,  walaupun  pada  awalnya  sebagai  kejang  parsial

2)      simpleks

3)      Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap-ngecapkan bibir,mengunyah,  gerakan menongkel  yang berulang-ulang pada tangan  dan gerakan tangan lainnya.

4)      Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2.      Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

a.       Kejang absens

1)        Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

2)        Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik

3)        Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

b.      Kejang mioklonik

1)      Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.

2)      Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

3)      Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

4)      Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c.       Kejang tonik klonik

1)      Diawali  dengan  kehilangan  kesadaran  dan  saat  tonik,  kaku  umum  pada  otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

2)      Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih

3)      Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

4)      Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d.      Kejang atonik

1)      Hilngnya  tonus  secara  mendadak  sehingga  dapat  menyebabkan  kelopak  mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2)      Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

I.       Komplikasi

Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi Epilepsy  pada  anak  di  artikan  sebagai  kejang  berulang  tanpa  adanya  demam  kecil kemungkinan epilepsy timbul se telah kejng demam. Sekitar 2 4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami  demam.  Namun  begitu antara 95 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy.

Komplikasi  yang  paloing  umum  dari  kejang  demam  adalah  adanya  kejang  demam berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali. Sekitar  33%  anka  akan  mengalami  kejang  berulan g  jika  mereka  demam  kembali  resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika  :

1.      Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi

2.      Jarak  waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit

3.      Ada faktor turunan dari ayah ibunya

Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:

1.      Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

2.      Kelainan  dalam  perkembangan  atau  kelainan  saraf  sebelum  anak  menderita  kejang demam.

3.      Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami kejang berulang

J.      Penyakit-penyakit yang Menyebabkan Kejang

Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor, trauma, infeksi, dan serebrovaskuler.

1.      Sistemik

Metabolik : Hiponatremia, Hipernatremia,

a.    Hiponatremia

Hiponatremia terjadi bila :

1)      Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi,

2)      Ketidakmampuan menekan sekresi ADH (mis : pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH = Syndrom of Inappropriate ADH-secretion). Hiponatremia dengan gejala berat (mis : penurunan kesadaran dan kejang) yang terjadi akibat adanya edema sel otak karena air dari ektrasel masuk ke intrasel yang osmolalitas-nya lebih tinggi digolongkan sebagai hiponatremia akut (hiponatremia simptomatik). Sebaliknya bila gejalanya hanya ringan saja (mis : lemas dan mengantuk) maka ini masuk dalam kategori kronik (hiponatremia asimptomatik).

3)      Langkah pertama dalam penatalaksanaan hiponatremia adalah mencari sebab terjadinya hiponatremia melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Langkah selanjutnya adalah pengobatan yang tepat sasaran dengan koreksi Na berdasarkan kategori hiponatremia-nya.

b.    Hipernatremia

Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya pada orang dengan usia lanjut atau penderita diabetes insipidus. Oleh karena air keluar maka volume otak mengecil dan menimbulkan robekan pada vena menyebabkan perdarahan lokal dan subarakhnoid.

Setelah etiologi ditetapkan, maka langkah penatalaksanaan berikutnya ialah mencoba menurunkan kadar Na dalam plasma ke arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah mengurangi volume urin. Bila penyebabnya adalah asupan Na berlebihan maka pemberian Na dihentikan.

2.      Tumor

Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi. Selain menempati ruang, tumor intrakranial juga menimbulkan perdarahan setempat. Penimbunan katabolit di sekitar jaringan tumor menyebabkan jaringan otak bereaksi dengan menimbulkan edema yang juga bisa diakibatkan penekanan pada vena sehingga terjadi stasis. Sumbatan oleh tumor terhadap likuor sehingga terjadi penimbunan juga meningkatkan tekanan intrakranial.

3.      Trauma

Kejang dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan intrakranial serta memperberat edem otak. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

4.      Infeksi

Infeksi pada susunan saraf dapat berupa meningitis atau abses dalam bentuk empiema epidural, subdural, atau abses otak. Klasifikasi lain membahas menurut jenis kuman yang mencakup sekaligus diagnosa kausal

a.       Infeksi viral

b.      Infeksi bakterial

c.       Infeksi spiroketal

d.      Infeksi fungal

e.       Infeksi protozoal

f.       Infeksi metazoal

5.      Serebrovaskuler

Stroke mengacu kepada semua gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. CVA (Cerebralvascular accident) dan serangan otak sering digunakan secara sinonim untuk stroke. Konvulsi umum atau fokal dapat bangkit baik pada stroke hemoragik maupun strok non-hemoragik.

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskuler serebral dapat dibagi dalam :

a.       Transient ischemic attack,

b.      Stroke in evolution,

c.       Completed stroke, yang bisa dibagi menjadi tipe hemoragik dan tipe non

d.      hemoragik

K.    Uji Laboratorium dan Diagnostik

1.      Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2.      Pemindaian CT : menggunakan  kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

3.      Magneti  resonance  imaging  (  MRI  ) : menghasilkan  bayangan  dengan  menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT

4.      Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel  dan  membantu  menetapkan  lokasi  lesi, perubahan  metabolik  atau alirann darah dalam otak

5.      Uji laboratorium

a.       Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

b.      Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c.  Panel elektrolit

c.       Skrining toksik dari serum dan urin

d.      GDA

e.       Kadar kalsium darah

f.       Kadar natrium darah

g.      Kadar magnesium darah

L.     Penatalaksanaan

1.      Pengobatan fase akut

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin  dalam  mengobservasi  anak.  Beberapa  hal  yang  harus  di  perhatikan  adalah sebagai berikut

a.       Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

b.      Jangan   meletakkan   benda   apapun   dalam   mulut   sianak  seperti   sendok   atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.

c.       Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

d.      Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan khusus.

e.       Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas kesehatan  terdekat.  Sumber  lain  menganjurkan  anak  untuk  di bawa  ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

f.       Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah yang berat,atau anak terus tampak lemas.

Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan selain point-point di atas adalah sebagai berikut :

a.       Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat

b.      Pemberian oksigen melalui face mask

c.       Pemberian  diazepam    0.5 mg /kg  berat   badan  per rectal (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse.

d.      Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

Berikut ini table  dosis diazepam yang di berikan :

 

 

 

 

Usia

Dosis  IV

(infuse) (0,2 mg/kg)

Dosis per rectal

( 0.5 mg / kg )

<  1 tahun

1-2  mg

2.5 – 5 mg

1 – 5 tahun

3  mg

7.5  Mg

5-10  tahun

5 mg

10 mg

>10 tahun

5-10 mg

10 – 15 mg

 

Jika kejang masih berlanjut  :

a.                   Pemberian diazepam   0.2 mg / kg  per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang infuse 0.5 mg / kg per rectal

b.      Pengawasan tanda tanda depresi pernapasan .

c.       Pemberian fenobarbital 20 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15-40 mg / kg per infuse dalam 30 menit .

d.      Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung)

Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan.

M.   Terapi Kejang

Penanganan kejang secara modern bermula dari tahun 1850 dengan pemberian Bromida, dengan dasar teori bahwa epilepsi disebabkan oleh suatu dorongan sex yang berlebih. Pada tahun 1910, kemudian digunakan Fenobarbital yang awalnya dipakai untuk menginduksi tidur, kemudian diketahui mempunyai efek antikonvulsan dan menjadi obat pilihan selama bertahun-tahun. Sejumlah obat lain yang juga digunakan sebagai pengganti Fenobarbital termasuk Pirimidone, dan Fenitoin yang kemudian menjadi first line drug epilepsi utama untuk penanganan kejang parsial dan generalisata sekunder.

Pada tahun 1968, Karbamazepin awalnya digunakan untuk neuralgia trigeminal, kemudian pada tahun 1974 digunakan untuk kejang parsial. Etosuksimid telah digunakan sejak 1958 sebagai obat utama untuk penanganan absence seizures tanpa kejang tonik klonik generalisata.

Valproate mulai digunakan 1960 dan saat ini sudah tersedia di seluruh dunia dan menjadi drug of choice pada epilepsy primer generalisata dan kejang parsial.

1.      Fenobarbital

Merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal.

2.      Primidon

Efektif untuk semua jenis epilepsy kecuali absence. Efek antikonvulsi ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya.

3.      Hidantoin

Yang termasuk dalamm golongan ini adalah fenitoin, mefenitoin dan etotoin. Fenitoin : Fenitoin adalah obat primer untuk semua bangkitan parsial dan bangkitan tonik-klonik, kecuali bangkitan absence (absence seizure). Fenitoin tidak sedative pada dosis biasa. Berbeda dengan fenobarbital, obat ini juga efektif pada beberapa kasus epilepsy lobus temporalis.

4.      Karbamazepine

Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Manfaat terapeutik ialah untuk Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan bangkitan generalisata tonik-klonik (GTCS).

5.      Etosuksimid

Obat ini dipakai untuk bangkitan absence. Efek antikonvulsi pada binatang sama halnya dengan trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrazol, akan menaikkan nilai ambang serangan. Manfaat terapeutik ialah terhadap bengkitan absence.

6.      Asam valproat (Valproic acid)

Asam valproat dipakai untuk berbagai jenis serangan atau bangkitan. Efek sedasinya minimal, efek terhadap SSP lain juga minimal. Terhadap Pentilen tetrazol, potensi asam valproat lebih besar daripada etosuksimid, tapi lebih kecil pada fenobarbital. Asam valproat lebih bermanfaat untuk bangkitan absence daripada terhadap bangkitan umum tonik-klonik.

N.    Prognosis

Kejang adalah suatu masalah neurologik yang relative sering dijupai. Sekitar 10% populasi akan mengalami paling sedikit satu kali kejang seumur hidup mereka, dengan insiden paling tinggi terjadi pada masa anak-anak dini dan lanjut usia (setelah usia 60 tahun), dan 0,3% sampai 0,5% akan didiagnosa mengidap epilepsi (berdasarkan kriteria dua kali kejang tanpa pemicu)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

 

A.    Pengkajian

1.      Pengkajian umum

Kondisi umum Klien nampak sakit berat

2.      Pengkajian kesadaran

Pada kasus kejang demam  kesadaranya adalah antara Unrespon sebab klien tidak sadar terhadap penyakitnya.

3.      Penggolongan Triage

Kasus ini adalah emergensi karena dapat mengancam jiwa dan akan mati tanpa tindakan dalam 0 menit Untuk itu maka kejang termasuk dalam P1 (Urgent)

4.      Pengkajian Primer

a.       Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh  Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam  Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.

Tindakan yang dilakukan :

1)      Semua pakaian ketat dibuka

2)      Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

3)      Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

4)      Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.

Evaluasi :

1)      Inefektifan jalan nafas tidak terjadi

2)      Jalan nafas bersih dari sumbatan

3)      RR dalam batas normal

4)      Suara nafas vesikuler

b.      Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya  lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

Tindakan yang dilakukan :

1)      Mengatasi kejang secepat mungkin

Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

2)      Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

Evaluasi :

1)      RR dalam batas normal

2)      Tidak terjadi asfiksia

3)      Tidak terjadi hipoxia

c.       Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi

Tindakan yang dilakukan :

1)      Mengatasi kejang secepat mungkin

Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.

2)      Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

a)      Semua pakaian ketat dibuka

b)      Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

c)      UsahakaN agar jalan napas bebasuntuk menjamin  kebutuhan oksigen

d)     Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

Evaluasi :

1)      Tidak terjadi gangguan peredaran darah

2)      Tidak terjadi hipoxia

3)      Tidak terjadi kejang

4)      RR dalam batas normal

5.      Pengkajian sekunder

·         S (sign and symptom) : terdapat robekan pada luka, distensi, ketegangan pada daerah yang terken gigitan

·         A (allergies) : kaji apakah pasien ada riwayat alergi.

·         M (Medication) : kaji riwayat pengobatanya pasien.

·         P (Pentinant past medical histori) : kaji riwayat penyakit dahulu pasien.

·         L (Last oral intake solid liquid) : kaji kejadian sebelum 

·         E (Event leading to injuri ilmes)

 

a.       Pemeriksaan fisik

1)      Kepala dan leher

Sakit kepala, leher terasa kaku

2)      Thoraks

Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas

3)      Ekstermitas

Keletihan,, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot

4)      Eliminasi

Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi

5)      Sistem pencernaan

Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

B.     Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1.      Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

2.      Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan (dehidrasi)

3.      Risiko terjadi kerusakn sel otak berhubungan dengn kejang

4.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang

5.      Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia

6.      Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi

C.    Intervensi

Dx1 : Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

 

Tujuan    : Yang  diharapkan  adalah  setelah  dilakukan  tindakan  keperawatan hipertermi tidak terjadi

Kriteria Hasil : suhu   tubuh   normal   (  360c    370c),   klien   bebas   dari   demam (Efendi,1995)

 

Interverensi

Rasional

Beri kompres hangat

Dapat   membantu        mengurangi demam

Beri   dan   anjurkan    klien   banyak minum

Semakin banyak minum akan dapat antu menurunkan demam

anjurkan klien istirahat dengan tirah

Istirahat   yang   baik   akan   dapat sedikit membantu penyembuhan

Anjurkan          klien     untuk    memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

Pakaian yang tipis  akan memudahkan sirkulasi dalam dan luar tubuh

Ciptakan  suasana  yang  nyaman (atur ventilasi)

Suhu     ruangan  harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

 

 

 

 

 

 

 

Dx2 : Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan (dehidrasi )

Tujuan    : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit voleme cairan tidak terjadi

Kriteria Hasil  :  menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam batas  normal

 

Interverensi

Rasional

kaji  perubahan  tanda- tanda vital

peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatnya laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi

kaji       turgor   kelembapan membrane mukosa ( bibir dan lidah )

Indikator langsung keadekuatan voleme cairan meskipun membran mukosa mulut mungkin  kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.

catat     laporan             mual    atau muntah

adanya gejala ini menurunkan masukan oral

pantau masukan dan haluaran

memberikan  informasi tentang keadekuatan  volume  cairan dan kebutuhan pengganti

tekankan   cairan   sedikitnya 2500 ml/hari atau      sesuai kondisi individual.

pemenuhan   kebutuhan   dasar  cairan,  menurunkan   risiko dehidrasi

 

Dx3 : Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejng (Ngastiyah, 1997, hal:236)

 

Tujuan    :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan sel otak, tidak terjadi komplikasi

Kriteria hasil:   Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar, suplai oksigen lancar, tidak ada tanda-tanda apnue.

Intervensi

Rasional

Bila  terjadi  kejang,  tidurkan  pasien

ditempat    yang           rata,    miringkan kepala

Diharapkan sistem pernpasan tidak terjadi gangguan ataupun sumbatan

Pasang sudip lidah

Agar lidah tidak tergigit atau lidah

menutup jalan napas

Longgarkan pakaian yang mengikat

Proses    inspirasi    dan    ekspirasi

dapat    maksimal          dan       dapat memberikan rasa nyaman pada pasien

Isap lendir sesuai indikasi

Melonggarkan pernapasan       dan mencegah terjadinya aspirasi

Berikan oksigen

Diharapkan        dapat memenuhi kebutuhan        oksigen diseluruh jaringan

Kolaborasi       dengan    dokter  untuk pemberian obat anti kejang

Diharapkan      dapat    mempercepat proses penyembuhan dan juga dengan memantau efek samping secara             dini jika  timbul  efek samping

 

Dx4 : Risiko injuri berhubungan dengan kejang (suriadi,2001,hal:52)

 

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko injuri tidak terjadi

Keriteria hasil : Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan

 

Intervensi

Rasional

Hindarkan   anak   dari  benda-bendayang membahayakan

Tindakan ini dapat  membantu menurunkan injuri

Gunakan alat pengaman

dapat  melindungi  klien  dari  bahaya injuri

Bila   terjadi   kejang,   pasang   sudip

Lidah

Agar  lidah  tidak  tergigit  atau  lidah menutup jalan napas.

Kolaborasi pemberian obat anti kejang

Diharapkan dapat  mempercepat proses    penyembuhan    dan    juga dengan   memantau   efek   samping secara  dini jika  timbul efek samping

 

Dx5 : Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia ( carpenito, 1999,     hal:259)

 

Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko kekurangan nutrisi tidak terjadi

Kriteria   hasil  : Menunjukkan   peningkatan   nafsu   makan,   mempertahankan   atau meningkatkan berat badan

Intervensi

Rasional

Identifikasi faktor penyebab mual atau muntah

Pilihan  intervensi  tergantung  pada penyebab masalah

Auskultasi   bunyi   usus.   Observasi atau palpasi distensi abdomen

Bunyi  usus mungkin  menurun  atau tidak ada bila proses infeksi berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi   sebagai   akibaat   menelan udara

Pertahankan     atau    tingkatkan  oral higine

Kondisi   mulut   yang   baik   dapat meningkatkan nafsu makan

Berikan porsi kecil tapi sering

tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali

Ukur berat badan dasar

adanya  kondisi  kronis rendahnya

tahanan terhadap infeksi

 

Dx6 : Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges,1999)

Tujuan    :  Setelah dilakukan keperawatan, pengetahuan keluarga meningkat.

Kriteria hasil     :  - Keluarga mengerti proses penyakit kejang demam    

- Keluarga kooperatif

- Keluarga berperan serta dalam proses perawatan klien

 

Intervensi

Rasional

Kaji      tingkat             pendidikan

klien/keluarga

Mempengaruhi    proses   terhadap    penerimaan materi pengetahuan

Kaji    tingkat    pengetahuan

keluarga/klien

Menentukan pilihan intervensi yang tepat dalam penyampaian

Lakukan pendidikan kesehatan tentang kejang demam pada keluarga klien

Memberikan informasi yang     adekuat, meningkatkan peran serta keluarga dalam perawatan klien

Beri   kesempatan   keluarga

untuk bertanya

Mengetahui   sejauh   mana   intervensi   berhasil dilakukan

Libatkan    keluarga    dalam

setiap tindakan pada klien

Masalah kesehatan kesehatan   pada anak melibatkan peranan orang  mempersiapkan perawatan klien ketika dirumah

 

D.    Implementasi

Sesuai dengan intervensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kejang adalah gerakan otot tonik atau klonik yang involuntar yang merupakan serangan berkala, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. Kejang tidak secara otomatis berarti epilepsi. Dengan demikian perlu ditarik garis pemisah yang tegas : manakah kejang epilepsi dan mana pula kejang yang bukan epilepsi. Tetanus, histeri, dan kejang demam bukanlah epilepsi walaupun ketiganya menunjukkan kejang seluruh tubuh. Cedera kepala yang berat, radang otak, radang selaput otak, gangguan elektrolit dalam darah, kadar gula darah yang terlalu tinggi, tumor otak, stroke, hipoksia, semuanya dapat menimbulkan kejang. Kecuali tetanus, histeri, hal-hal yang tadi, kelak di kemudian hari dapat menimbulkan epilepsi.

Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak, truma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya).

B.     Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan:

1.        Untuk mahasiswa: diharapkan makalah ini bisa bermamfaat sebagai bahan pembanding dalam pembuatan tugas serupa

2.        Untuk tenaga kesehatan: makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang serupa

3.        Untuk instansi: agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal

4.        Untuk masyarakat: sebagai bahan informasiuntuk menambah pengetahuan kesehatan.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Mardjono, Mahar, Prof. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta: 2006

Budiman, Gregory. Basic Neuroanatomical Pathways. Second Edition. FKUI. Jakarta: 2009.

Dewanto, George, dkk. Panduan Praktis Diangnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. EGC. Jakarta: 2009.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2010. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar