Jumat, 18 November 2022

KONSEP MEDIK PNEUMOTHORAKS

 

BAB I. PENDAHULUAN

Paru merupakan organ penting bagi tubuh yang mempunyai fungsi utama sebagai alat pernafasan (respirasi). Proses pernafasan yaitu pengambilan oksigen dari udara luar dan pengeluaran CO2 dari paru – paru. Sistem pernafasan membawa udara melalui hidung ke dalam alveoli. Dirongga hidung udara dibersihkan dari debu ukuran 2 – 10 u, dipanaskan dan dilembabkan oleh bulu dan lendir hidung sebelum masuk ke trakea.1

Debu yang lolos ditangkap oleh lendir dari sel-sel mukosa di bronkus dan bronkioli, cilia set mukosa ini bergerak berirama mendorong kotoran keluar dengan kecepatan 16 mm/menit. Proses transfer oksigen setelah sampai di alveoli terjadi proses difusi oksigen ke eritrosit yang terikat oleh haemoglobin sejumlah 20 ml/100 ml darah dan sebagian kecil larut dalam plasma 0,3 ml/ 100 CC, jika Hb 15 gr% Dan sebaliknya karbondioksida dari darah dibawa ke alveoli untuk dikeluarkan melalui udara ekspirasi. Proses ventilasi (keluar masuknya udara) didukung oleh unsur-unsur jalan nafas, jaringan paru, rongga thorax, otot natas dan saraf nafas.1

Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0) Paru mengembang sampai menempel pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps. Hal ini terjadi pada:

1.      Pneumothorax karena luka tusuk dari luar

2.      Pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne tbc atau pccahnya bronkus pada trauma .

3.      Hidro/hemato-thoraks. Pleural effusion.1

Gangguan - gangguan itu menyebabkan restriksi pengembangan para. Collaps paru karena pneumothorax disebut coppression atelectasis, sedangkan yang disebabkan obstruksi jalan nafas disebut dengan resorbtion atelectasis.1

Insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 18-28/100000 populasi untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan insiden tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk laki-laki dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah sakit untuk kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang per tahun untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki. Sedangkan angka kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang per tahun untuk wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki.2,3

Kata penumothoraks pertama kali digunakan pada tahun 1803 oleh seorang murid Laennec yang bernama Itard. Laennec sendiri kemudian menggambarkan gambaran klinis dari pneumothoraks pada tahun 1819. Ia menunjukkan bahwa hampir semua pneumothorkas disebabkan oleh tuberculosis paru, walaupun ia menyadari pneumothoraks dapat terjadi pada orang sehat yang kemudian dinamakan pneumothoraks sederhana. Pneumothoraks primer pertama dikenalkan oleh Kjaergard pada tahun 1932 yang kemudian menjadi masalah global. pneumothoraks primer ini lebih banyak ditemukan pada orang berusia muda sedangkan pneumothoraks sekunder lebih sering ditemukan pada orang berusia tua dengan usia puncak >55 tahun. Insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 18-28/100000 populasi untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan insiden tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk laki-laki dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah sakit untuk kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang per tahun untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki. Sedangkan angka kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang per tahun untuk wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki.2,3

Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak didiagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20–30 tahun Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok.4

Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali.5

 

 

 

  

 

 

BAB II. ISI

A.      Definisi Pneumothorax

Pneumothoraks didefinisikan sebagai suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya penyakit paru  disebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks yang diebabkan oleh penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder.6,7

 

 

Gambar. Pneumothotax

 

B.       Etiologi dan Klasifikasi Pneumothorax

Pneumothoraks terjadi akibat peninggian tekanan intrabronkus dan intra-alveolus pada suatu tempat lemah dalam jaringan paru yang pecah, sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura.

Tempat lemah dapat berupa bula dalam parenkim paru bagian perifer atau emfisema interstitialis lokal (bleb) atau proses paru yang menimbulkan destruksi parenkim bagian perifer dan pleura berdekatan, sehingga terbentuk suatu fistel bronkopleural.

Pneumothoraks dapat terjadi bila terjadi ruptur pada dinding paru, yang menyebabkan udara keluar dari paru dan masuk ke dalam rongga pleura. Pneumothoraks juga dapat terjadi bila terdapat tusukan pada dinding dada sehingga udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Pneumothoraks dapat  terjadi secara tiba-tiba (misalnya pada laki-laki kurus yang menderita sindroma Marfan) sebagai dari akibat trauma dada, barotrauma pada paru, penyakit paru seperti emfisema, infeksi akut, infeksi kronis (TBC), kerusakan paru akibat kistik fibrosis, kanker, katamenial pneumothoraks  (yang disebabkan oleh endometriosis pada dinding paru),  dll. Pada bayi baru lahir, pneumothoraks dapat merupakan komplikasi pada penyakit membran hialin, pneumonia, resusitasi dengan tekanan positif dan sering pula timbul secara spontan tanpa diketahui penyebabnya. Pada anak yang lebih besar pneumothoraks merupakan komplikasi pneumonia, tuberkulosis dan asma bronkial.3, IKA UI

Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :5

1.    Berdasarkan etiologinya.

(a)   Pneumothoraks simptomatika

(b)   Pneumothoraks idiopatika

Pneumothoraks yang etiologinya tidak diketahui secara pasti.

2.    Berdasarkan terjadinya.

(a) Pneumotoraks spontan primer

Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.

(b) Pneumotoraks spontan sekunder

Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus.

(c) Pneumotoraks traumatika

Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura parietalis sebagai akibat dari trauma.

(d) Pneumotoraks artifisialis

Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat. Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru.

3.    Berdasarkan lokalisasi.

(a) Pneumotoraks parietalis

(b) Pneumotoraks mediastinalis

(c) Pneumotoraks basalis

4.    Berdasarkan derajat kolaps jaringan paru.

(a) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks mengalami kolaps.

(b) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian.

Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut:

Rumus mengukur volumenya : (A x B) – (a x b) X 100%

                                                               (A x B)

Gambar: Menghitung Volume Collaps Paru

5.    Berdasarkan jenis fistel.

(a) Pneumotoraks ventil (pneumothoraks tension)

Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.

(b) Pneumotoraks terbuka

Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.

(c) Pneumotoraks tertutup

Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan akan diresobsi spontan. Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi pneumotoraks ventil.

 

 

 

C.      Diagnosis Pneumothorax

1.         Gejala klinis

Pada anak besar sering didapatkan rasa nyeri yang timbul pada sisi thoraks yang terkena, yang kemudian disusul oleh dispneu. Gejala ini sering dikira suatu serangan angina pectoris. Pada sebagian penderita kadang-kadang ditemukan faktor pencetus berupa batuk, bersin atau latihan jasmani yang berat. Namun, kadang-kadang pneumothoraks dapat terjadi pada waktu tidur.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan di sisi thoraks yang terkena, perkusi hipersonor atau timpani, disertai bising nafas yang berkurang (lemah) atau menghilang pada auskultasi. Diagnosis baru dapat dipastikan dengan pemeriksaan rontgen thoraks.

Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumothoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumothoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumothoraks terluput dari pengamatan.8

Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat.8

Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghemat atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumothoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-pneumothoraks). Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit.8

Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumothoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong kesisi kontralateral. Diafragma tertekam ke bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun. Kebanyakan pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks spontan berkembang menjadi hidropneumothoraks. Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut diatas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada.7,8

 

 

 

2.         Gambaran Radiologis

Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura viseral.

Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila penumothoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks, sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat perbedaan densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga memudahkan dalam melihat pneumothoraks, yakni terdapatnya kenaikan densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan densitas pneumothoraks.8

Gambar: Pneumotoraks Partial

Gambar: Pneumotoraks Total

Suatu hasil rontgen diperoleh sehabis ekspirasi maksimum akan membantu dalam menetapkan diagnosa, sebab paru-paru kemudian secara relatif lebih tebal/padat dibanding pneumothoraks itu. Penurunan volume paru terjadi sehabis ekspirasi tetapi ruang pneumothoraks tidak berubah. Oleh karena itu secara relatif pneumothoraks lebih berhubungan dengan paru-paru sehabis ekspirasi dibanding inspirasi dan kiranya pleura viseral lebih kecil berhubungan dengan pneumothoraks. Sehingga lebih mudah untuk menggambarkannya. Foto lateral decubitus pada sisi yang sehat dapat membantu dalam membedakan pneumothorak dengan kista atau bulla. Pada pneumothorak udara bebas dalam rongga pleura lebih cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral.7,8

Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar(2). Udara dalam ruang pleura jadi lebih radiolusen dibandingkan paru-paru yang bersebelahan dengan pneumothoraks tersebut, terutama sekali jika paru-paru berkurang volumenya, dimampatkan atau terkena penyakit yang meningkatkan kepadatan paru.

Ketika pneumothoraks terjadi pada pasien dengan atelektase lobus, udara terkumpul dalam ruangan pleura yang dekat dengan paru-paru yang mengempis. Oleh karena itu distribusi yang udara yang tidak normal pada pasien ini menyebabkan pengempisan lobus. Pada tension pneumothoraks pergeseran dari struktur mediastinal kesan pada paru dan kesan pada difragma sudah terlihat. Ketika kehadiran cairan sebagai tambahan dari udara atau gas pada film dengan cahaya horisontal memperlihatkan tingkat atau batas udara dengan cairan. Ketika udara intrapleura terperangkap pada posisi yang tidak biasa oleh karena penggabungan kadang-kadang pneumothoraks bisa terlihat pada subpulmonary, terutama pada pasien COPD (Chronic Pulmonary Obstruktif Disease) dan penurunan dari fungsi paru dan juga diobservasi sepanjang permukaan tengah dari paru bayi yang baru lahir sering diperiksa dengan posisi terlentang. Dalam situasi ini harus dibedakan dengan pneumomediastinum. Ketika garis sambungan depan terlihat pada neonatus, yang mengindikasikan pneumothoraks bilateral, karena garis ini biasanya tidak terlihat pada pada pasien. Pada bayi neonatus pneumothorak dapat dievaluasi dengan foto anteroposterior atau lateral pada
saat yang sama.8

Pada orang dewasa yang sakit kritis diuji dengan posisi setengah duduk atau terlentang, udara dalam ruang pleura mungkin nampak anteromedial sepanjang medistinum, pada suatu posisi subpulmonary, pada posisi apicolateral atau posteromedial dalam area paraspinal. Udara mungkin dapat diamati dalam celah interlobaus, terutama sekali didalam celah kecil sisi kanan pneumothoraks. Tanda cekungan yang dalam diuraikan oleh Gordon pada foto posisi terlentang pada pasien pneumothoraks. Foto ini terdiri dari radiolusen yang relatif pada kedalaman sulcus costophrenicus samping yang menandakan udara dalam area ini.

Hasil diagnosa mungkin tidak dapat terlihat dalam foto polos. Oleh karena itu, CT dapat digunakan jika informasi mengenai kehadiran atau ketidakhadiran pneumothoraks adalah hal yang sangat penting, karena pneumothoraks relatif lebih mudah dideteksi pada CT sesuai potongan aksis. Secara ringkas, hasil diagnosa pneumothorax mungkin sulit untuk dibuat dalam pemeriksaan hasil radiografi dada. Terutama sekali pada foto pasien dalam posisi terlentang, proyeksi samping mungkin bisa untuk mengkonfirmasikan kehadiran pneumothoraks manakala proyeksi dari depan samar-samar. Ketika pneumothoraks kecil foto pada saat inspirasi seringkali berharga; dan ada kalanya, ketika lokasi pneumothoraks disekeliling hadir, foto oblique dan foto lateral diperlukan untuk visualisasi yang nyata. Adakalanya lingkaran radioopak ditemukan pada hilus atau dibawah hilus pada pasien pneumothoraks yang besar atau luas.

 

D.      Patofisiologi Pneumothorax

 

Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.3

Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.

1) Faktor infeksi atau radang paru.

Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.

2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.

Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil.5

 

E.       Komplikasi

Selalu harus diingat akan terjadinya:

  1. Tension Pneumothoraks dengan gejala dispneu yang makin berat, sianosis, gelisah: komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong dan diafragma pada sakit tertekan kebawah. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalu tidak akan berakibat fatal.
  2. Piopneumothoraks: Berarti terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru.
  3. Hidro-pneumothoraks/Hemo-pneumothoraks: Pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perforasi esofagus (cairan lambung masung kedalam rongga pleura). Hemopneumothoraks selain terdapat gejala dispneu dan sianosis, disertai pula gejala akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan dan lain-lain.
  4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan: Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidensinya adalah 1% dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan didikuti oleh pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).
  5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan interstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.
  6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.8

F.       Diagnosis Banding

  1. Emfisema pulmonum
  2. Kavitas raksasa
  3. Kista paru
  4. Infarkjantung
  5. Infark paru
  6. Pleuritis

7.      Abses paru dengan kavitas.8

 

G.      Penatalaksanaan Pneumothorax

Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu penderita sebaiknya dirawa di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat. Penderita diberi obat sedatif untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menenangkan (morfin atau petidin). Batuk perlu dicegah (misalnya dengan kodein) dan sedapatnya faktor etiologi dihilangkan.

Anak dengan pneumothoraks spontan diobati secara konservatif, karena pada umumnya resorpsi udara dan pengembangan kembali jaringan paru berjalan cepat. Namun bila didapatkan pneumothoraks tension segera dilakukan pungsi rongga pleura yang bersangkutan, dengan jarum dan kemudian dilakukan pemasangan water sealed drainage. Pada pneumothoraks yang terjadi berulang-ulang dapat diberikan suntikan larutan glukosa 50% ke dalam rongga pleura untuk menimbulkan pleuritis secara kimiawi sehingga terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan parietalis.

Tindakan bedah hanya dilakukan bila:

·         Cara konservatif tidak berhasil mengembangkan paru kembali

·         Pneumothoraks spontan terjadi berulang kali

·         Terdapat kista atau bula yang terlampau besar

·         Pneumothoraks disebabkan oleh trauma tembus.

·          

1. Pneumothoraks primer dengan gejala minimal

Pasien dengan pneumothoraks spontan kecil, tertutup, dengan gejala minimal tatalaksana yang diperlukan hanyalah observasi di rumah sakit selama beberpa saat kemudian pasien diijinkan pulang.  Akan tetapi perlu ditekankan bahwa sebelum dipulangkan , pasien ini harus diingatkan untuk segera kembali ke rumah sakit bila terjadi sesak nafas atau kesulitan bernafas. Pasien-pasien seperti ini biasanya memerlukan selang drainase interkostal dan menjadi pneumothoraks sekunder.

2. Pneumothoraks sekunder dengan gejala minimal

Observasi di rumah sakit diperlukan pada pasien dengan pneumothoraks sekunder berukuran <1 cm atau asimptomatik tanpa harus dilakukan intervensi aktif seperti aspirasi atau pemasangan selang drainase.

3. Pneumothoraks primer maupun sekunder simptomatik

Pada pneumothoraks yang telah mempunyai gejala klinis yang mengganggu misalnya kesulitan bernafas atau sesak harus dilakukan intervensi lebih lanjut. Sangat tidak tepat bila hanya dilakukan observasi. Kesulitan bernafas pada pasien pneumothroraks primer kecil (dengan diameter <2cm) akan menyebabkan penumothoraks tension. Oksigen dalam konsentrasi tinggi (10 liter/menit) harus segera diberikan karena inhalasi oksigen dalam konsentrasi tinggi akan mengurangi tekanan total dalam kapiler pleura dengan mengurangi tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan meningkatkan selisih tekanan antara kapiler pleura dan rongga pleura yang kemudian akan menyebabkan absorpsi udara dalam rongga pleura.

a. Metode Aspirasi

Selain pemberian oksigen, aspirasi juga merupakan salah satu tatalaksana utama dalam kasus pneumothoraks yang memerlukan intervensi. Aspirasi hanya boleh dilakukan pada pneumothoraks berukuran kecil (<2cm) dengan kesulitan bernafas pada pasien dibawah umur 50 tahun. Pasien yang berhasil di terapi dengan aspirasi harus dirawat inap dan di observasi selama paling kurang 24 jam sebelum boleh dipulangkan. Menurut Harvey dan Prescott dari the British Thoracic Society aspirasi sederhana sama efektifnya dengan pemasangan selang drainase pada target rekurensi pneumothoraks minimal 12 bulan. Keuntungan lebih dari aspirasi jika disbanding dengan pemasangan selang drainase adalah berkurangnya jumlah angka sakit ketika di rawat dan mengurangi masa rawatan di rumah sakit. Pada pneumothoraks berukuran besar (), resiko gagal dan angka rekurensi lebih tinggi terutama pada pasien berumur lebih dari 50 tahun, oleh karena itu sebaiknya dipertimbangkan dengan menggunakan selang drainase.

b. Metode penggunaan water seal drainage (WSD)

Penggunaan WSD dengan selang dada pertama kali dikenalkan pada tahun 1875, dan penggunaan missal pertama adalah pada tahun 1917 ketika terjadi epidemic influenza. Selang drainase interkostal atau WSD dalam bentuk modern telah digunakan sejak tahun 1916 ketika Kenyon menggambarkan sebuah “Siphon” metode untuk terapi hemothoraks akibat trauma. Walaupun alat ini sangat efektif dalam pengobatan, akan tetapi kelemahan alat ini berkisar antara trauma pada dada dan abdominal bagian viscera dari trocars yang tajam di tangan operator yang belum ahli. Kelemahan yang lain dari pemasangan selang ini adalah terbentuknya fissura pada dindig dada. Selang drainase yang masih mengeluarkan gelembung udara sangat berbahaya untuk di klem, karena hal tersebut dapat mengubah pneumothoraks yang awalnya minimal menjadi pneumothoraks tension. Keberhasilan akan dicapai bila paru-paru mengembang dengan sempurna paling kurang selama 24 jam sebelum selang drainase boleh dicabut. Cara yang effisien untuk mendeteksi sisa udara dalam paru adalah dengan meng-klem selang drainase tersebut selama beberapa jam dan kemudian dilakukan foto thorkas , kebocoran udara sedikit atau sedang yang masi ada dapat dideteksi dengan cara ini sehingga dapat dihindarkan penggunaan selang drainase yang berulang. Penggunaan analgetik dalam selang drainase ini masi kurang di teliti. Injeksi anestesi local pada intrapleura (20-25 ml = 200-250mg, 1% lignocaine) secara bolus dengan interval 8 jam dapat dengan aman mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi gas darah.9,10

Pemasangan WSD:9,10

1)        Pasien dalam keadaan posisi ½ duduk (+ 45 °).

2)        Dilakukan desinfeksi dan penutupan lapangan operasi dengan doek steril.

3)        Dilakukan anestesi setempat dengan lidocain 2% secara infiltrasi pada daerah kulit sampai pleura.

4)        Tempat yang akan dipasang drain adalah :

-            Linea axillaris depan, pada ICS IX-X (Buelau).

Dapat lebih proximal, bila perlu. Terutama pada anak- anak karena letak diafragma tinggi.

-            linea medio-clavicularis (MCL) pada ICS II-III (Monaldi)

5)        Dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan bawah kulit (Gambar. B).

6)        Dipasang jahitan penahan secara matras vertikal miring dengan side 0.1.

7)        Dengan gunting berujung lengkung atau klem tumpul lengkung, jaringan bawah kulit dibebaskan sampai pleura, dengan secara pelan pleura ditembus hingga terdengar suara hisapan, berarti pleura parietalis sudah terbuka (Gambar. C dan D).

Catatan : pada hematothoraks akan segera menyemprot darah keluar, pada pneumothoraks, udara yang keluar.

 

A                                                                     B

 

                        C                                                                     D

Gambar: Cara Pemasangan Selang WSD

 

Gambar: Cara Pemasangan Selang WSD

Komplikasi dari pemasangan selang drainse interkostal ini adalah penetrasi pada organ mayor seperti paru-paru, perut, limpa, hati, jantung, dan pembuluh darah besar sehingga akan berakibat fatal. Kejadian ini akan terjadi bila trocar besi yang dimasukkan secara tidak benar dalam prosedur pemasangan. Infeksi pleura merupakan komplikasi lain dari pemasangan selang drainase ini, sehingga pemberian antibiotic profilaksis harus dipertimbangkan dan teknik aseptic harus diterapkan pada segala teknik pemasangan serta manipulasi dari system selang dada ini. Komplikasi lain yang paling banyak terjadi adalah emfisema, walaupun ini hanya mengganggu dalam hal kosmetik selama beberapa hari. Emfisema ini terjadi karena terbentuknya rongga berisi udara pada jaringan subkutan. Hal ini dapat terjadi bila selang dada yang dipasang malposisi atau bergulung atau selang yang di klem. Emfisema juga dapat timbul bila selang yang digunakan berukuran lebih kecil dari daerah bocor. Penaganan dari emfisema ini biasanya secara konservatif, akan tetapi bila dalam kondisi menyebabkan bahaya pada nyawa pasien makan dapat dilakukan trakeostomi, dekompresi insisi kulit, dan pemasangan selang pada daerah subkutan.2,11

 

 

 

 

BAB III. KESIMPULAN

Paru merupakan organ penting bagi tubuh yang mempunyai fungsi utama sebagai alat pernafasan (respirasi). Paru berada dalam rongga pleura yang tekanannya selalu negatif selama siklus nafas (tekanan udara di luar dianggap = 0) Paru mengembang sampai menempel pleura. Bila tekanan rongga pleura jadi positif, paru-paru akan collaps. Hal ini terjadi pada pneumothorax karena luka tusuk dari luar, pneumothorax karena pecahnya blebs, caverne tbc atau pccahnya bronkus pada trauma dan pada hidro/hemato-thoraks atau Pleural effusion. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20–30 tahun Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan. Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 — 5% dari pneumotoraks spontan.

Pneumothoraks didefinisikan sebagai udara yang berada dalam rongga pleura. Pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa adanya penyakit paru  disebut sebagai pneumothoraks primer. Sedangkan pneumothoraks yang diebabkan oleh penyakit paru disebut sebagai pneumothoraks sekunder. Pneumothoraks dapat terjadi bila terjadi ruptur pada dinding paru, yang menyebabkan udara keluar dari paru dan masuk ke dalam rongga pleura.

Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :5

1)      Berdasarkan kejadian.

(a) Pneumotoraks spontan primer

 (b) Pneumotoraks spontan sekunder

 (c) Pneumotoraks traumatika

 (d) Pneumotoraks artifisialis

2)      Berdasarkan lokalisasi.

(a) Pneumotoraks parietalis

(b) Pneumotoraks mediastinalis

(c) Pneumotoraks basalis

3)      Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.

(a) Pneumotoraks totalis,

(b) Pneumotoraks parsialis,

4)      Berdasarkan jenis fistel.

(a) Pneumotoraks ventil

(b) Pneumotoraks terbuka

(c) Pneumotoraks tertutup

Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara akan mengalir dari alveol ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada; udara akan masuk ke rongga pleura sampai perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.Penatalaksanaan pneumothorax dapat dilakukan dengan metode aspirasi dan pemasangan water seal drainage (WSD)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.        Rahardjo E. Penanganan Gangguan Nafas Dan Pernafasan Buatan Mekanik. 1997: 1- 5.

 

2.        J. P. Janssen, M. Noppen. 2006. Management Of Spontaneous Pneumothoraks State Of The Art. European Respiratory Journal. Diunduh Dari Http://Www.Ers.Com/

 

3.        Canadian Lung Association. Pneumothorax. Agustus 2009. Diunduh Dari Http://Www.Canadianlung.Com/

 

4.        Boedi Swidarmoko. Penatalaksanaan Konservatif Pneumotoraks Spontan. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 101, 1995: 13-17

 

5.        H, Mukti A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.Edisi 2. Surabaya: 2002.

 

6.        R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. Dinding Toraks Dan Pleura. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta; Egc. 408-410.

 

7.        Anonym.Http://Medicastore.Com/Penyakit/148/Kolaps_ParuParu_Pneumothorax.Html:Http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Pneumothorax

 

8.        Amirulloh R. Penatalaksanaan Pneumotoraks Di Dalam Praktek. Cermin Dunia Kedokteran No. 38 1985: 22-25

 

9.        Noppen, Et Al. Manual Aspiration Vs CT Drainage In 1st Epidsodes Of PSP: A Multicenter Prospective Randomized Pilot Study. Am J Respir Crit Care Med. May 2002.

 

10.    Onuki, Et Al. Thoracoscopic Surgery For PTX In Older Patients. Surg Endosc Feb 2002.

 

11.    M Henry, T Arnold. 2003. BTS Guidelines For The Management Of Spontaneous Pneumothorax. Thorax. Diunduh Dari Http://Www.Thorax.Bmj.Com/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar