|
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep
Perilaku
2.1.1
Definisi
Perilaku
Perilaku
adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak.
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering
tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang
kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu.
Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu,
sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut
(Wawan, et all : 2011).
Perilaku dari pandangan bioiogis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan, Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas
dari manusia itu sendiri (Wawan, dkk : 2011).
6
|
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari
perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.
2.1.2
Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek
tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni :
1)
Bentuk
pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan
atau sikap batin dan pengetahuan (Covert Behaviour). Misalnya seorang siswi tahu dan mengerti ketika
menstruasi harus mengganti pembalut 4-5 kali sehari tetapi siswi tersebut tidak
melakukannya ketika menstruasi.
2)
Bentuk
aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung (Overt Behaviour). Misalnya
seoarang siswi mengganti pembalut 4-5 kali sehari ketika menstruasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap
adalah merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih
bersifat terselubung dan disebut covert behaviour. Sedangkan tindakan nyata
seseorang sebagai respons seseorang terhadap stimulus (practice) adalah
merupakan overt behaviour.
2.1.3
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur
pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi
manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat
aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan stimulus atau rangsangan
disini terdiri 4 unsur pokok, yakni sakit & penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci
perilaku kesehatan itu mencakup :
1)
Perilaku
seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespons, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit
yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang
dilakukan sehubungan dengan
penyakit atau sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behaviour). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga,
dan sebagainya.
b) Perilaku pencegahan penyakit (health preevention behaviour) adalah
respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya melakukan personal hygiene dengan teratur
ketika mengalami menstruasi.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking
behaviour), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya
usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter praktek, dan
sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun, sinshe, dan
sebagainya).
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour yaitu perilaku yang
berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu
penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter
dalam rangka pemulihan kesehatannya).
2)
Perilaku terhadap sistem
pelayanan kesehatan
adalah
respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional.
3)
Perilaku
terhadap makanan (nutrition behaviour) yakni respons seseorang terhadap makanan
sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
4)
Perilaku
terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behaviour) adalah respons
seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi
atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku
baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi,
yakni yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk
mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan
adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap
hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Didalam suatu pembentukan dan atau
perubahan, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam
dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain susunan
saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan, dan
sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia
karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsangan yang masuk menjadi
perbuatan atau tindakan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan saraf pusat
dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron.
Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang
dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Belajar adalah
suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku terdahulu (sebelumnya).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu
proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
dibedakan menjadi 2, yakni faktor intern dan ekstern.
Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi,
motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non
fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi
yang tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian
proses-proses psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk
melakukan responsi menurut cara tertentu terhadap suatu objek.
Saparinah Sadli (1982)
membagi individu dengan lingkungan sosial yang saling
mempengaruhi sebagai berikut:
1)
Perilaku kesehatan
individu; sikap dan
kebiasaan individu yang erat kaitannya dengan lingkungan.
2) Lingkungan
keluarga; kebiasaan-kebiasaan tiap anggota
keluarga mengenai kesehatan.
3) Lingkungan
terbatas, tradisi, adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan
dengan kesehatan.
4) Lingkungan umum; kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang
kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan
sebagainya.
Setiap individu sejak lahir terkait didalam suatu kelompok,
terutama kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka
kemungkinan untuk dipengaruhi dan mempengaruhi anggota-anggota kelompok lain.
Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan atau
norma-norma sosial tertentu maka perilaku tiap individu anggota kelompok
berlangsung didalam suatu jaringan normatif, Demikian pula perilaku individu
tersebut terhadap masalah-masalah kesehatan.
2.1.4
Faktor Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kesehatan
Perilaku yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan
dalam dua kategori, yaitu :
1)
Perilaku
yang terwujud secara sengaja dan sadar,
2)
Perilaku
yang terwujud secara tidak sengaja atau tidak sadar.
Ada perilaku-perilaku yang disengaja atau tidak disengaja membawa
manfaat bagi kesehatan individu atau kelompok kemasyarakatan sebaliknya ada
yang disengaja atau tidak disengaja berdampak merugikan kesehatan.
1)
Perilaku
sadar yang menguntungkan kesehatan. Mencakup perilaku-perilaku yang secara sadar
oleh seseorang yang berdampak menguntungkan kesehatan. Golongan
perilaku ini langsung berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pencegahan penyakit
serta penyembuhan dari penyakit yang dijalankan dengan sengaja atas dasar
pengetahuan dan kepercayaan bagi diri yang bersangkutan, atau orang-orang lain,
atau suatu kelompok sosial.
2)
Perilaku sadar yang merugikan kesehatan
Perilaku
sadar yang dijalankan secara sadar atau diketahui tetapi tidak menguntungkan
kesehatan
terdapat pula di kalangan orang berpendidikan atau secara umum pada
masyarakat-masyarakat yang sudah maju. Kebiasaan merokok (termasuk kalangan ibu
hamil), pengabaian pola makanan sehat sesuai dengan kondisi biomedis,
ketidakteraturan dalam pemeriksanaan kondisi kehamilan, alkoholisme, pencemaran
lingkungan, suisida, infantisida, pengguguran kandungan, perkelahian,
peperangan dan sebagainya.
3)
Perilaku tidak sadar yang merugikan kesehatan
Golongan
masalah ini paling banyak dipelajari, terutama karena penanggulangannya
merupakan salah satu tujuan utama berbagai program pembangunan kesehatan
masyarakat, misalnya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan kalangan
pasangan usia subur, pada ibu hamil, dan anak-anak Balita pada berbagai
masyarakat pedesaan dan lapisan sosial bawah di kota-kota.
4)
Perilaku tidak sadar
yang menguntungkan kesehatan.
Golongan
perilaku ini menunjukkan bahwa tanpa dasar pengetahuan manfaat biomedis umum
yang terkait, seseorang atau sekelompok orang dapat menjalankan kegiatan-kegiatan
tertentu yang secara langsung atau tidak langsung memberi dampak positif
terhadap derajat kesehatan mereka.
2.2
Konsep Personal
Hygiene
2.2.1
Definisi Personal Hygiene
Asal kata dari Yunani artinya kebersihan perseorangan,
tindakan menjaga kebersihan seseorang (Ambarwati : 2009).
Perawatan diri atau kebersihan diri (Personal Hygiene)
merupakan perawatan diri yang di lakuakan untuk mempertahankan kesehatan, baik
secara fisik maupun fsikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu atau
keluarga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap
perawatan diri (Alimul Aziz : 2006).
2.2.2
Tujuan Personal
Hygiene (Perawatan diri)
Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan
perawatan diri, baik secara sendiri maupun dengan menggunakan
bantuan, dapat melatihhidup sehat atau bersih dengan cara memperbaiki gambaran
atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan, serta menciptakan penampilan
yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat
dilakuakan untuk menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah
gangguan sirkulasi darah dan mempertahankan integritas pada jaringan (Alimul
Aziz : 2006).
2.2.3
Faktor yang
Mempengaruhi Personal Hygiene
1)
Body Image
Gambaran
individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2)
Praktik Sosial
Pada
anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3)
Status Sosial
Ekonomi
Personal
hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sampo, alat mandi,
pakaian yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4)
Pengetahuan
Pengetahuan
Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada remaja yang baru menstruasi (Menarche) ia harus
menjaga kebersihan alat reproduksinya.
5)
Budaya
Di
sebagian masyarakat jika individu sakit maka tidak boleh di mandikan.
6)
Kebiasaan
Ada
kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya
seperti penggunaan sabun, sampo, dll.
7)
Kondisi Fisik
Pada
keadaan sakit tertentu kemempuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan
untuk melakukannya.
2.2.4
Perawatan Diri
(Personal Hygiene) pada Alat Kelamin
Perawatan diri apada alat kelamin yang dimaksud adalah
pada alat kelamin perempuan, yaitu perawatan diri pada organ eksterna yang
terdiri atas mons veneris, terletak di depan simpisis pubis; labia minora, yang
merupakan dua lipatan kecil di antara atas labia mayora; klitoris (sebuah
jaringan erektil yang serupa dengan penis laki-laki); kemudian bagian yang
terkait di sekitarnya, seperti uretra, vagina, perineum, dan anus (Alimul Aziz
: 2006).
2.2.5
Dampak Yang
Sering Timbul Pada Masalah Personal Hygiene
1)
Dampak Fisik
Banyak
gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan memberane mukusa mulut, infeksi pada mata
dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2)
Dampak
Psikososial
Masalah
sosial yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi
diri dan gangguan interaksi sosial.
2.2.6
Personal Higiene Saat Menstruasi
Meskipun sedang mestruasi, tentunya seorang ramaja
putri harus tetap bersih dan sehat. Berikut ini cara yang bisa di lakuakan oleh
seorang wanita agar tetap bersih dan sehat dikala mengalami menstruasi.
1)
Pilihlah
pembalut yang cocok, yang mampu menyerap banyak darah yang keluar.
2)
Sering-seringlah
mengganti pembalut minimal dua kali sehari, namun yang paling baik adalah 4-5
kali sehari.
3)
Makanlah makanan
dengan gizi yang seimbang
4)
Cuci tangan
sebelum dan sesudah mengganti pembalut.
5)
Tetap mandi atau
keramas saat menstruasi
6) Memilih celana dalam
yang sesuai dengan ukuran atau yang nyaman di pakai.
7) Ketika menstruasi,
bersihkan kemaluan dari arah depan ke belakang (Anus).
8) Jaga kebersihan celana
dalam, jika perlu bisa mencuci celana dalam dengan campuran sedikit disinfektan
pada bilasan terakhir untuk membunuh jamur dan bakteri.
9)
Bagi muslimah,
lakukan mandi besar jika udah selesai
10) Segera konsultasikan ke pusat kesehatan reproduksi
atau ke dokter jika :
a)
Mengalami
menstruasi pertama kurang dari usia 10 tahun atau lebih dari 17 tahun.
b)
Siklus
menstruasi kurang dari 14 hari atau di atas 35-40 hari.
c)
Lama manstruasi
lebih dari 14 hari.
d)
Terlalu banyak darah
yang keluar (misalnya ganti pembalut 10 kali sehari).
e)
Sakit perut
sehingga tidak masuk sekolah/kerja bahkan pingsan.
f)
Muncul noda
darah bercak (diluar menstruasi)
g)
Warna darah
tidak kelihatan seperti biasanya, kecoklatan atau merah muda segar.
Cara tersebut perlu dilakuakan untuk menghindari
pembusukan dan berkembangnya jamur yang bisa menimbulkan keputihan, dll (Laila
Najmi : 2011).
2.3
Konsep Menstruasi
2.3.1
Definisi Menstruasi (Haid)
Salah satu bagian dari keistimewaan perempuan adalah
haid. Haid sebenarnya adalah pengeluaran darah dan sel-sel tubuh dari vagina
yang berasal dari dinding rahim perempuan secara periodic (Anurogo : 2011).
Perasaan bingung, gelisah, tidak nyaman selalu
menyelimuti perasaan perempuan yang mengalami menstruasi pertama kali
(Menarche). Menstruasi pertama atau menarche adalah hal yang wajar yang pasti
di alami oleh setiap wanita normal dan tidak perlu di gelisahkan. Namun hal ini
akan semakin parah apabila pengetahuan remaja mengenai menstruasi ini sangat
kurang dan pendidikan dari orang tua yang kurang. Adanya anggapan orang tua
yang salah bahwa hal ini merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan dan
menganggap bahwa anak akan tahu dengan sendirinya, menambah rumitnya
permasalahan (Proverawati : 2009).
Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim
(endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang
setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang terjadi setiap bulan
itu pada akhirnya akan membentuk siklus menstruasi (Syafrudin, dkk : 2011).
Menstruasi pertama (Menarche) pada remaja putri sering
terjadi pada usia 11 tahun namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada rentang
8-16 tahun. Menstruasi merupakan pertanda masa reproduktif pada kehidupan
seseorang perempuan, yang dimulai dari menarche sampai menopause.
2.3.2
Siklus Haid atau Menstruasi
Lamanya menstruasi biasanya terjadi antara 3-5 hari,
walaupun pada beberapa perempuan bisa saja mengalami masa menstruasi yang lebih
panjang ataupun lebih pendek. Jumlah hari natara periode menstruasi yang satu
dengan periode menstruasi berikutnya disebut dengan siklus menstruasi. Siklus
menstruasi secara normal berlangsung selama beberapa hari, berhenti selama
beberapa minggu, dan kembali lagi seterusnya sampai perempuan mengalami
menopause (Laila : 2011).
Gambar 2.1 : Skema Menstruasi dan Ovulasi
Siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 21-35
hari. Walaupun hal ini berlaku umum, tetapi tidak semua perempuan mengalami
siklus yang sama. Siklus menstruasi yang tidak teratur kebanyakan terjadi
akibat faktor hormonal. Seseorang yang memiliki hormon estrogen dan
progesterone yang berlebihan dapat memungkinkan terjadinya menstruasi dalam
waktu yang lebih cepat. Sehingga, jika terdapat gangguan menstruasi yang
dikarenakan oleh faktor hormonal, maka dipastikan perempuan tersebut mengalami
gangguan kesuburan. Hal ini dapat di atasi dengan suntikan untuk mempercepat
pematangan sel telur.
2.3.3
Fase-fase Menstruasi
Mekanisme terjadinya menstrausi terjadi dalam satu
siklus terdiri atas 4 fase :
1) Fase Folikuler/Proliferasi (hari ke-5 sampai hari
ke-14)
2) Ovulasi
3) Fase luteal atau sekresi
4) Menstruasi
Selama fase proliferasi, stroma dan kelenjar di
endometrium mengelami regenerasi pada satu proses, yaitu penebalan dari lapisan
basal yang masih ada setelah menstruasi yang terakhir (ketebalannya ± 0,5 mm).
biasanya berlangsung 10-14 hari, lama fase ini bervariasi jika menstruasi tidak
teratur.
Ovulasi dan permulaan fase sekresi biasanya terjadi 14
hari sebelum awitan menstruasi. Progesterone melanjutkan melanjutkan proses
penebalan dan menghasilkan secret yangb mengisi kelenjat endometrium yang siap
untuk ovum yang sudah di buahi. Tebal endometrium sekitar 5-6 mm sebelum
menstruasi, tetapi bervariasi antara setiap wanita dan mungkin beberapa
millimeter lebih tebal. Ketebalan endometrium dapat di ukur menggunakan
ultrasonografi panggul.
Jika fertilisasi tidak terjadi, corpos luteum
normalnya berdegenerasi menjadi korpus albikans. Saat fungsi korpus luteum
loteum menurun, terjadi penurunan kadar progesterone sehingga terjadi perubahan
pada endometrium. Spasme arteriol terjadi pada basal endometrium iskemia yang
timbul menyebabkan peluruhan endometrium kelapisan basal, yang menerima suplay
darah dari arteri di bawahnya dan tidak dilibatkan dalam vasokontriksi.
Menstruasi terjadi pada ahari pertama silus
menstruasi. Perdarahan biasanya berlangsung selama 4-5 hari, dengan rentang
normal 1-7 hari. Kehilangan darah normal diperkirakan sebanyak 30-40 ml, dengan
perdarahan yang lebih dari 80 ml dianggap menoragi. 80% aliran menstruasi
adalah darah , dan kurang dari 25% mengandung jaringan endometrium, cairan
jaringan dan mucus (Andrews Gilly : 2010).
2.3.4
Proses Terjadinya Menstruasi.
Secara umum, proses terjadinya menstruasi berlangsung
setiap bulan. Setelah hari ke-5 dari siklus menstruasi, endometrium mulai
tumbuh dan menebal sebagai persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan.
Endometrium merupakan lapisan sel darah merah yang membentuk bantalan. Sekitar
hari ke-14 terjadi pelepasan telur dari ovarium (disebut ovulasi). Sel telur
masuk ke salah satu tuba falopii. Di dalam tuba falopii dapat terjadi pembuahan
oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, sel telur akan masuk ke rahim dan mulai
tumbuh menjadi janin yang nantinya akan diletakkan di atas lapisan bantalan
tersebut. Kemudian, janin tersebut berkembang dan terjadilah kehamilan (Laila :
2011).
Kemudian pada hari ke-28, jika tidak terjadi pembuahan
maka endometrium (bantalan sel darah merah) akan luruh dan terjadilah perdarahan
atau disebut sebagai menstruasi. Proses pertumbuhan dan penebalan endometrium
kembali dimulai lagi pada siklus berikutnya.
2.3.5
Gejala dan Akibat Menstruasi
Gejala PMS jarang terjadi selama awal usia
reproduktif, cendrung memburuk secara progresif sejalan dengan bertambahnya
usia dan bergabung gejala klimakterik yang sama saat mendekati menopause (Andrews
Gilly : 2010).
Gejala PMS sangat banyak dan bermacam-macamserta dapat
mempengaruhi hamper semua system tubuh. Gejala sering dikelompokkan dalam tiga
katagori dan wanita sering mengalami perpaduan dari setiap kelompok.
a)
Gejala fisik
yang meliputi : Nyeri tekan dan pembekakan payudara, Perut kembung, Sakit
kepala dan migrant, Rasa panas dan kemerahan pada wajah dan leher, Gangguan
penglihatan, Ketidaknyamanan panggul, Perubahan pola buang air besar, Perubahan
nafsu makan dan mengidam, Mual, Tumbuh jerawat atau lesi kulit, dll.
b)
Gejala
psikologis meliputi : Tegang, Depresi, Ansietas, Gelisah, Penurunan
konsentrasi, dll.
c)
Gejala perilaku
Berbagai perubahan perilaku dilaporkan bertambah
selama fase pramenstruasi. Perubahan ini meliputi : bolos kerja, kehilangan
konsentrasi, penurunan penampilan kerja, dan penghindaran aktivitas sosial
(Andrews gilly : 2010).
2.3.6
Manfaat Menstruasi
1)
Tubuh mengalami
sinkronisasi
Perempuan
yang mendapatkan menstruasi setiap bulannya merupakan bukti bahwa tubuhnya
melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Hal ini berarti tubuh berada dalam
kondisi yang sinkron dan merupakan salah satu indikator kesehatan yang baik.
2)
Tubuh mengalami
hal yang positif
Menstruasi
setiap bulan merupakan cara yang alami untuk mengatakan bahwa seseorang yang
tidak terlalu gemuk dan tidak terlalu kurus. Hal ini karena, jika seseorang
memiliki tubuh yang gemuk maka adanya lemak yang terakumulasi akan menyebabkan
menstruasi tidak teratur. Demikian pula pada tubuh yang terlalu kurus juga bisa
membuat menstruasi tidak teratur.
3)
Membersihkan
tubuh
Menstruasi
yang datang setiap bulan bisa membantu melepaskan bakteri dari system
reproduksi dan memungkinkan tubuh untuk menghilangkan zat besi, sehingga dapat
menurunkan resiko Alzheimer, penyakit jantung dan stroke.
4)
Hidup lebih lama
dan bahagia
Penelitian
menunjukkan bahwa perempuan lebih sering berusia panjang ketimbang pria.
Kondisi ini karena adanya kelebihan zat besi yang hilang saat menstruasi,
sehingga memungkinkan terjadinya proses pembersihan tubuh seperti yang
disebutkan sebelumnya.
5)
Membuat
penampilan lebih baik dan nyaman.
Sebagian
besar perempuan mengetahui PMS bisa mendatangkan efek yang buruk, seperti kembung,
jerawat, kelelahan atau payudara yang sakit. Tetapi setelah menstruasi datang
dan berakhir, biasanya perempuan akan merasa lebih baik dan nyaman.
2.3.7
Masalah Menstruasi
Gangguan menstruasi merupakan salah satu dari 10
kondisi yang paling sering di jumpai oleh dokter umum (Andrews Gilly : 2010).
Masalah menstruasi yang umum terjadi meliputi :
1)
Dismenorea
Bagi sebagian wanita, adakalanya menstruasi bak momok
yang kehadirannya membuat rasa cemas manakala timbul rasa nyeri tak seperti
ketika menstruasi tiba. Kondisi ini dikenal sebagai nyeri menstruasi atau
dismenorea (dysmenorrhoea, dismenorea), yakni nyeri menstruasi yang memaksa
wanita untuk istirahat atau berakibat pada menurunnya kinerja dan berkurangnya
aktifitas sehari-hari.
Dismenore adalah nyeri pada daerah panggul akibat
menstruasi dan produksi zat prostaglandin. Seringkali dimulai segera setelah
mengalami menstruasi pertama. Nyeri berkurang setelah menstruasi, namun
beberapa wanita nyeri terus bisa dialami selama periode menstruasipenyebab
nyeri berasal dari otot rahim.
2)
Hipermenorea
atau menorhagia
Hipermenorea adalah perdarahan menstruasi yang banyak
dan lebih lama dari normal, yaitu 6-7 hari dan ganti pembalut 5-6 kali perhari.
Menstruasi normal biasanya 3-5 hari (2-7 hari masih normal), jumlah darah
rata-rata 35 cc (10-80 cc masih dianggap normal) kira-kira 2-3 kali ganti
pembalut perhari. Penyebab hipermenorea bisa berasal dari rahim berupa mioma
uteri (tumor jinak dari otot rahim, infeksi pada rahim atau hyperplasia
endometrium). Dapat juga disebabkan oleh kelainan diluar rahim seperti kelainan
darah : anemia, gangguan pembekuan darah, dll, juga bisa disebabkan oleh
kelainan hormone.
3)
Amenorea
Amenorea adalah keadaan dimana tidak adanya menstruasi
untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Hal tersebut normal terjadi pada masa
sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui dan setelah menopause.
4)
Oligomenorea
Merupakan
suatu keadaan dimana siklus menstruasi
memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah perdarahan
tetap sama. Wanita yang mengalami oligomenoreaakan mengalami menstruasi yang
lebih jarang daripada biasanya.Namun, jika berhentinya siklus menstruasi ini
berlangsung selamalebih dari 3 bulan, maka kondisi tersebut dikenal
sebagaiamenorea sekunder. Oligomenorea biasanya terjadi akibat adanyagangguan
keseimbangan hormonal pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium.
5)
Perdarahan
uterus disfungsional
Perdarahan abnormal
yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus menstruasi, karena
gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon
(hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ. Perdarahan
ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan tidak teratur tanpa
adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau gangguan perdarahan umum.
6)
Perdarahan
intermenstruasi
7)
Menstruasi tidak
teratur
2.4
Konsep Remaja
2.4.1
Definisi Remaja
Remaja atau adolesence berasal dari bahasa latin "adolescere"
yang berarti "tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa".
Istilah adolesence
yang berasal dari bahasa Inggris, saat ini mempunyai arti yang cukup luas
mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Sedangkan menurut
Piaget mengatakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Individu tidak lagi
merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Proverawati : 2009).
Masa remaja adalah suatu tahapan antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa. Istilah ini menunjukkan masa dari awal pubertas sampai tercapainya
kematangan; biasanya mulai dari usia 14 tahun pada pria dan usia 12 tahun pada
wanita. Transisi ke masa dewasa memang bervariasi, namun secara umum
didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang
tua mereka. Masa remaja atau masa puber, merupakan masa penghubung antara masa
anak-anak dengan dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja sangat
pesat, baik fisik maupun psikologis. Perkembangan yang pesat ini berlangsung
pada usia 11-16 tahun pada laki-laki dan 10-15 tahun pada perempuan. Anak
perempuan lebih cepat dewasa dibandingkan anak laki-laki. Pada masa pubertas
mulai ada rasa tertarik terhadap lawan jenisnya. Pesatnya perkembangan pada
masa puber dipengaruhi oleh hormon seksual. Organ-organ reproduksi pada masa
puber telah mulai berfungsi. Salah satu ciri masa pubertas adalah mulai
terjadinya menstruasi pada perempuan. Adapun pada laki-laki mulai mampu
menghasilkan sperma. Ciri-ciri perubahan tubuh pada masa remaja dapat dibedakan
menjadi ciri kelamin primer dan ciri kelamin sekunder.
Datangnya menstruasi atau mimpi basah pertama tidak sama pada
setiap remaja. Banyak faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut. Salah satunya
adalah karena masalah gizi. Contohnya, ada remaja perempuan yang mendapatkan menstruasi
pertama di usia 9-10 tahun, namun ada pula yang pada usia 14 tahun. Akan tetapi
umumnya menstruasi terjadi pada usia sekitar 12 tahun (Proverawati : 2009).
2.4.2
Proses Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan
yang terjadi sejak di dalam kandungan dan torus berlangsung
sampai dewasa. Dalam proses mencapai dewasa inilah anak harus
melalui berbagai tahap tumbuh kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja
adalah masa transisi antara masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu
tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan
terjadi perubahan-perubahan psikologis serta kognitif (Proverawati : 2009).
1) Perkembangan
Fisik
Perkembangan fisik pada masa remaja paling pesat di antara
tahap-tahap perkembangan manusia. Selain perubahan-perubahan fisik, remaja juga
mengalami perubahan secara psikologis. Perkembangan jiwa pada
masa remaja juga semakin mantap.
2) Pertumbuhan
Berat Badan
Pada remaja perempuan, saat memasuki masa pubertas berat badan
mencapai kira-kira 60% berat dewasa. Mencapai puncak kecepatan berat badan
sekitar 8 kg/tahun. Pertumbuhan otot terjadi 3-6 bulan setelah pacu tumbuh
berat badan. Pada remaja laki-laki, pacu tumbuh berat badan terjadi bersamaan
dengan pacu tumbuh tinggi badan dan otot. Rata-rata kecepatan pertumbuhan berat
badan sekitar 9 kg/tahun.
3) Pertumbuhan
Organ reproduksi
Pertumbuhan organ reproduksi mengalami banyak perubahan pada masa
pubertas. Pada remaja perempuan tanda pubertas pertama pada umumnya adalah
pertumbuhan payudara, yaitu terdiri dari penonjolan puting disertai pernbesaran
daerah areola (usia sekitar 8-12 tahun). Menstruasi pertama (Menarche) terjadi
pada stadium lanjut dari pubertas dan sangat bervariasi tiap individu
(rata-rata usia 10,5 - 15,5 tahun). Kemudian diikuti dengan pertumbuhan rambut
pada pubis (usia 11-15 tahun). Pada remaja laki-laki terjadi pernbesaran
testis, yang merupakan tanda pubertas pertama pada 98% remaja laki-laki.
4) Perkembangan
Emosional
Masa remaja sangat rawan dengan stres emosional yang timbul dari
perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Hal itu
dipandang sebagai perkembangan proses psiko-sosial yang terjadi seumur hidup.
Masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) dikenal dengan masa
storm dan stress. Pada masa tersebut terjadi pergolakan emosi yang diiringi
dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis. Masa remaja
dibedakan menjadi beberapa fase yaitu:
a)
Fase remaja
awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun).
b)
Fase remaja
pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun).
c)
Fase remaja
akhir (usia 18
sampai dengan 21 tahun).
d) Fase pubertas, (usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun),
merupakan fase yang singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi
remaja dalam menghadapinya.
2.5 Konsep
Pendidikan Kesehatan (Promosi Kesehatan)
2.5.1
Pengertian
Menurut Azwar dalam Zahir
(2012) Pendidikan kesehatan
adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang kesehatan, maka
pendidikan kesehatan dapat didefenisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk
membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan
kemampuan (perilakunya), untuk mencapai kesehatan secara optimal. Adapun hasil
dari pendidikan kesehatan tersebut, yaitu
dalam bentuk perilaku yang menguntungkan kesehatan. Baik dalam bentuk
pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan, yang diikuti dengan adanya
kesadaran yaitu sikap yang positif terhadap kesehatan, yang akhirnya diterapkan dalam tindakan-tindakan
yang menguntungkan kesehatan.
Menurut Azwar Pendidikan kesehatan adalah kegiatan yang
dilakukan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan,
sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan
bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (Zahir :
2012).
Pendidikan kesehatan (Penyuluhan) kesehatan adalah gabungan
berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar
untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan
melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok
dan meminta pertolongan bila perlu (Departemen Kesehata : 1998).
2.5.2
Tujuan
pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan masyarakat mempuanyai tujuan :
1)
Tercapainya
perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan
aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
2)
Terbentuknya
perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai
dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3)
Menurut
WHO tujuan pendidikan kesehatan
(penyuluhan kesehatan) adalah
untuk merubah perilaku perseorangan dan masyarakat dalam bidang
kesehatan.
2.5.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Dalam
Pendidikan Kesehatan
Banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan suatu penyuluhan kesehatan masyarakat, apakah itu dari penyuluh, sasaran atau dalam proses pendidikan
itu sendiri
1)
Faktor pendidik:
a)
Kurang persiapan
b)
Kurang menguasai materi yang akan dijelaskan
c)
Penampilan kurang meyakinkan sasaran
d)
Bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh
sasaran karena terlalu banyak menggunakan istilah-istilah asing.
e)
Suara terlalu kecil dan kurang dapat didengar
f)
Penyampaian materi penyuluhan terlalu monoton sehingga
membosankan.
2)
Faktor sasaran
a)
Tingkat pendidikan terlalu rendah sehingga sulit mencerna
pesan yang disampaikan.
b)
Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak
begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan, karena lebih memikirkan
kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak.
c)
Kepercayaan dan adat kebiasaan yang telah tertanam
sehingga sulit untuk mengubah misalnya, makan ikan atau makan telur dapat
menimbulkan cacingan.
d)
Kondisi lingkungan tempat tinggal sasaran yang tidak
mungkin terjadi perubahan perilaku, misalnya masyarakat yang tinggal di daerah
tandus yang sulit air akan sangat sukar untuk memberikan penyuluhan tentang
higiene sanitasi dan perseorangan.
3)
Faktor proses dalam pendidikan kesehatan
a)
Waktu penyuluhan tidak sesuai dengan waktu yang
diinginkan sasaran
b)
Tempat pendidikan kesehatan dilakukan dekat dengan tempat
keramaian sehingga menggangggu proses penyuluhan kesehatan yang dilakukan
c)
Jumlah sasaran yang mendengar penyuluhan teralu banyak
sehinga sulit untuk menarik perhatian dalam memberikan penyuluhan
d)
Alat peraga dalam memberikan pendidikan kurang ditunjang
oleh alat peraga yang dapat mempermudah pemahaman sasaran
e)
Metode yang dipergunakan kurang tepat sehingga
membosankan sasaran untuk mendengarkan pendidikan yang disampaikan
f)
Bahasa yang dipergunakan sulit dimengerti oleh sasaran,
karena tidak menggunakan bahasa keseharian sasaran.
2.5.4
Peran Pendidikan Kesehatan (Promosi Kesehatan) dalam
Kesehatan
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor,
baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisik dan psikis. Faktor
eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain sosial, budaya masyarakat,
lingkungan fisik politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi
terutama terhadap faktor perilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lain (lingkungan,
pelayanan kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan intervensi pendididkan
kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan
untuk menciptakan perilaku masayarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya,
pendidkan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui
bagaimana acara memelihara kesehatan mereka, bagaimana cara menghindari atau
mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang lain,
kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit dan sebagainya (Notoatmodjo
: 2012).
Kesadaran masyarakat tentang kesehatan disebut “melek
kesehatan”. Lebih dari itu, pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hannya
mencapai “melek kesehatan” pada masyarakat saja, namun yang lebih penting ialah
mencapai perilaku kesehatan. Kesehatan bukan hannya diketahui atau disadari dan
disikapi, melainkan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam kehidupan
seharii-hari. Hal ini berarti bahwa tujuan akhir dari pendidikan kesehatan
adalah agar masyarakat dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan
bagi masyarakat, atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat (Notoatmodjo :
2012).
2.5.5
Konsep Promosi Kesehatan
1)
Perubahan Perilaku
dan Pendidikan Kesehatan
Intervensi terhadap faktor perilaku secara garis besar
dapat dilakukan melalui dua upaya yang saling bertentangan. Masing-masing upaya
tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kedua upaya tersebut dilakukan
melalui :
a)
Paksaan
Upaya agar masyarakat mengubah perilaku atau
mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan atau paksaan. Upaya ini
bisa secara tidak langsung dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan,
intruksi-intruksi, dan secara langsung melalui takan-tekanan, sanksi-sanksi dan
sebagainya. Pendekatan atau cara ini biasanya menimbulkan dampak yang lebih
cepat terhadap perubahan perilaku. Tetapi pada umumnya perubahan atau perilaku
baru ini tidak langgeng, karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara
ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku
tersebut dilaksanakan.
b)
Pendidikan
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku
kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi,
memberikan kesadaran dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan
atau promosi kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap
perubahan perilaku masyarakat, akan memakan waktu lama dibandingkan dengan cara
koersi (paksaan). Namun, apabila cara ini berhasil diadopsi oleh masyarakat, amak
akan langgeng, bahkan selama hidup dilakuakan.
Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku
adalah konsep dari Lawrence green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi
oleh tiga faktor utama, yaitu faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap),
Faktor pemungkin (fasilitas kesehatan) dan faktor penguat atau sikap dan
perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).
2)
Peran Promosi
Kesehatan dalam Perubahan Perilaku
Promosi kesehatan dalam arti pendidikan, secara umum
adalah segala upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain, baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini
tersirat unsur-unsur :
a)
Infut adalah
sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat dan pelaku pendidikan)
b)
Proses (upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain)
c)
Output
(melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)
Hasil (Output) yang diharapkan dari suatu promosi atau
pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan yang kondusif.
2.6 Kesehatan Reproduksi
2.6.1
Definisi Kesehatan Reproduksi
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala
aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi serta prosesnya (WHO,
1992) (Pinem Saroha : 2009).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat yang
menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar tidak
adanya penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan system
reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri (Pinem Saroha :
2009).
Kesehatan reproduksi secara umum menunjuk pada kondisi
kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara utuh dalam segala hal yang
berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi, termasuk hak dan
kebebasan untuk bereproduksi secara aman, efektif tepat, terjangkau, dan tidak
melawan hukum (WHO, 1992:15) (Imron : 2011).
Ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah :
1)
Pelayanan
Keluarga Berencana (KB)
2)
Pelayanan
Kebidanan
3)
Pelayanan
Penyakit Menular Seksual
4)
Pelayan
Kesehatan Reproduksi Remaja. Pelayanan ini meliputi pemberian informasi atau
pendidikan kesehatan kepada para remaja tentang kesehatan reproduksi, dll.
Hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi (konfrensi
Internasional kependidikan di Kairo tahun 1994), antara lain sebagai berikut :
1)
Hak untuk
mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2)
Hak untuk mendapatkan
pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.
3)
Hak untuk
mempunyai kebebasan berfikir dan membuat keputusan tentang kesehatan
reproduksi.
4)
Hak untuk
memutuskan jumlah dan jarak kelahiran anak.
5)
Hak untuk hidup
dan terbebas dari resiko kematian karena kehamilan atau kelahiran ataupun
masalah gender.
6)
Hak untuk
mempunyai kebebasan dan keamanan dalam pelayanan kesehatana reproduksi
7)
Hak untuk
mempunyai kebebasan daripenganiyayaan dan perlakuan buruk yang menyangkut
kesehatan reproduksi.
8)
Hak untuk mendapatkan
manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan reproduksi.
9)
Hak untuk
mempunyai rahasia pribadi dalam menjalankan reproduksi.
10)
Hak untuk
membangun dan merencanakan keluarga.
11)
Hak mempunyai
kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang bernuansa kesehatan
reproduksi.
12)
Hak untuk
mempunyai kebebasan dari segala bentuk diskriminasi dalam kesehatan reproduksi
(BKKBN : 2008).
Pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja
dimaksudkan untuk dapat memberikan pengenalan dan pencegahan bagi remaja dalam
mensosialisasikan pengetahuan, sikap dan perilaku reproduksi yang sehat sebagai
dasar pengembangan pembinaan, komunikasi, informasi dan edukasibagi remaja.
Depkes RI (2004:15) (Imron : 2011).
2.6.2
Tujuan Kesehatan Reproduksi
Tujuan kesehatan reproduksi adalah memberikan
pelayanan kesehatan reproduksi yang komfrehensif kepada perempuan termasuk
kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan sehingga dapat meningkatkan
kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya yang pada
akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas kehidupannya.
Tujuan khusus kesehatan reproduksi adalah :
1)
Meningkatkan
kemandirian perempuan, khususnya dalam peran dan fungsi reproduksinya.
2)
Meningkatkan
peran dan tanggung jawab sosial perempuan.
3)
Meningkatkan
peran dan tanggung jawab sosial laki-laki
4)
Menciptakan
dukungan laki-laki dalam membuat keputusan, mencari informasi dan pelayanan
yang memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksi.
Sasaran
utama kesehatan reproduksi adalah :
1)
Laki-laki dan
perempuan usia subur, remaja putra dan putri belum menikah.
2)
Kelompok resiko
: pekerja seks, masyarakat yang termasuk keluarga prasejahtera.
2.6.3
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan
Reproduksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran masalah
kesehatan reproduksi meliputi faktor demografis/sosial ekonomi, budaya dan
lingkungan, psikologis dan biologis.
1)
Faktor
demografis dapat dinilai dari data : usia peratama mengalami menstruasi,
melakuakan hubungan seksual, menikah dan usia pertamakali hamil sedangkan
faktor sosial ekonomi dapat dinilai dari tingkat pendidikan, akses terhadap
pelayanan kesehatan, status pekerjaan, tingkat kemiskinan, resiko melek huruf,
rasio remaja tidak sekolah, dll.
2)
Faktor budaya
dan lingkungan mencakup pandangan agama, status perempuan, ketidaksetaraan
jender, lingkungan tempat tinggal dan bersosialisasi, persepsi amasayarakat
tentang fungsi, hak dan tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau
komitmen politik.
3)
Faktor psikologi
anatara lain rasa rendah diri, tekanan teman sebaya, tindak kekerasan di
rumah/lingkungan dan ketidak harmonisan orang tua.
4)
Faktor biologis
meliputi : gizi buruk kronis, kondisi anemia, kelainan bawaan reproduksi,
kelainan akibat radang panggul, infeksi lain atau keganasan.
2.7 Studi
Tentang Perbedaan Perilaku Menjaga Personal Hygiene Saat Menstruasi Pada Remaja
Putri Antara Sebelum Dan Sesudah Pemberian Penyuluhan Tentang Kesehatan
Reproduksi
Hasil penelitian yang di lakukan oleh
Koekoeh Hardjito, Suwoyo dan Siti Asiyah di SDN Jamsaren I Kota Kediri
dengan jumlah sampel 22 orang, memperoleh hasil bahwa tak ada peningkatan nilai
minimum sesudah pendidikan. Pada nilai maksimum, perilaku sebelum pendidikan
kesehatan meningkat dari 78 menjadi 80. Uji wilcoxon menunjukkan nilai p 0,001
< α 0,05, maka H0 ditolak, artinya ada perbedaan perilaku menjaga
personal hygiene saat menstruasi pada siswi SDN Jamsaren I Kota Kediri antara
sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan reproduksi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Netty Herlina tentang hubungan
pengetahuan remaja tentang menstruasi dengan personal hygiene saat menstruasi
pada remaja putri di SMAN 11 Surabaya dengan jumlah sampel 92 orang meperoleh
hasil bahwa sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan yang cukup tentang
menstruasi dan hampir setengahnya memiliki personal hygiene yang cukup dan
kurang saat menstruasi dan hanya sebagian kecil remaja putri memiliki personal
hygiene yang baik saat menstruasi selain itu terdapat hubungan antara
pengetahuan remaja tentang menstruasi dengan personal hygiene saat menstruasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Retna. (2009). KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi,
Jogjakarta: Nuha Medika
Andrews, Gilly. (2010). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: EGC
Anorogo, Dito, Dkk. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid,
Yogyakarta: ANDI
Hardjito, Koekoeh, Dkk (2010) Perbedaan Prilaku Menjaga Personal
hygiene Saat Menstruasi Pada Remaja Putri Antara Sebelum dan Sesudah Pemberian
Penyuluhan tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi. Vol.I No.2
Herlina, Netty, Dkk. (2009) Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang
Menstruasi Dengan Personal Hygiene Saat Menstruasi Pada Remaja Putri Di SMAN 11
Surabaya. Vol.II No.3
Imron, Ali. (2012). Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Laila, Najmi. (2011). Buku Pintar Menstruasi, Jogjakarta: Buku Biru
Machfoedz, Ircham. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif &
Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Fitramaya
Notoatmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
___________ (2010). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Peraktik.
Jakarta: Rineka Cipta
____________(2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
Pinem, Saroha. (2009). Kesehatan reproduksi dan Kontrasepsi, Jakarta: Trans
Info Media
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina
ustaka
Proverawati, Atikah, Dkk. (2009) Menarhe Menstruasi pertama Penuh
Makna, Yogyakarta: Nuha Medika
Syafrudin, Dkk. (2011). Himpunan Penyuluhan Kesehatan, Jakarta: Trans
Info Media
STIKES YARSI Mataram. (2012). Buku Panduan
Penyusunan Proposal dan Skripsi.
Utama, Zahir (2012) Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Perilaku
Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pagesangan. Skripsi Sarjana Ilmu Keperawatan STIKES YARSI mataram
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar