BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Definisi
1. Menurut
Wawan (2010), pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah
orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
2. Menurut
Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
2.1.2 Tingkat
Pengetahuan
Menurut
Wawan (2010), dikutip dari Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai 6 tingkat
yaitu tahu (know), Memahami (Comprehention), Aplikasi (Aplication), Analisis (Analysis), Sintesis (Syntesis), Evaluasi (Evaluation). Pada penelitian ini
menjelaskan 4 bagian yaitu :
1. Tahu
(know)
Tahu
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh karena itu “Tahu” ini adalah tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya. Misalnya seseorang mampu menyebutkan, menguraikan
tindakan yang untuk mencegah kekambuhan ISPA.
2. Memahami
(Comprehention)
Memahami
artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek atau materi, dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari,
misalnya mampu menyebutkan dan menyimpulkan pencegahan penyakit ISPA.
3. Aplikasi
(Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi
rill (sebenarnya). Misalnya anggota keluaraga mampu menerapkan
tindakan pencegahan kekambuhan ISPA pada balita setelah diberikan penyuluhan.
4. Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.3 Cara
Memperoleh Pengetahuan
Menurut
Notoadmojo (2010), cara memperoleh pengetahuan adalah dengan cara Ilmiah. Cara
ini merupakan cara baru dalam memperleh pengetahuan yang lebih sistematis,
logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer
disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Deven. Selanjutnya dilakukan gabungan
antara proses berfikir deduktif induktif verifikatif. Ahirnya lahir suatu cara
untuk melakukan penelitian yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian
ilmiah (scientific research method).
Penelitian
ilmiah adalah suatu upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah,
sistemis dan logis. Istilah ilmiah disini diartikan sebagai kebenaran
pengetahuan yang didasarkan pada fakta empiris, yang diperoleh melalui
penyelidikan secara berhati-hati dan bersifat objektif. Dengan demikian maka
penelitian pada dasarnya adalah proses penerapan metode ilmiah yang hasilnya
adalah ilmu/kebenaran (Notoatmodjo, 2010)
2.1.4 Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut
Wawan (2010), ada 2 faktor yang mempengaruhi Pengetahuan yaitu faktor internal
dan faktor ekternal
1. Faktor
Internal
a. Pendidikan
Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju kearah cita-cita tertentu yang mementukan manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan
diperlukan untuk mendapat informasi misalnya ha-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pendidikan
sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, dimana diharapkan bahwa dengan
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Misalnya seorang yang berprofesi sebagai guru akan lebih paham
menerima informasi dari fasilitas kesehatan
tentang cara pencegahan penyakit daripada seorang petani yang
pendidikannya tidak tamat Sekolah Dasar (SD).
b. Pekerjaan
Pekerjaan
adalah keburukan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari
nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarganya. Misalnya petani tidak memperhatikan informasi dari
Puskesmas tentang pencegahan penyakit ISPA karena sibuk disawah.
c. Umur
Usia
merupakan umur individu yang terhitung, mulai saat dilahirkan sampai dengan
berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Semakin lanjut usia seseorang,
maka akan semakin banyak juga sel otak yang mati, diperkirakan seorang akan
kehilangan lebih dari 1000 sel otak setiap hari sejak usia 35 tahun. Kejadian
ini terjdi secara alami dan merupakan akibat logis dari proses penuaan (Tilong,
2012).
2. Faktor
Ekternal
a. Faktor
Lingkungan
Lingkungan
merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat
mempengaruhi perkembangan dan prilaku orang atau kelompok. Lingkungan juga
mempunyai pengaruh yang sangat penting
terhadap kesehatan orang di sekitarnya. Lingkungan yang kotor/kumuh menjadi
pemicu terjangkitnya berbagai penyakit menular seperti ISPA dan sebagainya.
b. Sosial
Budaya
Sistem
sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap masyarakat
dalam menerima informasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan otak dalam
merespon informasi, proses penerimaan
dan penyebaran informasi itu berlangsung sangat cepat hingga mencapai 70 mil
(70 x 1,609 km = 112,63 km) per jam. Dengan kata lain, hanya membutuhkan waktu
sepersekian detik hingga otak bisa menangkap segala peristiwa yang terjadi di
sekitar (Tilong, 2012). Contoh kebiasaan
masyarakat pedesaan untuk berobat pada dukun ketika anaknya sakit akan
mempengaruhi responnya untuk menerima informasi kesehatan.
2.2 Tindakan/Praktik (Practice)
Tingkat-tingkat
Praktik (practice) menurut
Notoatmodjo, (2012) adalah sebagai berikut :
2.2.1
Respon Terpimpin (guided response)
Melakukan
sesuatu sesuai dengan urutan yang benar/ sesuai dengan contoh. Misalnya,
seorang ibu memberikan obat secara teratur kepada anaknya yang menderita ISPA .
2.2.2
Mekanisme (Mecanism)
Apabila
seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu
itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
Misalnya seorang ibu yang sudah biasa mengobati anaknya ke Puskesmas tanpa
menunggu perintah atau ajakan orang lain.
2.2.3
Adopsi (adoption)
Adopsi
adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya,
tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran dari
tindakan tersebut. Misalnya, ibu memilih untuk mengobati anaknya ke Puskesmas
apabila terjadi kekambuhan penyakit ISPA pada anakanya dari pada berobat ke dukun
karena mengetahui kualitas pengobatan yang diberikan.
Pengukuran
prilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu
(recall). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan
responden (Notoatmodjo, 2012).
2.3 Konsep Keluarga
2.3.1 Definisi
Menurut
Jhonson (2010), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2.3.2 Fungsi
Keluarga
Menurut
Jhonson (2010), ada bebeapa fungsi keluarga yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi
Biologis: Meneruskan keturunan, Memelihara dan membesarkan anak, memenuhi
kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga. Misalnya
seorang ibu selalu membersihkan lingkungannya untuk menjaga terjangkitnya
penyakit menular pada anaknya.
2. Fungsi
psikologis: memberi kasih sayang dan rasa aman, membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga, memberikan identitas keluarga dan memberikan perhatian
diantara anggota keluarga. Misalnya seorang bapak berhenti merokok untuk
mencegah terjadinya gangguan pernafasan pada anak-anaknya.
3. Fungsi
sosialisasi: membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga. Misalnaya orang tua mengajarkan anak untuk minum obat dengan teratur
saat sakit.
4. Fungsi
Ekonomi: mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga
dimasa yang akan datang.
5. Fungsi
pendidikan
a. Menyekolahkan
anak untuk untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk prilaku
anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.
b. Mempersiapkan
anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai
orang dewasa,
c. Mendidik
anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan.
2.3.3 Perilaku
Kesehatan Keluarga
Menurut Jhonson (2010),
perilaku kesehatan keluarga sebagai berikut :
1. Perilaku
seseorang /keluarga untuk memelihara kesehatan
a. Perilaku
pencegahan penyakit
b. Perilaku
peningkatan kesehatan
c. Periaku
nutrisi
2. Health Seeking Behaviour (
Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan)
Perilaku
seseorang/keluarga pada saat anggota keluarga sakit atau mengalami masalah
kesehatan dimulai dari saat mengobati sendiri sampai mencari pengobatan.
3. Perilaku
kesehatan lingkungan
a. Perilaku
hidup sehat yaitu makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok,
tidak minuman keras, istirahat cukup, pengendalian stress, gaya hidup positif.
b. Perilaku
sakit yaitu respon terhadap penyakit/kondisi sakit.
2.4 Konsep ISPA
2.4.1 Definisi
ISPA
Menurut beberapa teori,
berikut dijelaskan pengertian ISPA, terdiri dari:
1. Menurut
Manurung (2009), ISPA merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus,
bakteri alergen dan perluasan dari infeksi gigi dan alergen.
2. Menurut
Depkes RI (2002), ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian
atau lebih saluran pernafasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adeneksanya seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura.
3. Menurut
Rasmaliah (2007), ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang
berlangsung sampai 14 hari yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ
dari hidung sampai gelembung paru beserta organ-organ disekitarnya: seperti
sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru ispa hanya
bersifat ringan seperti batuk dan pilek.
2.4.2 Klasifikasi
ISPA
Menurut Manurung (2009), ISPA dibagi menjadi dua sebagai
berikut :
1. Infeksi
saluran pernapasan bagian atas terdiri dari :
a. Faringitis
adalah peradangan yang terdajadi pada faring, faringitis akut meupakan peradangan
yang paking sering terjadi. Sering disebut dengan strep thoat, karena pada umumnya diesebabkan oleh Streptokokus.
b. Laringitis
adalah peradangan membrane mukosa yang melapisi laring dan disertai edema pita
suara.
c. Sinusitis
adalah peradangan pada membrane mukosa sinus. Sinusitis merupakan penyakit yang
sering terjadi.
d. Rinitis
adalah suatu inflamasi yang timbul pada membrane mukosa hidung dapat bersifat
akut maupun kronis. Penyakit ini mengenai hampir setiap orang dan terjadi pada
musim dingin dengan insiden tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
e. Tonsillitis
adalah adalah peradangan pada tonsil dan kriptanya. Infeksi ini disebabkan oleh
streptokokus grup A.
f. Peritonitis
adalah isfeksi yang terjadi di atas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan platum
mole. Infeksi ini terjadi setelah infeksi tonsillitis.
2. Infeksi
saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :
a. Pneumonia
adalah sebuah peradangan pada parenkim paru yang biasanya dihubungkan dengan
meningkatnya cairan pada alveoli. Penyakit ini merupakan penyebab kematian
hamper diseluruh dunia, bayi dan anak kecil lebih rentan tehadap penyakit ini
karena respon imunitas mereka belum berkembang dengan baik. Pneunonia dibagi menjadi dua yaitu pneumonia dan
pneumonia berat. Pneumonia ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat dan pneumonia berat ditandai secara klinis
oleh adanya tarikan dinding dada ke dalam.
b. Bronkitis adalah peradangan yang
terjadi pada bronkus. Dapat bersifat akut maupun kronis. Brokitis akut
merupakan peradangan bronki dan kadang-kadang mengenai trakea yang timbul
secara mendadak sedangkan bronchitis kronis ditandai dengan pembentukan mukus
yang berlebihan pada bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam satu tahun sekurang-kurangnya
dalam dua tahun berturut-turut.
2.4.3 Etiologi/Penyebab
ISPA
1. Virus
dan bakteri : Virus Influeuza Sterptococcus, Shapilococcus, Haemopilus
influerzae, Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan Korinebakterium diffteria langionela pneumophila, Mycoplasma pneumonia (Manurung, 2009).
2. Alergen
spesifik : alergi yang disebabkan oleh debu, asap dan udara dingin atau panas.
3. Perubahan
cuaca dan lingkungan : kondisi cuaca yang tidak baik seperti peralihan suhu
panas ke hujan dan lingkungan yang tidak bersih atau tercemar.
4. Aktifitas
: kondisi dimana anak memiliki kegiatan yang banyak tanpa memperhatikan kondisi
tubuh atau daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan anak-anak menderita ISPA.
5. Asupan gizi
yang kurang (Depkes RI, 2002)
2.4.4 Tanda
dan Gejala ISPA
Mennurut Depkes RI
(2002), tanda dan gejala penyakit ISPA dibagi berdasarkan jenis dan derajat
keparahannya yang digolongkan dalam 2 kelompok umur yaitu bayi umur kurang dari
2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun
1. Bayi
Umur kurang dari 2 bulan
Untuk
bayi umur kurang dari 2 bulan, tanda dan gejala penyakit ISPA digolongkan
menjadi dua klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia
berat : batuk disertai kesulitan bernafas, nafas sesak dan penarikan dinding
dada sebelah bawah kedalam, dahak bewarna kehijauan.
b. Bukan
Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam,
tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai < 12 bulan kurang dari 50 kali
permenit, umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang dari 40 kali permenit, kadang
disertai demam.
2. Anak
umur 2 bulan sampai umur 5 tahun
Tanda
dan gejala ISPA untuk anak yang berumur 2 bulan sampai 5 tahun digolongkan
menjadi 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a. Pneumonia
berat : batuk disertai kesulitan bernafas, nafas sesak dan penarikan dinding
dada sebelah bawah kedalam, dahak bewarna kehijauan.
b. Pneumonia
: penarikan diding dada bagian bawah kedalam saat bernafas, peningkatan
frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitur melemah suara nafas melemah dan ronki.
c. Bukan
pneumonia (Batuk pilek): tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam,
tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai < 12 bulan kurang dari 50 kali
permenit, umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang dari 40 kali permenit, kadang
disertai demam
2.4.5 Cara Penularan
Penyakit ISPA
Menurut Depkes RI (2002) cara penularan penyakit ISPA yaitu :
1. Melalui udara dengan jalan (droplet
infection) : bakteri atau virus ini menyerang jalan pernapasan, hidung,
mulut, tenggorokan, paru-paru melaui batuk, bicara, bersin.
2. Dapat melalui debu ; Dari droplet
infection, bila kering terdapat debu, dan debu ini melekat di lantai,
dipakaian dan sebagainya.
2.4.6 Faktor Risiko ISPA
Menurut Depkes RI (2004), faktor
risiko terjadinya ISPA terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Faktor internal merupakan suau
keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan
bibit penyakit ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI
dan status imunisasi.
2. Faktor ekternal merupakan suatu
keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik,
biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit
penyakit meliputi : polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal,
keadaan geografis, ventilasi rumah dan pencahayaan.
2.4.7 Pencegahan
ISPA pada Balita
1. Menurut Depkes RI (2002), pencegahan
penyakit ISPA ialah
suatu upaya kita untuk mencegah terjadinya suatu penyakit ISPA diantaranya
adalah:
a. Pencegahan terhadap droplet infection
1) Batuk memakai sapu tangan
2) Hawa kamar harus cukup segar
3) Bila perlu perawatan memakai masker
4) Berludah jangan sembarangan.
b. Pencegahan terhadap infeksi melalui debu :
1) Usahakan
lingkungan rumah jangan terlalu banyak debu
2) Bila akan
membersihkan debu dilantai, hendaknya disiram dulu (dipercik dengan air) supaya
debu tidak melayang.
3) Alat-alat tenun
harus tetap bersih
4) Alat-alat
tidur, kasur, bantal-bantal harus sering di jemur.
2. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mencegah ISPA sebagai berikut :
a. Mengusahakan agar anak mempunyai
gizi yang baik
1) Bayi harus disusui sampai usia 2
tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
2) Berikan bayi makanan padat sesuai
dengan umurnya.
3) Pada bayi dan anak makanan harus
mengandung gizi yang cukup yaitu mengandung cukup protein, karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral.
4) Makanan yang bergizi tidak berarti
makanan yang mahal. Protein misalnya dapat diperoleh dari tempe dan tahu,
karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan
vitamin dan mineral dari sayuran dan buah-buahan.
5) Bayi dan balita hendaknya secara
teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan
perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan Dikes DKI
(2005) dalam Subandita (2009).
b. Mengusahakan kekebalan anak dengan
imunisasi
Kekebalan tubuh anak terhadap penyakit
sangat penting, agar anak memperoleh
kekebalan dalam tubuhnya, anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Difteri Partisus Tetanus). Imunisasi
tersebut salah satu dimaksud untuk mencegah penyakit pertusis yang salah satu
gejalanya adalah infeksi saluran pernafasan Depkes RI (2002) dalam Subandita
(2009).
c. Menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat
merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang
tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini
dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan
lingkungan sehat (Sayudi, 2002) dalam Subandita (2009).
d. Pengobatan segera
Apabila anak sudah positif terserang
ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa
sakit pada tenggorokan, misalnya minum dingin, makanan yang mengandung vitsin
atau rasa furih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak
yang terserang ISPA harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002) dalam
Subandita (2009).
e. Mencegah anak berhubungan dengan
penderita ISPA.
3. Peran orang tua dalam pencegahan
kejadian ISPA
Menurut Dikes Sumut (2003),
pencegahan kejadian ISPA ini tidak lepas dari peran orang tua yang harus
mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui
penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman,
dan menghindari faktor pencetus.
2.4.8 Perawatan
ISPA Di Rumah
1. Mengatasi
panas
untuk
anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan pemberian paracetamol atau dengan pemberian
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus dirujuk. Paracetamol diberikan 4 kali
tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian diminumkan dan memberikan kompres menggunakan kain bersih,
celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi
batuk
Dianjurkan
memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional, seperti jeruk nipis ½
sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali
sehari.
3. Memberi
makan bergizi
Berikan
makanan yang cukup gizi, sikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering
dari biasanya. Pemberian ASI pada bayi yang menyusui tetap diteruskan. Nafsu
makan yang memburuk dapat diatasi dengan memberikan makanan kesukaannya, harus
mempunyai gizi yang baik seperti :
a. Makanan
yang mengandung kalori : nasi, jagung, sagu.
b. Makanan
yang mengandung protein : putih telur, tempe, tahu, ikan. Makanan tersebut
diberikan agar tidak menjadi lemah.
4. Pemberian
cairan atau minuman
Anak
dengan infeksi saluran pernafasan dapat kehilangan cairan lebih banyak dari
biasanya terutama bila demam, menambah pemberian minum atau cairan untuk menghindari
dehidrasi. Dehidrasi akan melemahkan anak dan dapat memperberat penyakitnya,
pemberian cairan akan membantu mengencerkan dahak.
5. Lain-lain
Tidak
dianjurkan menggunakan selimut yang terlalu tebal dan rapat, apalagi anak
mederita demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat
kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu berventilasi yang cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa ke dikter atau petugas kesehatan.
2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya Yang
Berkaitan Dengan Tingkat Pengetahuan Dan Tindakan Pencegahan Kekambuhan ISPA
Pada Balita
Beberapa
hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan
tindakan pencegahan kekambuhan ispa pada balita adalah sebagai berikut :
2.5.1
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lismiran Satriyanto pada tahun (2009) yang berjudul “Gambaran pengetahuan dan
sikap Ibu tentang cara penanggulangan
penyakit ISPA pada anak” menunjukkan bahwa dari 30 responden dikategorikan
tingkat pengetahuan baik 8 orang (26,66%), pengetahuan cukup 9 0rang (30%), dan
pengetahuan kurang 13 orang (43,33%), sedangkan ibu yang memeiliki sikap
positif 17 orang (56, 67%) dan sikap negatif
13 orang (43,33%).
2.5.2
Hasil penelitian yang dilakukan Della
Oktaviani dkk (2010), yang berjudul “Hubungan kondisi fisik rumah dan perilaku
keluarga terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cabai Kota Prabumulih” dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% dan hasil uji statistik dengan
chi square dieroleh nilai PValue
= 0,049
maka dapat disimpulan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga
dengan kejadian ISPA pada balita. Dengan tingkat kepercayaan 95% dan hasil uji
statistik dengan chi square dieroleh nilai PValue = 0,049
mka data disimpulan bahwa ada hubungan antara sikap keluarga dengan kejadian
ISPA pada balita. Hasil uji statistik diperoleh nilai PR = 2,685 dengan 95% CI
= 1,034-6,976 artinya responden yang tempat pembuangan
sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang 2,685 kali lebih besar
untuk balitanya terkena ISPA dibandingkan dengan responden yang tempat
pembuangan smpahnya memenuhi syarat kesehatan dengan nilai PValue
= 0,068 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tempat
pembuangan sampah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cambai 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Akdon & Riduwan. (2010). Rumus
dan Data Dalam Analisis Statistik. Bandung: Alfabeta
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Della, dkk (2010). Hubungan
Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita.
Vol.4. No.1
Eko, Dodi (2008). Hubungan
Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan ISPA
Pada Anak. Skripsi Serjana Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Jhonson, R. (2010). Keperawatan
Keluarga Plus Contoh Askep Keluarga.
Yogyakarta: Nuha Medika
Manurung, Santa. (2009). Gangguan
Sistem Pernapasan akibat Infeksi. Jakarta: Trans Info Media
Notoatmodjo (2011). Kesehatan
Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
___________ (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
___________ (2012). Promosi
Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
___________ (2010). Prosedur
penelitian Suatu Pendekatan Peraktik. Jakarta: Rineka Cipta
Nurhidayah, Ikeu.dkk. (2008). Upaya
Keluarga Dalam Pencegahan Dan Perawatan ISPA Di Rumah Pada Balita Di Kecamatan
Ciawi. Laporan Ahir Penelitian. Bandung
Nursalam. (2008). Konsep Dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika
Satriyanto, Lismiran (2009). Gambaran
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Cara Penanggulangan Penyakit ISPA Pada Anak.
Akper Sapta Karya Palembang.
STIKES YARSI Mataram. (2012). Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Skripsi
Subandita, (2009). Hubungan
pendidikan kesehatan dan pengetahuan tentang ISPA pada masyarakat dengan
prilaku pencegahan ISPA pada Balita di RW 06 Kelrahan Krutuk Kecamatan Limo
Kota Depok. Skripsi serjana Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Sugiyono.
(2012). Metodologi Penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistyoningsih, Hariyani. (2010). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Dtp Jamanis. Prosiding
Seminar Nasional. Tasikmalaya
Susilowati (2010). Hubungan
Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Kekambuhan Ispa Pada Balita. Skripsi
Serjana Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tilong, Adi. (2012). Keajaiban-Keajaiban Tubuh Manusia. Yogyakarta: Diva Press
Wawan. (2011). Teori &
pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Prilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar