Minggu, 06 Mei 2018

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN TINDAKAN KELUARGA DALAM MENCEGAHKEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1   Konsep Pengetahuan
2.1.1   Definisi
                                1.     Menurut Wawan (2010), pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
                                2.     Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
2.1.2   Tingkat Pengetahuan
Menurut Wawan (2010), dikutip dari Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai 6 tingkat yaitu tahu (know), Memahami (Comprehention), Aplikasi (Aplication), Analisis (Analysis), Sintesis (Syntesis), Evaluasi (Evaluation). Pada penelitian ini menjelaskan 4 bagian yaitu :
                                1.     Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu “Tahu” ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. Misalnya seseorang mampu menyebutkan, menguraikan tindakan yang untuk mencegah kekambuhan ISPA.
                                2.     Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi, dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari, misalnya mampu menyebutkan dan menyimpulkan pencegahan penyakit ISPA.
                                3.     Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun  kondisi rill (sebenarnya). Misalnya anggota keluaraga mampu menerapkan tindakan pencegahan kekambuhan ISPA pada balita setelah diberikan penyuluhan.
                                4.     Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.3   Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2010), cara memperoleh pengetahuan adalah dengan cara Ilmiah. Cara ini merupakan cara baru dalam memperleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut dengan metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Deven. Selanjutnya dilakukan gabungan antara proses berfikir deduktif induktif verifikatif. Ahirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research method).
Penelitian ilmiah adalah suatu upaya untuk memahami dan memecahkan masalah secara ilmiah, sistemis dan logis. Istilah ilmiah disini diartikan sebagai kebenaran pengetahuan yang didasarkan pada fakta empiris, yang diperoleh melalui penyelidikan secara berhati-hati dan bersifat objektif. Dengan demikian maka penelitian pada dasarnya adalah proses penerapan metode ilmiah yang hasilnya adalah ilmu/kebenaran (Notoatmodjo, 2010)
2.1.4   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Wawan (2010), ada 2 faktor yang mempengaruhi Pengetahuan yaitu faktor internal dan faktor ekternal


                                1.     Faktor Internal
a.    Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang mementukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya ha-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pendidikan sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Misalnya seorang yang berprofesi sebagai guru akan lebih paham menerima informasi dari fasilitas kesehatan  tentang cara pencegahan penyakit daripada seorang petani yang pendidikannya tidak tamat Sekolah Dasar (SD).
b.    Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarganya. Misalnya petani tidak memperhatikan informasi dari Puskesmas tentang pencegahan penyakit ISPA karena sibuk disawah.
c.    Umur
Usia merupakan umur individu yang terhitung, mulai saat dilahirkan sampai dengan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Semakin lanjut usia seseorang, maka akan semakin banyak juga sel otak yang mati, diperkirakan seorang akan kehilangan lebih dari 1000 sel otak setiap hari sejak usia 35 tahun. Kejadian ini terjdi secara alami dan merupakan akibat logis dari proses penuaan (Tilong, 2012).
                                2.     Faktor Ekternal
a.    Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan prilaku orang atau kelompok. Lingkungan juga mempunyai pengaruh  yang sangat penting terhadap kesehatan orang di sekitarnya. Lingkungan yang kotor/kumuh menjadi pemicu terjangkitnya berbagai penyakit menular seperti ISPA dan sebagainya.


b.    Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap masyarakat dalam menerima informasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kemampuan otak dalam merespon  informasi, proses penerimaan dan penyebaran informasi itu berlangsung sangat cepat hingga mencapai 70 mil (70 x 1,609 km = 112,63 km) per jam. Dengan kata lain, hanya membutuhkan waktu sepersekian detik hingga otak bisa menangkap segala peristiwa yang terjadi di sekitar (Tilong, 2012). Contoh kebiasaan  masyarakat pedesaan untuk berobat pada dukun ketika anaknya sakit akan mempengaruhi responnya untuk menerima informasi kesehatan.
2.2   Tindakan/Praktik (Practice)
Tingkat-tingkat Praktik (practice) menurut Notoatmodjo, (2012) adalah sebagai berikut :
             2.2.1     Respon Terpimpin (guided response)
Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar/ sesuai dengan contoh. Misalnya, seorang ibu memberikan obat secara teratur kepada anaknya yang menderita ISPA .
             2.2.2     Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah biasa mengobati anaknya ke Puskesmas tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.
             2.2.3     Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut. Misalnya, ibu memilih untuk mengobati anaknya ke Puskesmas apabila terjadi kekambuhan penyakit ISPA pada anakanya dari pada berobat ke dukun karena mengetahui kualitas pengobatan yang diberikan.
Pengukuran prilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2012).
2.3   Konsep Keluarga
2.3.1   Definisi
Menurut Jhonson (2010), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2.3.2   Fungsi Keluarga
Menurut Jhonson (2010), ada bebeapa fungsi keluarga yaitu sebagai berikut :
1.    Fungsi Biologis: Meneruskan keturunan, Memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga. Misalnya seorang ibu selalu membersihkan lingkungannya untuk menjaga terjangkitnya penyakit menular pada anaknya.
2.    Fungsi psikologis: memberi kasih sayang dan rasa aman, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga, memberikan identitas keluarga dan memberikan perhatian diantara anggota keluarga. Misalnya seorang bapak berhenti merokok untuk mencegah terjadinya gangguan pernafasan pada anak-anaknya.
3.    Fungsi sosialisasi: membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Misalnaya orang tua mengajarkan anak untuk minum obat dengan teratur saat sakit.
4.    Fungsi Ekonomi: mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang.
5.    Fungsi pendidikan
a.    Menyekolahkan anak untuk untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki.
b.    Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa,
c.    Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan.
2.3.3   Perilaku Kesehatan Keluarga
Menurut Jhonson (2010), perilaku kesehatan keluarga sebagai berikut :
                                1.     Perilaku seseorang /keluarga untuk memelihara kesehatan
a.    Perilaku pencegahan penyakit
b.    Perilaku peningkatan kesehatan
c.    Periaku nutrisi
                                2.     Health Seeking Behaviour ( Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas kesehatan)
Perilaku seseorang/keluarga pada saat anggota keluarga sakit atau mengalami masalah kesehatan dimulai dari saat mengobati sendiri sampai mencari pengobatan.
                                3.     Perilaku kesehatan lingkungan
a.    Perilaku hidup sehat yaitu makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minuman keras, istirahat cukup, pengendalian stress, gaya hidup positif.
b.    Perilaku sakit yaitu respon terhadap penyakit/kondisi sakit.
2.4   Konsep ISPA
2.4.1   Definisi ISPA
Menurut beberapa teori, berikut dijelaskan pengertian ISPA, terdiri dari:
                                1.     Menurut Manurung (2009), ISPA merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh virus, bakteri alergen dan perluasan dari infeksi gigi dan alergen.
                                2.     Menurut Depkes RI (2002), ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian atau lebih saluran pernafasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adeneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
                                3.     Menurut Rasmaliah (2007), ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut yang berlangsung sampai 14 hari yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ dari hidung sampai gelembung paru beserta organ-organ disekitarnya: seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru ispa hanya bersifat ringan seperti batuk dan pilek.
2.4.2   Klasifikasi ISPA
Menurut Manurung (2009), ISPA dibagi menjadi dua sebagai berikut :
1.    Infeksi saluran pernapasan bagian atas terdiri dari :
a.    Faringitis adalah peradangan yang terdajadi pada faring, faringitis akut meupakan peradangan yang paking sering terjadi. Sering disebut dengan strep thoat, karena pada umumnya diesebabkan oleh Streptokokus.
b.    Laringitis adalah peradangan membrane mukosa yang melapisi laring dan disertai edema pita suara.
c.    Sinusitis adalah peradangan pada membrane mukosa sinus. Sinusitis merupakan penyakit yang sering terjadi.
d.   Rinitis adalah suatu inflamasi yang timbul pada membrane mukosa hidung dapat bersifat akut maupun kronis. Penyakit ini mengenai hampir setiap orang dan terjadi pada musim dingin dengan insiden tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
e.    Tonsillitis adalah adalah peradangan pada tonsil dan kriptanya. Infeksi ini disebabkan oleh streptokokus grup A.
f.     Peritonitis adalah isfeksi yang terjadi di atas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan platum mole. Infeksi ini terjadi setelah infeksi tonsillitis.
2.    Infeksi saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :
a.    Pneumonia adalah sebuah peradangan pada parenkim paru yang biasanya dihubungkan dengan meningkatnya cairan pada alveoli. Penyakit ini merupakan penyebab kematian hamper diseluruh dunia, bayi dan anak kecil lebih rentan tehadap penyakit ini karena respon imunitas mereka belum berkembang dengan baik.  Pneunonia dibagi menjadi dua yaitu pneumonia dan pneumonia berat. Pneumonia ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat dan pneumonia berat ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke dalam.
b.    Bronkitis adalah peradangan yang terjadi pada bronkus. Dapat bersifat akut maupun kronis. Brokitis akut merupakan peradangan bronki dan kadang-kadang mengenai trakea yang timbul secara mendadak sedangkan bronchitis kronis ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan pada bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam satu tahun sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut.
2.4.3   Etiologi/Penyebab ISPA
                                1.     Virus dan bakteri : Virus Influeuza Sterptococcus, Shapilococcus, Haemopilus influerzae, Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus influenza, Bordetella pertusis, dan Korinebakterium diffteria langionela pneumophila, Mycoplasma pneumonia (Manurung, 2009).
                                2.     Alergen spesifik : alergi yang disebabkan oleh debu, asap dan udara dingin atau panas.
                                3.     Perubahan cuaca dan lingkungan : kondisi cuaca yang tidak baik seperti peralihan suhu panas ke hujan dan lingkungan yang tidak bersih atau tercemar.
                                4.     Aktifitas : kondisi dimana anak memiliki kegiatan yang banyak tanpa memperhatikan kondisi tubuh atau daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan anak-anak menderita ISPA.
                                5.     Asupan gizi yang kurang (Depkes RI, 2002)
2.4.4   Tanda dan Gejala ISPA
Mennurut Depkes RI (2002), tanda dan gejala penyakit ISPA dibagi berdasarkan jenis dan derajat keparahannya yang digolongkan dalam 2 kelompok umur yaitu bayi umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun
                                1.     Bayi Umur kurang dari 2 bulan
Untuk bayi umur kurang dari 2 bulan, tanda dan gejala penyakit ISPA digolongkan menjadi dua klasifikasi penyakit yaitu :
a.    Pneumonia berat : batuk disertai kesulitan bernafas, nafas sesak dan penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam, dahak bewarna kehijauan.
b.    Bukan Pneumonia (batuk pilek) : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai < 12 bulan kurang dari 50 kali permenit, umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang dari 40 kali permenit, kadang disertai demam.
                                2.     Anak umur 2 bulan sampai umur 5 tahun
Tanda dan gejala ISPA untuk anak yang berumur 2 bulan sampai 5 tahun digolongkan menjadi 3 klasifikasi penyakit yaitu :
a.    Pneumonia berat : batuk disertai kesulitan bernafas, nafas sesak dan penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam, dahak bewarna kehijauan.
b.    Pneumonia : penarikan diding dada bagian bawah kedalam saat bernafas, peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitur melemah suara nafas melemah dan ronki.
c.    Bukan pneumonia (Batuk pilek): tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam, tidak ada nafas cepat umur 2 bulan sampai < 12 bulan kurang dari 50 kali permenit, umur 1 tahun sampai 5 tahun kurang dari 40 kali permenit, kadang disertai demam
2.4.5   Cara Penularan Penyakit ISPA
Menurut Depkes RI (2002) cara penularan penyakit ISPA yaitu :
                                1.     Melalui udara dengan jalan (droplet infection) : bakteri atau virus ini menyerang jalan pernapasan, hidung, mulut, tenggorokan, paru-paru melaui batuk, bicara, bersin.
                                2.     Dapat melalui debu ; Dari droplet infection, bila kering terdapat debu, dan debu ini melekat di lantai, dipakaian dan sebagainya.
2.4.6   Faktor Risiko ISPA
Menurut Depkes RI (2004), faktor risiko terjadinya ISPA terbagi menjadi 2 yaitu :
                                1.     Faktor internal merupakan suau keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status ASI dan status imunisasi.
                                2.     Faktor ekternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit penyakit meliputi : polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal, keadaan geografis, ventilasi rumah dan pencahayaan.
2.4.7   Pencegahan ISPA pada Balita
1.    Menurut Depkes RI (2002), pencegahan penyakit ISPA ialah suatu upaya kita untuk mencegah terjadinya suatu penyakit ISPA diantaranya adalah:
a.    Pencegahan terhadap droplet infection
1)   Batuk memakai sapu tangan
2)    Hawa kamar harus cukup segar
3)   Bila perlu perawatan memakai masker
4)   Berludah jangan sembarangan.
b.    Pencegahan terhadap infeksi melalui debu :
1)   Usahakan lingkungan rumah jangan terlalu banyak debu
2)   Bila akan membersihkan debu dilantai, hendaknya disiram dulu (dipercik dengan air) supaya debu tidak melayang.
3)   Alat-alat tenun harus tetap bersih
4)   Alat-alat tidur, kasur, bantal-bantal harus sering di jemur.
2.    Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah ISPA sebagai berikut :
a.    Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
1)   Bayi harus disusui sampai usia 2 tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
2)   Berikan bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
3)   Pada bayi dan anak makanan harus mengandung gizi yang cukup yaitu mengandung cukup protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
4)   Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat diperoleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran dan buah-buahan.
5)   Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan Dikes DKI (2005) dalam Subandita (2009).
b.    Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Kekebalan tubuh anak terhadap penyakit sangat  penting, agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya, anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Difteri Partisus Tetanus). Imunisasi tersebut salah satu dimaksud untuk mencegah penyakit pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran pernafasan Depkes RI (2002) dalam Subandita (2009).
c.    Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Sayudi, 2002) dalam Subandita (2009).
d.   Pengobatan segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minum dingin, makanan yang mengandung vitsin atau rasa furih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang terserang ISPA harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002) dalam Subandita (2009).
e.    Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
3.    Peran orang tua dalam pencegahan kejadian ISPA
Menurut Dikes Sumut (2003), pencegahan kejadian ISPA ini tidak lepas dari peran orang tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menghindari faktor pencetus.
2.4.8   Perawatan ISPA Di Rumah
1.    Mengatasi panas
untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan pemberian paracetamol atau dengan pemberian kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus dirujuk. Paracetamol  diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian diminumkan dan memberikan kompres menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2.    Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional, seperti jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh, diberikan tiga kali sehari.
3.    Memberi makan bergizi
Berikan makanan yang cukup gizi, sikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya. Pemberian ASI pada bayi yang menyusui tetap diteruskan. Nafsu makan yang memburuk dapat diatasi dengan memberikan makanan kesukaannya, harus mempunyai gizi yang baik seperti :
a.    Makanan yang mengandung kalori : nasi, jagung, sagu.
b.    Makanan yang mengandung protein : putih telur, tempe, tahu, ikan. Makanan tersebut diberikan agar tidak menjadi lemah.
4.    Pemberian cairan atau minuman
Anak dengan infeksi saluran pernafasan dapat kehilangan cairan lebih banyak dari biasanya terutama bila demam, menambah pemberian minum atau cairan untuk menghindari dehidrasi. Dehidrasi akan melemahkan anak dan dapat memperberat penyakitnya, pemberian cairan akan membantu mengencerkan dahak.
5.    Lain-lain
Tidak dianjurkan menggunakan selimut yang terlalu tebal dan rapat, apalagi anak mederita demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu berventilasi yang cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dikter atau petugas kesehatan.
2.5   Hasil Penelitian Sebelumnya Yang Berkaitan Dengan Tingkat Pengetahuan Dan Tindakan Pencegahan Kekambuhan ISPA Pada Balita
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan tindakan pencegahan kekambuhan ispa pada balita adalah sebagai berikut :
                 2.5.1          Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lismiran Satriyanto pada tahun (2009) yang berjudul “Gambaran pengetahuan dan sikap Ibu  tentang cara penanggulangan penyakit ISPA pada anak” menunjukkan bahwa dari 30 responden dikategorikan tingkat pengetahuan baik 8 orang (26,66%), pengetahuan cukup 9 0rang (30%), dan pengetahuan kurang 13 orang (43,33%), sedangkan ibu yang memeiliki sikap positif 17 orang (56, 67%) dan sikap negatif  13 orang (43,33%).
                 2.5.2          Hasil penelitian yang dilakukan Della Oktaviani dkk (2010), yang berjudul “Hubungan kondisi fisik rumah dan perilaku keluarga terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan  Cabai Kota Prabumulih” dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% dan hasil uji statistik dengan chi square dieroleh nilai PValue = 0,049 maka dapat disimpulan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Dengan tingkat kepercayaan 95% dan hasil uji statistik dengan chi square dieroleh nilai PValue = 0,049 mka data disimpulan bahwa ada hubungan antara sikap keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Hasil uji statistik diperoleh nilai PR = 2,685 dengan 95% CI =  1,034-6,976  artinya responden yang tempat pembuangan sampahnya tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang 2,685 kali lebih besar untuk balitanya terkena ISPA dibandingkan dengan responden yang tempat pembuangan smpahnya memenuhi syarat kesehatan dengan nilai PValue = 0,068 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cambai 2010.


DAFTAR PUSTAKA

Akdon & Riduwan. (2010). Rumus dan Data Dalam Analisis Statistik. Bandung: Alfabeta

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Della, dkk (2010). Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita. Vol.4. No.1

Eko, Dodi (2008). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan ISPA Pada Anak. Skripsi Serjana Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Jhonson, R. (2010). Keperawatan Keluarga Plus Contoh Askep Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika
Manurung, Santa. (2009). Gangguan Sistem Pernapasan akibat Infeksi. Jakarta: Trans Info Media
Notoatmodjo (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
___________ (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
___________ (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
___________ (2010). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Peraktik. Jakarta: Rineka Cipta
Nurhidayah, Ikeu.dkk. (2008). Upaya Keluarga Dalam Pencegahan Dan Perawatan ISPA Di Rumah Pada Balita Di Kecamatan Ciawi. Laporan Ahir Penelitian. Bandung
Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika
Satriyanto, Lismiran (2009). Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Cara Penanggulangan Penyakit ISPA Pada Anak. Akper Sapta Karya Palembang.

STIKES YARSI Mataram. (2012). Buku Panduan Penyusunan Proposal dan Skripsi
Subandita, (2009). Hubungan pendidikan kesehatan dan pengetahuan tentang ISPA pada masyarakat dengan prilaku pencegahan ISPA pada Balita di RW 06 Kelrahan Krutuk Kecamatan Limo Kota Depok. Skripsi serjana Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Sugiyono. (2012). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistyoningsih, Hariyani. (2010). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Dtp Jamanis.  Prosiding Seminar Nasional. Tasikmalaya

Susilowati (2010). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Kekambuhan Ispa Pada Balita. Skripsi Serjana Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Tilong, Adi. (2012). Keajaiban-Keajaiban Tubuh Manusia. Yogyakarta: Diva Press
Wawan. (2011). Teori & pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Prilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika



Tidak ada komentar:

Posting Komentar