Minggu, 06 Mei 2018

MONITORING KEBUTUHAN PRE OPERATIF, INTRA OPERATIF DAN POST OPERATIF


MONITORING KEBUTUHAN PRE OPERATIF, INTRA OPERATIF
DAN POST OPERATIF

A.   Pengertian Monitoring
Menurut Conor (1974) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam mencapai tujuan, separuhnya ditentukan oleh rencana yang telah ditetapkan dan setengahnya lagi fungsi oleh pengawasan atau monitoring. Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun.
Monitoring digunakan pula untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien mungkin

B.   Pengertian Pre Operasi
Preoperasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prabedah (preoperatif), bedah (intraoperatif), pascaoperatif (postoperatif). Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan dimulai sejak ditentukannya persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah. Intra bedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan. Pasca bedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai sejak pasien memasuki ruang dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.

C.   Monitoring Pre Operasi
Monitoring pasien bedah meliputi mengevaluasi faktor-faktor fisik dan psikologis secara luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam memonitoring pasien secara menyeluruh dan berbagai masalah pasien atau diagnosa keperawatan dapat diantisipasi dan diidentifikasi sebelumnya.

1.   Pengkajian psikososial
Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat menemukan kekhawatiran pasien yang dapat menjadi beban langsung selama pengalaman pembedahan. Tidak diragukan lagi pasien yang mengalami pembedahan ini dilingkupi oleh kecemasan, termasuk ketakutan akan ketidaktahuan dan lain sebagainya. Akibatnya, perawat harus memberikan dorongan untuk pengungkapan, dan harus mendengarkan, memahami, dan memberikan informasi yang membantu menyingkirkan kekhawatiran tersebut.
Untuk pasien pre operatif berbagai kecemasan yang cukup besar cemas dan takut terhadap anastesia, takut terhadap rasa nyeri dan kematian atau ancaman lain yang dapat menimbulkan ketidak tenangan dan ansietas berat. Perawat dapat melakukan banyak hal untuk menghilangkan kekhawatiran itu supaya dapat memberikan perasaan tenang pada pasien apabila memungkinkan.
2.   Pengkajian fisik umum
Sebelum pengobatan dimulai, riwayat kesehatan dikumpulkan dan pemeriksaan fisik dilakukan, selama pemeriksaan fisik tersebut, tanda-tanda vital dicatat dan data dasar ditegakan untuk pembandingan dimasa yang datang, pemeriksaan diagnostik dilakukan seperti Analisis Gas Darah (AGD), pemeriksaan rontgen, endoskopi. Biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urin, perawat berada dalam posisi untuk membantu pasien memahami perlunya pemeriksaan diagnostic adalah suatu kesempatan selama pemeriksaan fisik untuk memperhatikan temuan fisik yang signifikan, seperti decubitus, edema, atau bunyi nafas yang abnormal, yang lebih jauh menggambarkan kondisi keseluruhan pasien.
3.   Monitoring pada pasien Pre Operasi
Sebelum dilakukan operasi, pasien terlebih dahulu di monitoring keadaan psikologis dan keadaan fisiknya.
a)    Monitoring Psikologi
1)    Perasaan takut / cemas
2)    Keadaan emosi pasien

b)    Monitoring Fisik
1)    Tanda vital : TN, N, R, Suhu.
2)    Sistem integumentum
·         Pucat
·         Sianosis
·         Adakah penyakit kulit di area badan.
3)    Sistem Kardiovaskuler
·         Apakah ada gangguan pada sistem kardio ?
·         Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
·         Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
·         Kebiasaan merokok, minum alcohol
·         Oedema
·         Irama dan frekuensi jantung.
·         Pucat
4)    Sistem pernafasan
·         Apakah pasien bernafas teratur ?
·         Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
5)    Sistem pencernaan
·         Apakah pasien diare ?
6)    Sistem saraf
·         Kesadaran ?
7)    Validasi persiapan fisik pasien
·         Apakah pasien puasa ?
·         Lavement ?
·         Kapter ?
·         Perhiasan ?
·          Make up ?
·          Scheren / cukur bulu pubis ?
·          Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
·         Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a)    Monitoring mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar atau terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b)    Monitoring fisik
1)  Tanda-tanda vital
Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah.
2)  Transfusi
Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi.
3)  Infus
Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse.
4)  Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

D.   Monitoring Intra Operasi
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu:
·         Safety Management
·         Monitoring Fisiologis
·         Monitoring Psikologis
·         Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
1.    Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan. Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
a.    Pengaturan posisi pasien
 Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
1)    Daerah operasi
2)    Usia
3)    Berat badan pasien
4)    Tipe anastesi
5)    Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi :
1)    Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
a)    Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy atau pun reseksi usus.
b)    Pronasi : operasi pada daerah punggung dan spinal. Misal : Lamninectomy
c)    Trendelenburg : dengan menempatkan bagian usus diatas abdomen, sering digunakan untuk operasi pada daerah abdomen bawah atau pelvis.
d)    Lithotomy : posisi ini mengekspose area perineal dan rectal dan biasanya digunakan untuk operasi vagina. Dilatasi dan kuretase dan pembedahan rectal seperti : Hemmoiroidektomy
e)    Lateral : digunakan untuk operasi ginjal, dada dan pinggul.
2)    Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping
3)    Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan sedemikian rupa. Hal ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.



b.    Memasang alat grounding ke pasien
c.    Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.
d.    Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
2.    Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
a.    Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan balance cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya dengan pemberian cairan infus.
b.    Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah kondisi pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
c.    Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
3.    Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
a.    Memberikan dukungan emosional pada pasien
b.    Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
c.    Mengkaji status emosional klien
d.    Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
4.    Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
a.    Memanage keamanan fisik pasien
b.    Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis

E.   Pengertian Post Operasi
Post operasi adalah masa yang dimulai ketika masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Setelah pembedahan, perawatan klien dapat menjadi kompleks akibat fisiologis yang mungkin terjadi. Untuk mengkaji kondisi pasca atau post operasi ini, perawat mengandalkan informasi yang berasal dari hasil pen kajian keperawatan preoperative. Pengetahuan yang dimiliki klien tentang prosedur pembedahan dann hal-hal yang terjadi selama pembedahan berlangsung. Informasi ini membantu perawat mendeteksi adanya perubahan.
Tindakan pasca operasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu periode pemulihan egera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operasi. Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnya terjadi dalam 1 smapai 2 jam dan penyembuhan dilakukan di rumah. Untuk klien yang dirawat di rumah sakit pemulihan terjadi selama beberapa jam dan penyembuhan berlangsung selama 1 hari atau lebih tergantung pada luasnya pembedahan dan respon klien.

F.    Monitoring post operasi
Pembedahan pada dasarnya merupakan trauma yang akan menimbulkan perubahan faal, sebagair espon terhadap trauma. Selain terjadi gangguan faal organ vital otak, alat nafas, system kardiovaskular, hati, ginjal, system pencernaan, dan peninderaan.
Berikut ini hal-hal yang harus dipantau secara faktuil, singkat, jelas, dan lengkap, dan dituliskan setiap harinya dalam periode yang berlangsung tepat sesudah pembedahan:
1)        Uraian secara umum: kesiapan mental, kesadaran, toleransi terhadap rasa sakit dll
2)        Tanda-tanda vital
3)        Respirasi kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi, sifat dan bunyi nafas
4)        Neurologi: tingakat respon klien
5)        Drainase: kondisi balutan ( adanya drainase atau tidak )
6)        Keyamanan: type dan lokasi nyeri, mual dan muntah,perubahan posisi yang diperlukan
7)        Psikologi: kebutuhan akan istirahat dan tidur, sifat dan pertanyaan pasien
8)        Keselamatan: kebutuhan akan pagar tempat tidur, drainase selang tidak tersumbat.
9)        Diit ( misalnaya toleransi terhadap cairan dan makanan )
10)     Tes diagnostik
11)     Fungsi pencernaan: flatus dan defekasi perrectum, distensi perut
Berikut-berikut adalah pengkajian-pengkajian yang harus dimonitoring dan di kaji secara actual meliputi pengkajian:
1)        Sistem Kardiovaskuler
Klien mengalami komplikasi kardiovaskular akibat kehilangan darah secara actual dan potensial dari tempat pembedahan. Efek samping anastesi, ketidakseimbangan elektrolit dan depresi mekanisme resulasi sirkulasi normal.adapun hal-hal yang harus di monitoring oleh perawat adalah:
a)    Tekanan darah, denyut nadi dan suhu
Harus dicatat setiap 15 menit pada beberapa kasus lebih sering sehingga penderita stabil.sesudah itu, tanda-tanda harus dicatat setiap jam selama beberapa jam.
b)    Tekanan Vena Sentral ( CVP )
Harus dipertahankan, jangan lupa untuk menentukan batas rendah dan tertinggi yang masih dapat diterima bagi setiap penderita.
c)    Tekanan arteri
Harus dipertahankan, jalur itu harus dikuras dengan garam fisiologissetiap 30 menit. Tekana arteri biasanya dimonitor terus menerus pada suatu ossiloskop.
d)    Monitoring EKG
Yang terus menerus disarankan bagi penderita.
Perawat juga mengkaji perfusi sirkulasi dengan melihat warna dasar kuku dan kulit. Apabila klien baru mengalambedah faskular atau terpasang gips atau peralatan penekanan bagian tubuh yang dapat mengganggu sirkulasi, perawat harus mengkaji denyut nadi perifer okstal dari tempat pembedahan . misalnya setelah pembedahan arteri femoralis, perawat mengkaji denyut nadi pada ekstremitas tempat pembedahan dengan ekstremitas lainnya.
Masalah yang sering terjadi adalah pendarahan. Kehilangan darah terjadi secara eksternal melalui drain atau insisi atau secara internal luka bedah. Pendarahan dapat menyebabkan turunnya tekanan darah: meningkatnya kecepatan denyut jantung dan pernafasan (denyut nadi lemah, kulit dingin, lembab, pucat, serta gelisah). Apabila pendarahan terjadi secara eksternal, perawat memperghatikan adanya peningkatan drainase yang menganndung darah pada balutan atau melalui drain.

2)        Sistem Pencernaan
Setelah pembedahan, perawat harus memantau apakah pasien telah flaktus atau belum. Intervensi untuk mencegah komplikasi gastrointestinal akan mempercepat kembalinya eleminasi normal dan asupan nutrisi. Klien yang menjalani bedah pada struktur gastrointestinal ( misalnya reseksio kolon ) membutuhkan waktu beberapa hari agar diitnya kembali normal. Peristaltic normal mungkin tidak akan berhasil dalam waktu 2-3 hari. Sebaliknya klien yang saluran gastrointestinalnya tidak dipengaruhi langsung oleh pembedahan boleh mengkonsumsi  makana setelah pulih dari pengaruh anastesi., tindakan tersebut dapat mempercepat kembalinya eliminasi normal:
a)    Perawat secara rutin mengkaji peristaltic setiap 4-8 jam. Perawat Secara rutin mengauskultasi abdomen untuk mendeteksi kembalinya bising usus normal. Adanya suara seperti berkumur yang nyaring selama 5-30 kali per menit pada setiap kuadran abdomen menunjukan bahwa peristaltic telah kembali normal. Bunyi  bernada tinggi yang disertai dengan distensi abdomen menunjukan usus belum rfungsi dengan baik. Perawat menanyakan kepada klien apakah telah mengeluarkan gas( flatus ). Hal ini merupakan tanda penting yang menunjukan bahwa fungsi usus telah kembali normal.
b)    Perawat memperhatikan asupan nutrisi dan meningkatkannya secara bertahap. Beberapa jam setelah penbedahan, klien hanya menerima cairan melalui IV, apabila dokter memprogramkan diit normal pada malam pertama setelah pembedahan, pertama-tama perawat memberikan cairan seperti air, jus, atau the setelah mual klien hilang. Diit harus dilakukan sesuai program.
c)    Klien menjalani bedah abdomen biasanya berpuasa selama 24-48 jam pertama setelah pembedahan. Apabila peristaltic telah kembali, perawat memberika cairan yang encer, dilanjutkan dengan cairan yang kental, diit ringan makana padat dan akhirnya diberikan diit regular.
d)    Perawat meningkatkan ambulasi dan latihan. Aktivitas fisik merangsang terjadinya peristaltic. Klien yang mengalami distensi abdomen dan nyeri “karena gas” akan merasa lebih nyaman ketika berjalan.
e)    Perawat juga harus mempertahankan asupan makanan yang adekuat. Cairan menjaga feses tetap lembut sehingga mudah dikeluarkan. Jus buah dan air hangat biasanya sangat efektif untuk mempermudah pengeluaran feses.
f)     Perawat memberikan enema, suppositoria rectal, dan selang rectal sesuai instruksi.  Apabila terjadi konstipasi atau distensi, dokter mencoba merangsang peristaltic melalui katarik atau enema. Selang rectal atau enema aliran-balik meningkatkan keluanya flatus.

3)        Sistem Pernafasan
Obat anastesi tertentu dapat menyebabkan depresi pernafasan sehingga perawat perlu waspada terhadap pernafasan yang dangkaldan lambat serta batuk yang lemah. Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman ventilasi pernafasan, kesimetrisan geraka dinding dada, bunyi nafas dan membrane mukosa. Apabila pernafasan dangkal letakan tangan perawat diatas muka /  mulut klien sehingga perawat dapat merasakan udara yang keluar.
Salah satu kekhawatiran perawat terbesar adalah obstruksi jalan nafas akibat aspirasi munta, akumulasi sekresi mukosa difaring atau bengkaknya spasme laring (odom, 1993). Tindakan berikut ini untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas:
a)    Perawat mengatur posisi klien pada salah satu sisi dengan wajah menghadap kebawah dengan leher agak ekstensi. Handuk kecil yang terlipat digunakan untuk menyangga kepala. Ekstensi leher mencegah oklusi jalan nafas pada faring, saat wajah menghadap kebawah, lidah akan bergerak kedepandan sekresi mucus mengalir keluardari mulut sehingga tidak terkumpul pada faring. Apabila pembedahan tidak memperbolehkan klien mirng kesalah satu sisi maka kepala tempat tidur agak ditinggikan dan leher agak di ekstensikan dengan kepala miring kesalah satu sisi klien tidak boleh pada posisi tangan diatas atau menyilang dada, karena posisi ini akan menurunkan ekspansi dada yang maksimal. Pada beberapa klien, perawat boleh menurunkan manuver jaw thrust  atau mengangkat dagu secara terus menerus untuk mempertahankan jalan nafas.
b)    Perawat meminta klien untuk mulai melakukan latihan batuk dan nafas dalam segera setelah klien berespon. Hal ini akan mengurangi resiko atelektasis. Kolaps atau kurangnya udara pada bagian paru akibat penumpukan mukosa / cairan.
c)    Perawat melakukan pengisapan jika terdapat sekresi mucus pada alat bantuan jalan nafas dan rongga mulut. Perawatan dilakukan untuk mencegah timbulnya reflex muntah secara terus menerusyang dapat menyebabkan muntah. Sebelum klien melepas alat bantuan jalan nafas, bagian belakang alat bantuan jalan nafas harus diisap terlebih dahulu sehigga penumpukan dan sekresi mucus tidak tertinggal.

4)        Sistem Penginderaan
Setelah dilakukan pembedahan, pasien memiliki tingkat kesadaran yang berbeda. Oleh karena itu, seorang perawat harus mengkaji tingkat respon klien dengan berbagai cara. Misalnya dengan mengkaji fungsi pendengaran atau penglihatan. Apakah klien dapat berespondengan baik ketika diberi stimulus atau tidak sama sekali. Ataupun juga perawat dapat mengkaji tingkat kesadaran dengan menentukan Skala Koma Glasgow / Glasgow Coma Scale ( GCS ).
GCS iuni memberikan 3 bidang fungsi neurologic: memberikan gambaran pada tingkat responsive klien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi motorik pasien, verbal, dan respon membuka mata.
Masing-masing respon diberikan sebuah angka ( tinggi untuk normal dan rendah untuk gangguan ) dan penjumlahan dari gambaran ini memberikan indikasai beratnya keadaan koma dan sebuah prediksi kemungkinan yang terjadi dari hasil yang ada. Elemen-elemen GCS ini dibagi menjadi tingkatan-tingkatan yang berbeda seperti dibawah ini:
Skala koma Glaskow / Glaskow Coma Scale ( GCS )

·         Membuka mata
Spontan                               : 4
Dengan perintah                : 3
Dengan nyeri                      : 2
Tidak berespon                   : 1
·         Respon motorik terbaik
Dengan perintah                : 6
Melokalisasi nyeri               : 5
Menarik area yang nyeri    : 4
Fleksi Abnormal                  : 3
Ekstensi Abnormal                         : 2
Tidak berespon                   : 1
·         Respon verbal
Beorientasi                          : 5
Bicara membingungkan   : 4
Kata-kata tidak tepat          3
Suara tidak dapat dimengerti: 2
Tidak ada respon               : 1
Nilai terendah yang di dapat adalah 3 (respon paling sedikit). Nilai tertinggi adalah 15 (paling berespon. Nilai 7 atau nilai dibawah 7 umumnya dikatakan sebagai koma dan membutuhkan intervensi keperawatan bagi pasien koma tersebut.



 DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000
Bunner dan suddarth, ( 1997 ), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, volume 1, Jakarta, EGC

Endotracheal Tube (Breathing Tube). Available at: http://www.suru.com/endo.htm. Accessed: 3rd Januari 2012

Keliat, B.A. (2002), Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, EGC, Jakarta.

Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani W.I., Setiowulan W., (ed)., (2002), Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, Jilid 2, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Perri dan potter,( 2005 ),Fundamental Keperawatan: Konsep. Proses dan Praktik, Edisi ke-4, Volume 2,  Jakarta, EGC

Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.( 1998 ) ,Buku Saku Keperawatan Medical Bedah,Alih Bahasa: Achir Yani S. Hamid, ed ke-3, Jakarta, EGC




























Tidak ada komentar:

Posting Komentar